Bandar Lampung, BP.id
Perumahan Permata Asri, Karang Anyar, Lampung Selatan diduga “kangkangi” Undang-Undang Penataan Ruang, lantaran mengalihkan fungsi lahan fasum guna kepentingan komersial. Lahan yang biasa digunakan warga perumahan untuk lapangan bermain bola, kini diuruk dan tertancap banner menjual tanah kaplingan.
Sumaindra, Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Bandar Lampung, selaku Kuasa Hukum mengatakan, bahwa dalam persoalan ini, adalah menjadi kewajiban developer untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) fasum di dalam perumahan tersebut.
“Berdasarkan amanat undang-undang, bahwa penyediaan ruang terbuka hijau itu 30 persen, yaitu 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat. RTH privat ini lah yang harus dilakukan pribadi, perusahaan, termasuk developer,” jelasnya, kepada Bongkarpost.id, seraya mengatakan ketersediaan RTH di Lampung hanya 28 persen.
Namun, LBH melihat bahwa ini terjadi perubahan siteplan, sehingga ada hal yang harus dievaluasi. “Ini diduga terjadi pelanggaran, ketika tidak ada RTH yang disediakan maka ini bentuk pelanggaran undang-undang terhadap penataan ruang, dan sanksinya bisa kepada pencabutan ijin,” tegasnya.
Dengan hanya 28 persen ketersediaan RTH di Lampung, maka hal ini menjadi kewajiban perusahaan atau develoepr membantu dalam menyediakan RTH. “Meskipun ada peralihan developer, tetap ketersediaan RTH harus disediakan oleh pihak developer saat ini,” ujarnya.
Hal ini menjadi tidak fair, lanjut Indra, ketika dalam proses pemasaran pada siteplan terdapat RTH fasum yang menjadi salah satu ketertarikan warga, namun seiring waktu RTH berubah menjadi ruang komersil.
“Ini ada kejanggalan, dan ini harus dipertanyakan warga, kenapa berubah. Kita dari LBH pun akan mempertanyakan hal itu, bagaimana proses perijinannya, bagaimana dengan alih fungsinya, bagaimana bisa ada dua siteplan,” ungkapnya membeberkan.
Sebelumnya, warga perumahan Permata Asri, di Desa Karang Anyar, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, pertanyakan fasilitas umum (fasum) di perumahan tersebut. Pasalnya, warga menuntut dikembalikannya tanah fasum (fasilitas umum) kepada masyarakat agar bisa digunakan sebagai fasilitas kegiatan masyarakat di perumahan setempat.
Pasalnya, saat ini tanah fasum tersebut dimanfaatkan warga perumahan sebagai sarana olahraga (lapangan sepakbola, red). Namun, oleh pihak developer perumahan, yakni PT Pualam Tunggal Sakti tanah fasum itu diuruk dan lahannya dikomersilkan untuk kaplingan tanah.
Sh, salah satu tokoh masyarakat mengaku, kedatangan warga ke LBH Bandar Lampung pada Rabu (25/2/2020), menuntut adanya kejelasan dari pihak developer atas penggunaan tanah fasum tersebut.
“Warga minta dikembalikan tanah fasum agar bisa digunakan sebagai fasilitas kegiatan masyarakat di perumahan tersebut, tapi saat ini malah dikapling-kaplingkan oleh perusahaan,” ujarnya kepada Bongkarpost.id
Dikatakan Sh, tuntutan warga terkait keberadaan tanah fasum itu adalah berdasarkan Siteplan yang dipegang warga yang menempati perumahan tersebut selama rentang waktu yang antara 3 – 10 tahun. Sementara terungkap, ada Siteplan lain yang dipegang oleh pihak pengembang, yang berbeda dengan Siteplan yang dipegang oleh warga selama ini
“Sebelumnya kami sempat dimediasi oleh Kades Karang Anyar beberapa waktu lalu di Balai Desa, namun hasilnya deadlock. Tidak ada titik temu. Pengembang tetap melakukan pengurukan tanah untuk dikaplingkan berdasarkan Siteplan yang mereka pegang. Sementara, tidak ada sosialisasi kepada kami terkait adanya perubahan Siteplan,” bebernya.
Ditambahkan, Kades Karang Anyar juga telah menghimbau kepada pihak developer untuk tidak terus melakukan aktivitas pengurukan sebelum ada kepastian terkait pemanfaatan lahan fasum.
“Kami menyayangkan tindakan developer yang menggunakan hak warga perumahan yaitu fasum untuk kepentingan komersil. Padahal seharusnya, fasum menjadi tanggungjawab pihak developer untuk menyediakan. Selama ini, lahan fasum itu kami pergunakan untuk perayaan hari besar, 17 Agustus, ataupun lapangan sepakbola bagi warga setempat,” jelasnya, seraya mengatakan bahwa hingga saat ini perumahan itu belum ada serah terima kepada pihak pemerintah. (sugi/tk)