Bandar Lampung, BP
Benarkah efesiensi anggaran menjadi alasan bagi Gubernur Lampung Arinal Junaidi untuk menginstruksikan Dinas PUPR Lampung merasionalisasi sejumlah proyek di dinas tersebut ? Ataukah ada proyek titipan yang bakal dikerjakan oleh rekanan hasil penunjukan Arinal ?
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gabpeknas) Provinsi Lampung, Topan Napitupulu kepada Bongkarpost.id mengatakan, adanya pemotongan anggaran (rasionalisasi, red) sebesar 50 persen dari setiap proyek dengan alasan defisit, adalah bentuk pelanggaran atau menabrak aturan, baik Perpres maupun UU Jasa Konstruksi.
“Ini proses lelang dan kontrak sudah selesai, dan sudah melalui pengesahan DPRD Provinsi Lampung , rasionalisasi sangat merugikan rekanan penyedia barang dan jasa, alias kontraktor baik secara moril maupun materiil, Dinas PUPR Lampung bisa dikenakan sanksi perdata dan pidana karena telah melakukan pembohongan publik,” tegas Topan, Jumat (6/9/2019).
Malahan ia menilai, rasionalisasi lebih bersifat politis ketimbang teknis . “Kami selaku asosiasi perusahaan jasa konstruksi, bersama rekan – rekan pengusaha jasa konstuksi dalam waktu dekat akan menyikapi persoalan tersebut,” ujarnya.
Dikatakannya, bahwa pihaknya akan menuntut Dinas PUPR Lampung secara hukum terkait adanya rasionalisasi anggaran, padahal telah disahkan dalam APBD murni 2019. “Persoalan defisit anggaran seharusnya bukan jadi alasan, Pemerintah Provinsi Lampung bisa meminjam ke pihak ketiga misalnya, dalam hal ini perbankan, jangan serta merta memotong 50 persen dari proyek yang sudah jadi kontrak, lagian tidak ada istilah rasionalisasi dalam Perpres Pengadaan Barang dan Jasa, maupun Undang – Undang no.2 tahun 2017,” jelasnya.
Yang sangat disesalkan, lanjut Topan, adalah justru kenapa sudah melalui proses lelang dan kontrak, baru bicara defisit, kenapa tidak di awal. “Ini jelas jadi preseden buruk, karena Dinas PUPR Lampung tidak profesional dalam melaksanakan anggaran infrastruktur,” kata dia.
Atas persoalan ini, kami mendesak Pemprov Lampung melalui Dinas PUPR untuk membatalkan pemotongan atau rasionalisasi terhadap proyek yang sudah lelang dan tandatangan kontrak, karena hal ini melanggar peraturan dan perundang – undangan jasa konstruksi.
Adapun soal lelang ulang atas 17 paket proyek sudah dilelang yang bersumber dari APBD Murni tahun 2019, sambung Topan, bahwa penganggaran ini sudah melalui pengesahan dan kesepakatan antara pihak Eksekutif dan Legislatif. “Sudah ada di DIPA, dan kegiatan sudah melalui proses lelang, sudah dalam bentuk kontrak, tidak boleh dibatalkan atau dipotong dengan alasan defisit, ini jelas melanggar peraturan,” jelasnya lagi.
Sementara diketahui, berdasarkan APBD Perubahan tahun anggaran 2019, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi bersama DPRD Lampung, telah menambah anggaran Dinas PUPR Lampung sebesar Rp645.490.104.500. Sebelumnya, pada APBD murni tahun anggaran 2019, Dinas PUPR Lampung mendapat alokasi anggaran sebesar Rp825.374.042.000. Sehingga, terjadi pengurangan sebesar Rp179.883.937.500.
Sekretaris Dinas PUPR Lampung, Nurbuana juga membenarkan hal tersebut, dan mengatakan bahwa pada APBD-P tahun anggaran 2019, tidak akan ada tender. “Semua lelang proyek dihentikan. 100 persen tidak ada kegiatan APBD Perubahan tahun ini. Efisiensi anggaran Rp300 milliar, makanya kegiatan yang ada mengalami efisiensi 50 sampai 60 persen,” ungkapnya. (tk/*)