Lampung Timur, BP.id
LSM LP3RI pertanyakan keluarnya surat Inspektorat Lampung Timur yang menyatakan bahwa proyek drainase di Desa Bumi Mulyo, yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun anggaran 2018, tidak bermasalah, alias tidak korupsi.
“Kami menyayangkan adanya surat keputusan Inspektorat Lampung Timur tersebut, atas apa yang telah kami laporkan, padahal itu jelas (korupsi). Seharusnya adanya sejumlah temuan kami temukan, Inspektorat Lampung Timur tidak mengeluarkan surat yang menyatakan tidak ditemukannya tindak pidana korupsi,” ujar Johan, Sekretaris LSM LP3RI, kepada Bongkarpost.id.
Bahkan ironisnya, lanjut Johan, pekerjaan drainase yang bersumber dari DD tahun anggaran 2019 ini, sama dengan tahun 2018 lalu. Dimana, sampai sekarang pekerjaan belum juga selesai, alias terhenti.
“Pekerjaan belum mencapai finishing, dan ini sudah masuk tahun anggaran 2020, dan pekerjaan tahun kemarin belum selesai juga. Kami khawatir, dengan penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat saat ini, akan menjadi semacam “pupuk organik” bagi tumbuh suburnya korupsi di bumi Lampung Timur,” tandas Johan.
Sementara, dikonfirmasi terpisah, Inspektur Pembantu (Irban) Inspektorat Lampung Timur, Imawan mengaku bahwa proyek DD di Desa Bumi Mulyo memang sudah dilaporkan LSM LP3RI kepada pihaknya.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan kepada kepala desa terkait pelaksanaan DD tahun 2018, dan kami juga sudah menanyakan kepada masyarakat desa yang kami panggil ke kantor, tetapi ketika kami tanya berapa upah yang diterima, seratus ribu rupiah. Artinya, tidak diborongkan atau diupah per meter,” jelas Imawan, di ruang kerjanya.
Diketahui, LSM LP3RI melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi di Desa Bumi Mulyo, Kecamatan Sekampung Udik, kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada tanggal 21 Januari 2019 melalui surat nomor 110/DPP/LP3-RI /I/2019 perihal dugaan telah terjadinya tindak pidana korupsi dalam pembangunan saluran drainase sepanjang 1592 meter yang menelan anggaran Dana Desa (DD) sebesar Rp499.795.000.
Indikasi adanya tindak pidana korupsi ini terlihat dari adanya perbedaan yang cukup signifikan antara Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan pelaksanaan di lapangan. Diantaranya, pada RAB volume upah tukang dianggarkan Rp67.500.000 (675 hari (HOK) x Rp100.000 ), sementara praktiknya di lapangan setelah ditelusuri oleh tim investigasi LSM LP3RI, upah tukang diborongkan dengan harga sebesar Rp30.000 per meter. Artinya, upah tukang yang diborongkan sebesar Rp47.760.000 (1592 meter x Rp30.000). Terdapat selisih anggaran sebesar Rp19.740.000.
Kemudian, upah pekerja di dalam RAB dianggarkan Rp145.600.000 (1820 HOK x Rp80.000), namun pada prakteknya pekerja galian dibayar Rp25.000 per meter. Artinya, untuk galian sepanjang 1592 meter hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp39.800.000 (120 HOK x Rp25.000).
Terlihat, dari sektor upah pekerja terjadi perbedaan yang cukup besar antara RAB dengan pelaksanaan di lapangan, yakni sekitar Rp125.540.000. Modusnya adalah dengan merubah pola pembayaran ongkos kerja dari HOK sesuai RAB, ke pola pembayaran borongan.
Lainnya, belanja material. Contoh, untuk mengerjakan saluran drainase sepanjang 1592 meter dianggarkan belanja semen sebanyak 2017 sak. Ini jumlah sak yang cukup banyak, melebihi kebutuhan drainase.
Sayangnya, Kepala Desa (Kades) Bumi Mulyo, Hermanto hingga berita ini diturunkan, belum bisa dikonfirmasi. Namun ternyata, masih berdasarkan penelusuran LSM LP3RI, tak hanya proyek drainase yang diduga bermasalah. Proyek pengerasan jalan lapen yang bersumber dari DD tahun anggaran 2019 juga belum diselesaikan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) setempat, dimana sebagai penanggungjawab anggaran adalah Kades Bumi Mulyo, Hermanto. (red)