Terkuak, Bangkrutnya UPK Tanjung Bintang Diduga Banyaknya Kelompok Fiktif

LAMPUNG SELATAN – Carut marutnya kondisi keuangan Simpan Pinjam Unit Pelaksana Kerja (UPK) Kecamatan Tanjung Bintang yang jumlahnya hingga Milyaran rupiah, kini penyebabnya mulai terkuak.

Modal Simpan Pinjam Perempuan (SPP) milik UPK sejak tahun 2015 sebesar Rp. 2,8 Miliar yang dikabarkan hingga saat ini tak jelas untungnya, itu diduga dikarenakan banyaknya kelompok nakal yang terindikasi kelompok fiktif yang menjadi Nasabah Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang hingga saat ini tidak mengembalikan kredit SPP kepada UPK Tanjung Bintang.

Bacaan Lainnya

Keberadaan Kelompok Nakal yang terindikasi Kelompok Fiktif, itu diduga ada unsur kesengajaan dari sekelompok orang yang mempunyai kepentingan menggunakan dana SPP untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat kelompok SPP agar bisa mengajukan kredit SPP di UPK. Padahal, kelompok itu sebenarnya tidak memiliki anggota SPP.

Selain itu, ada juga ketua kelompok Nakal, kriteria Ketua kelompok Nakal ini adalah kelompok yang benar-benar memiliki anggota SPP, tetapi ketika anggota kelompok itu membayar cicilan kredit SPP oleh Ketua Kelompok tidak disetorkan ke UPK. Keberadaan kelompok fiktiplf dan ketua kelompok nakal ini sangat berpengaruh kepada keuangan UPK Tanjung Bintang, sehingga modal serta keuntungan UPK yang saat ini mencapai Rp. 3 Miliar tidak bisa dikembangkan karena keberadaan Dana SPP itu berada di Nasabah SPP.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Kecamatan Tanjung Bintang, Agus kepada Bongkar Post melalui hubungan telepon pada Senin (5/7) lalu.

Menurut Agus, sistem pengajuan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) pada UPK Tanjung Bintang itu melalui kelompok. Dalam Kelompok itu ada pengurus sebagai Ketua Kelompok. Pengajuan kredit pada UPK di perkuat oleh Rekomendasi Kepala Desa yang menyatakan kebenaran kebaradaan Kelompok SPP tersebut.

Ketika berkas sampai di UPK maka UPK mempelajari berkas permohonan kredit tersebut, itu pun UPK tidak memiliki wewenang untuk merealisasikan pinjaman kepada kelompok sebelum ada persetujuan dari Ketua Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD) Dasman. Dikarenakan BKAD sebagai penanggung jawab UPK sementara UPK hanya sebagai pengelola Simpan Pinjam Perempuan (SPP).

“Itu mekanisme sistem pengajuan kredit dari kelompok SPP ke UPK, kredit SPP ini hanya diperuntukan kepada kelompok-kelompok SPP yang ada di Desa-desa di Kecamatan Tanjung Bintang,” beber Agus kepada Bongkar Post.

Agus melanjutkan, ketika pengajuan pinjaman kridit oleh kelompok SPP di setujui oleh Ketua BKAD maka UPK segera merealisasikan pinjam itu kepada Kelompok SPP dengan cara ketua kelompok agar membawa anggotanya untuk menandatangani pencairan SPP di UPK.

“Nah ini, pada saat tanda tangan pencairan, itu kelompok fiktif membawa anggota kelompoknya. Tapi, setelah kredit berjalan dan pembayaran tersendat, Petugas Lapangan (PL) UPK mendatangi anggota kelompok itu, ternyata anggota kelompok itu hanya rekayasa, mereka sebenarnya tidak ikut meminjam kredit SPP UPK, semua SPP digunakan oleh Ketua Kelompok Fiktif itu secara pribadi,” tegasnya.

“Ini kan sama saja kami UPK diakali, sementara pengajuan kelompok itu berdasarkan Rekomendasi Kepala Desa yang juga anggota BKAD, UPK ini kan milik semua Desa, berarti Kades pun seharusnya sangat hati-hati dengan tidak sebegitu mudahnya memberi rekomendasi. Karena yang lebih mengetahui ada atau tidaknya kelompok SPP itu, ya Kades yang bersangkutan,” sambung Agus.

Selain itu, kata Agus, pada saat pencairan, kelompok fiktif itu membawa anggota kelompoknya, lalu UPK mencairkan sesuai dengan nominal pengajuan masing-masing anggota dan anggota kelompok pun semua tanda tangan.

“Ternyata di belakang, uang itu dimanfaatkan oleh seseorang yang mempunyai kepentingan, ini kan sama saja ngakali kami pengurus UPK,” ujarnya.

Agus juga mengklaim jika tidak semua kelompok SPP di Desa se-Kecamatan Tanjung Bintang ada Kelompok Fiktif dan Ketua Kelompok Nakal, bahkan ada kelompok yang benar-benar melaksanakan kewajibannya sebagai Nasabah SPP di UPK.

“Yang ada saat ini memang tidak semuanya di Desa ada kelompok nakal dan fiktip seperti itu. Perbandingannya untuk sementara ini sekitar 40 % berbanding 60 %, dalam arti 40 % itu kelompok yang benar-bebar ada dan setoran berjalan, dan yang 60 % itu kelompok nakal seperti kelompok fiktif dan Ketua Kelompok Nakal sebagian besar pinjamanya susah ditarik, ya kelompok seperti itu, Nasabah SPP yang terbesar di Desa Srikaton, ada juga di Desa Budi Lestari,” ungkapnya.

Permasalahan seperti itu, menurut Agus sudah sering disampaikan kepada Ketua BKAD agar mengambil langkah untuk bertinda tegas kepada Nasabah Nakal melalui Kepala Desa masing-masing dikeranakan Pinjaman Nasabah SPP di Desa berdasarkan Rekomendasi Kepala Desa.

“Kelompok itu kan memberikan jaminan surat berharga (surat tanah) yang dititipkan oleh Kepala Desa kepada UPK Tanjung Bintang. Kami sebagai pelaksana UPK bukannya mau benar sendiri, kami sudah sering menyampaikan kepada Ketua BKAD agar mengambil cara atau langkah agar dana yang ada pada kelompok Nakal itu bisa ditarik, data semua sudah kami siapkan, tapi kelihatanya Ketua BKAD, Dasman kurang greget, Kan jelas, BKAD itu sebagai Lembaga Kades-kades yang ada di Kecamatan, sementara sebagai kunci utama bisa atau tidaknya kelompok mengajukan kredit SPP di UPK itu berdasarkan Rekomedasi Kades,” urai Agus.

“Untuk semetara ini dana SPP UPK saat ini diperkirakan semua sekitar Rp. 3 milyar yang tersebar di semua kelompok, kalau karyawan sudah lama tidak menerima gaji dikarenakan tidak adanya saldo di UPK tapi kalau Kantor UPK tetap buka, kita selalu standby di kantor walau kondisi seperti ini,” pungkasnya.

(Firdaus)

Pos terkait