Lampung Selatan, BP.id . Mantan Pj Kades Galih Lunik, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Asmoro yang kini menjabat Sekdes Desa setempat, diduga telah mengangkangi keputusan bersama 3 Menteri tentang Program PTSL. Pasalnya, pada Tahun 2019 lalu, saat Asmoro menjabat Pj Kades Galih Lunik, Asmoro menarik biaya pembuatan sertifikat di desa setempat sebesar R400 ribu. Padahal, dalam program PTSL untuk Provinsi Lampung ditentukan biaya pembuatan sertifikat sebesar Rp200 ribu. Asmoro beralasan kalau biaya Rp400 ribu per sertifikat itu sudah menjadi kesepakatan panitia dan warga desa setempat.
Ironisnya, pembuatan sertifikat tahun 2019 belum selesai direalisasikan oleh Asmoro, kini tahun 2020 Desa Galih Lunik kembali melakukan pembuatan Sertifikat Program PTSL dengan biaya yang sama Rp400 ribu per sertifikat.
Info yang beredar dari warga desa setempat, pada tahun 2019 lalu Desa Galih Lunik yang dijabat oleh Asmoro sebagai Pj Kepala Desa melalukan pembuatan Sertifikat Program PTSL dengan biaya Rp. 400 ribu per sertifikat. Menurut warga, hingga saat ini sertifikatnya belum semua selesai, baru sebagian saja yang direalisasikan oleh mantan Pj Kades Asmoro.
“Biaya pembuatan sertifikat 2019 lalu Rp400 ribu itupun sampai sekarang belum selesai semua sertifikatnya,” jelas warga yang minta identitasnya dirahasiakan.
Saat konfirmasi di Kantor Desa Galih Lunik Jum’at (21/2/2020) kepada Bongkarpost.id Asmoro membenarkan, untuk pembuatan Sertifikat Program PTSL pada tahun 2019 lalu sebanyak 474 sertifikat dengan biaya Rp400 ribu per sertifikat. Adapun ketentuan biaya sebesar Rp400 ribu per sertifikat itu, kata Asmoro, merupakan hasil kesepakatan panitia dan masyarakat.
“Sebelumnya, itu dimusyawarahkan dulu termasuk oleh BPD, LPM, Kadus dan masyarakat, hasil kesepakatan ditentukan biaya per sertifikat Rp400 ribu, jadi bukan keputusan saya sebagai Pj kades (saat itu.red),” jelasnya.
Menurut Asmoro, dari biaya sebesar Rp400 ribu per sertifikat, itu dibagi dua, Rp200 ribu ke panitia pokmas untuk biaya pembuatan sertifikat di BPN dan yang Rp200 ribu lagi, digunakan untuk biaya operasional panitia termasuk untuk beli materai dan membayar saksi.
“Dalam program PTSL, persyaratan untuk pembuatan sertifikat, tanah harus memiliki surat-surat seperti surat tanah/sporadik dan ditandatangani oleh saksi, jadi yang Rp200 ribu itu ya untuk biaya operasional panitia dan untuk biaya pembuatan persyaratan,” bebernya.
Dia menambahkan, di tahun 2020 ini Desa Galih Lunik kembali melaksanakan pembuatan sertifikat program PTSL.
“Untuk tahun 2020 ini biaya pembuatan sertifikat tetap mengacu kepada kesepakatan tahun sebelumnya. Ya, untuk tahun 2020 ini biaya tetap sama seperti tahun 2019 sebesar Rp400 ribu per sertifikat, tapi itu yang bertanggungjawab adalah Kades yang menjabat saat ini,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Ketua Pokmas program PTSL tahun 2019 desa setempat, Andi mengamini apa yang dikatakan oleh Asmoro. Menurut Andi, dari sejumlah 474 pembuatan sertifikat itu tidak semuanya membayar Rp400 ribu ada juga yang hanya membayar Rp200 ribu.
“Dari sejumlah 474 pembuat sertifikat hanya sekitar 30% yang membayar Rp400 ribu dikarenakan bagi hak miliknya (tanah, red) yang diajukan pembuatan sertifikat sudah memiliki dasar surat kepemilikan seperti segel atau sporadik mereka tidak membayar Rp400 ribu tapi hanya Rp200 ribu,” urainya.
Dijelaskannya, dari 474 sertifikat yang sudah selesai dari BPN itu baru 50%. “Hingga hari ini sertifikat masih 50% lagi sertifikat yang belum selesai masih di proses di BPN Lamsel,” jelasnya. (firdaus)