Bandar Lampung, BP
Pasca diberitakan, perusahaan biodiesel asal Perancis, Louis Dreyfuss Company (LDC), yang berada di Jalan Soekarno – Hatta, Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, pada Minggu (12/2/2023) mengadakan acara untuk warga sekitar, yang dikemas dengan tema “Global Society Day Celebration LDC Community”. Terkesan, acara diadakan guna meredam protes warga Kampung Jambu yang menuntut kompensasi dan perlindungan kesehatan, atas dampak atas beroperasinya perusahaan tersebut.
Namun acara yang diselenggarakan LDC ini malah jadi pertanyaan. “Yang anehnya, dari tahun ke tahun, acara seperti ini baru ada sekarang, sebelumnya saya gak pernah lihat. Ulang tahun bukan, hari besar bukan,” tandas Andi Irawan, warga Kampung Jambu yang bekerja pada bagian konstruksi jalur gas PGN di salah satu perusahaan swasta.
Dikatakan, tuntutan warga tidak ada yang aneh-aneh. “Kami ingin agar diperhatikan, khususnya warga yang ada di ring 1 terkait dampak dari polusi batubara, kami juga ingin menanyakan tentang hasil rapat antara pihak LDC dengan Rt setempat, dan kenapa warga di ring 1 tidak dilibatkan,” tandasnya, kepada Bongkar Post, pada Minggu (12/1/2023) malam.
“Simple sih Bang, kami ingin mereka transparan, kalo emang ada kompensasi khususnya dari perusahaan, kemana dan siapa yang menerima kompensasi tersebut, adakah yang menerima kompensasi tersebut, khususnya di ring 1,” imbuhnya.
Sementara, sambung dia, pada saat pembagian doorprize yang dilakukan di Masjid Nurul Ikhsan, ada seseorang yang diduga dari pihak perusahaan bertanya “Dari mana aja pak, saya tungguin biar apinya padam,” ujar orang ini.
Lantas dijawab warga (Agus, red) “Ya gampang aja kalo mau padam, tinggal diakumulasi hak warga dari 6 April 2016,” jawab warga.
“Lah bukannya sudah ada alokasi dana ya?,” ujar pegawai LDC ini sambil senyum dan berlalu ke arah Masjid Nurul Ikhsan.
Diberitakan, PT LDC (Louis Dreyfus Company) Indonesia Lampung diprotes Warga Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung. Pasalnya, perusahaan yang memproduksi Biodiesel dengan bahan bakar batubara ini menimbulkan polusi yang berasal dari debu batubara.
Dampaknya, sejumlah warga lansia yang tinggal di sekitar LDC mengalami sesak nafas. Sementara, debu batubara mengotori dinding rumah mereka.
Agus Safrudin, warga Kampung Umbul Jambu, RT 022, Kelurahan Way Lunik, mengeluhkan suara bising mesin produksi dan debu batubara hasil dari pembakaran batubara.
Dikatakan Agus, sejak LDC berdiri di tahun 2016 hingga saat ini, tidak pernah ada kompensasi dengan masyarakat sekitar, khususnya RT 021, RT 022, dan RT 023.
Andi Irawan, warga sekitar LDC menceritakan, awal berdiri perusahaan berjanji akan memberikan pekerjaan kepada warga yang tinggal di sekitar pabrik, “Tapi sampai sekarang tidak ada satupun warga kampung sini yang bekerja disana,” ujar Andi.
Sekitar 77 kepala keluarga (KK) yang tinggal di Kampung Jambu tidak merasakan kompensasi selama berdirinya perusahaan.
“Perusahaan baru memberi kompensasi kepada warga ketika ada berita muncul di media, adanya pengaduan warga ke Dinas Lingkungan Hidup, dan itu hanya beras 5 kg saja dari perusahaan,” ungkapnya.
Mirisnya, Entin, lansia berusia 68 tahun ini harus mengalami sesak nafas lantaran debu batubara yang beterbangan ke rumahnya. Entin harus menggunakan alat bantuan pernafasan lantaran paru-parunya terganggu.
Dampak lainnya, air yang biasa digunakan warga jadi berwarna hitam, dan kulit juga gatal – gatal.
“Debu batubara sampai masuk ke rumah, nempel di tempat tidur, tempat tidur kami jadi banyak abiu hitam,” ungkap warga lain.
Sementara, Agus Bagyo yang menjabat RT di kampung tersebut, dinilai warga tidak peduli atas apa yang menimpa warganya. “RT selalu menghindari awak media dan keluhan warga tidak pernah ada tanggapan,” ujarnya.
Setiap malam, lanjutnya, warga pun tidak bisa tidur karena bau limbah dari pabrik. “Baunya begitu menyengat, kasur dan baju warga juga jadi hitam karena tebalnya debu,” bebernya. (diki/tk)