BANDAR LAMPUNG – Pasca diberitakan, pihak-pihak rekanan yang melaksanakan paket proyek di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) tampak kebakaran jenggot. Buktinya, tiga proyek yang diberitakan bermasalah, segera diperbaiki oleh ketiga perusahaan.
Diantaranya, proyek Pembangunan Fakultas Ushuludin yang menyerap anggaran Rp1.068.041.088, yang dilaksanakan CV Tuah Amor, yang diduga tidak selesai tepat waktu, dengan kondisi pekerjaan yang acak-acakan, serta kusen yang hanya dipoles.
Kemudian, proyek Pemagaran Keliling Kampus UIN senilai Rp3.770.681.116, yang dilaksanakan oleh CV Halim Konstruksi, yang meski telah lewat tahun 2021, pekerjaan tetap dilaksanakan, namun dengan dalih dalam masa perawatan.
Lainnya, proyek Pembangunan GSG Tahap II, yang dikerjakan oleh CV Rana Pratama Jaya, senilai Rp7.303.736.950, dimana terdapat kebocoran di beberapa titik atap. Dan, lantaran pekerjaan ini pula, lapangan parkir jadi rusak, dan pengembang terkesan “tutup mata”.
Namun berdasarkan pantauan Bongkar Post di lapangan, sejumlah temuan tersebut, telah diperbaiki. Atap gedung GSG yang bocor diperbaiki, tidak adanya puing-puing bangunan bekas fondasi yang menumpuk sudah dirapihkan, kondisi bangunan Fakultas Ushuludin yang tampak rapih, serta fondasi pagar yang mengelilingi Kampus Hijau itu tidak lagi tampak “melayang”. Artinya, dapat dipastikan, ketiga proyek tersebut memang dikerjakan secara tidak profesional. Alias asal-asalan.
Parahnya, adanya setoran yang mengharuskan pihak rekanan memberikan uang di muka agar mendapat paket proyek, diduga kuat menjadi penyebab tidak profesionalnya pihak rekanan dalam melaksanakan pekerjaan. Setoran hingga 15 persen menyebabkan nilai paket proyek berkurang. Itu diluar pajak-pajak yang memang menjadi kewajiban pihak rekanan.
“Ya uang hilang aja,” ungkap sumber seraya menyebut nama berinisial Dar sebagai pihak yang membagi-bagi proyek. Sementara, proyek dikerjakan oleh rekanan yang itu-itu saja.
Temuan lain, Konsultan Pengawas, ternyata juga merangkap sebagai Konsultan Perencana pada setiap paket pekerjaan, dan hanya mengganti perusahaan saja. Kemudian, adanya dana retensi proyek yang sudah bisa dicairkan oleh pemborong, meski belum masuk hitungan masa pemeliharaan.
(Red)