Lampung Selatan, BP.id
Mantan Pj Kades Galih Lunik Asmoro yang kini menjabat Sekretaris Desa Galih Lunik, di Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan diduga melakukan tindakan yang tidak menyenangkan kepada awak media Bongkar Post.
Asmoro, mantan Pj Kades Galih Lunik ini menyebarkan foto wartawan Bongkar Post yang diposting melalui status Whatsapp milik Asmoro. Foto wartawan Bongkar Post dilingkari tinta hijau oleh Asmoro. Anehnya, sejak foto tersebut diposting, nomor ponsel Asmoro langsung tidak aktif.
Firdaus, wartawan Bongkar Post mengaku, di foto itu dirinya hendak konfirmasi kepada Asmoro terkait realisasi program sertifikat PTSL tahun 2019. Saat itu ia sedang menunggu di ruang Kantor Desa setempat, Jum’at (20/2/2020).
Tampak di foto, Firdaus berada dalam lingkaran biru. Sementara di ruangan tersebutb ada Asmoro, Ketua Pokmas, dan awak media online Dwi Andi Saputra, juga difoto oleh staf perangkat desa dengan alasan untuk dokumen desa.
Namun setelah berita dishare Firdaus ke Asmoro, tak lama Asmoro memposting foto Firdaus yang dilingkari. Tindakan yang dilakukan Asmoro, jelas merupakan bentuk intimidasi terhadap kerja wartawan.
“Apa maksud dan tujuan Asmoro menyebarluaskan foto saya dengan saya dilingkari, kalau masalah pemberitaan, itu Asmoro punya hak sanggah, dia (Asmoro, red) bisa gunakan hak sanggahnya, kalau seperti ini sama saja melakukan intimidasi, bahkan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada saya,” jelas Firdaus.
Tindakan yang dilakukan Asmoro, menurut Firdaus, menandakan Asmoro tidak senang dengan pekerjaan wartawan yang menanyakan realisasi sertifikat program PTSL di desa tersebut.
“Ini perbuatan yang melanggar UU Pers No 40 tahun 1999, secara tidak langsung dia (Asmoro, red) melakukan intimidasi, menakut – nakuti dan ini perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap diri saya, dan permasalahan ini akan saya tindaklanjuti ke jalur hukum,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, mantan Pj Kades Galih Lunik, Asmoro diduga telah mengangkangi Keputusan Bersama 3 Mentri tentang Program PTSL. Pasalnya, pada tahun 2019 lalu, saat itu Asmoro menjabat Pj Kades Galih Lunik, ia menarik biaya pembuatan sertifikat di desa setempat sebesar Rp400 ribu. Padahal, dalam program PTSL untuk wilayah Provinsi Lampung ditentukan biaya pembuatan Sertifikat sebesar Rp200 ribu. Asmoro beralasan, kalau biaya Rp400 ribu per sertifikat itu sudah menjadi kesepakatan panitia Pokmas dan warga desa setempat.
Ironisnya, pembuatan sertifikat tahun 2019 belum selesai direalisasikan oleh Asmoro, kini tahun 2020 Desa Galih Lunik kembali melakukan pembuatan sertifikat Program PTSL dengan biaya yang sama Rp400 ribu.
Info yang beredar dari warga, pada tahun 2019 lalu, Desa Galih Lunik yang dijabat oleh Asmoro sebagai Pj Kades melakukan pembuatan Sertifikat Program PTSL dengan biaya sebesar Rp400 ribu per sertifikat, dan hingga saat ini sertifikatnya belum semua selesai dan baru sebagian saja yang direalisasikan oleh Asmoro.
“Biaya pembuatan sertifikat 2019 lalu Rp400 ribu itupun sampai sekarang belum selesai semua sertifikatnya,” jelas warga yang minta identitasnya dirahasiakan.
Saat dikonfirmasi di Kantor Desa Galih Lunik Jum’at (20/2/2020), Post Asmoro membenarkan untuk pembuatan Sertifikat Program PTSL pada tahun 2019 sebanyak 474 sertifikat dangan biaya pembuatan sebesar Rp400 ribu per sertifikat. Adapun ketentuan biaya sebesar Rp400, merupakan hasil kesepakatan panitia dan masyarakat.
“Sebelumnya, itu dimusyawarahkan dulu termasuk oleh BPD, LPM, Kadus dan masyarakat, hasil kesepakatan ditentukan biaya persertifikat Rp400 ribu, jadi bukan keputusan saya sebagai Pj Kades (saat itu, red),” jelasnya.
Menurut Asmoro, dari biaya sebesar Rp400 ribu per sertifikat itu dibagi dua, Rp200 ribu masuk ke Panitia Pokmas untuk biaya pembuatan sertifikat di BPN dan yang Rp200 ribu lagi digunakan untuk biaya operasional panitia termasuk untuk biaya pembelian materai dan membayar saksi.
“Dalam program PTSL persyaratan untuk pembuatan sertifikat, itu kepemilikan tanah harus memiliki surat tanah/sporadik dan ditandatangani oleh saksi, jadi yang Rp200 ribu ya untuk biaya operasional panitia dan biaya pembuatan persyaratan,” bebernya.
Dia menambahkan, di tahun 2020 ini, Desa Galih Lunik kembali melaksanakan pembuatan sertifikat program PTSL. Untuk tahun 2020 ini biaya pembuatan sertifikat tetap mengacu kepada kesepakatan tahun sebelumnya.
“Ya untuk tahun 2020 biaya pembuatan tetap sama seperti tahun 2019 sebesar Rp400 ribu, tapi itu yang bertanggungjawab adalah Kades yang menjabat saat ini,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Ketua Pokmas Program PTSL tahun 2019 desa setempat, Andi mengamini apa yang dikatakan oleh Asmoro. Menurut Andi, dari sejumlah 474 pembuat sertifikat itu tidak semua membayar Rp400 ribu ada juga yang hanya membayar Rp200 ribu.
“Dari sejumlah 474 pembuat sertifikat hanya sekitar 30% yang membayar sebesar Rp400 ribu dikarenakan bagi yang hak miliknya (tanah, red) yang diajukan pembuatan sertifikat sudah memililiki dasar kepemilikan seperti segel atau sporadik mereka tidak membayar Rp400 ribu tapi hanya membayar Rp200 ribu,” urainya.
Dijelaskannya, dari 474 sertifikat yang sudah selesai dari BPN itu baru 50%. “Hingga saat ini 50% lagi sertifikat yang belum selesai masih diproses BPN Lamsel,” jelasnya. (red)