Sertifikat Rumah Buruh TKBM Mak Jelas, KSOP Pelabuhan Panjang Tutup Mata

LAMPUNG SELATAN – Ketidakjelasan sertifikat kepemilikan rumah bagi para buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang, masih bergulir. Adanya perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) tentang Pengadaan Perumahan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang, dengan Nomor: 47/KOP.TKBM/PP/01/14/2014, antara Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang dengan PT. Duta Hidup Lestari sebagai pengembang, sempat dipersoalkan pengurus Koperasi TKBM saat ini, dibawah kepemimpinan Agus Sujatma.
Hal itu diketahui, ketika pada bulan Juni 2020, Agus Sujatma yang baru sebulan menjabat Ketua Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang, melayangkan surat kepada PT. Duta Hidup Lestari (pengembang) untuk mengkoreksi perjanjian kerjasama No: 47/KOP.TKBM/PP/01/IV/2014, yang ditandatangani mantan Ketua Koperasi TKBM, Sainin (alm) dan Direktur PT. Duta Hidup Lestari, HA Tamzil.
Dalam surat tersebut, Ketua Koperasi TKBM Agus Sujatma mempertanyakan sertifikat kepemilikan rumah bagi buruh yang yang sudah mendapat dan menempati perumahan TKBM. “Itu Ketua Koperasi yang baru Agus Sujatma, juga membahas tentang tanggungjawab pengembang ketika sudah ada serah terima dan dibayar lunas, anggota Koperasi TKBM berhak menerima sertifikat dan tidak perlu menunggu hingga terbangun 200 unit rumah,” jelas sumber Bongkar Post.
Selain itu, dalam surat tersebut, dikoreksi pula soal kesepakatan pengadaan 1000 unit perumahan buruh TKBM, lantaran selama 6 tahun berjalan, dari 2014 – 2019, baru terbangun sekitar 134 unit rumah. “Kalau untuk mencapai target kontrak 1000 rumah, akan selesai sampai berapa tahun lagi,” ucap sumber ini bergidik.
“Jika mengacu pada kontrak 1000 unit rumah, berarti per tahun diperkirakan hanya 22 unit rumah yang terbangun,” imbuhnya.
Masih menurut sumber, sekitar bulan April tahun 2020, beredar kabar bahwa pihak Koperasi TKBM akan memutus kontrak dan mengganti pihak pengembang, karena banyak temuan. Namun, hingga saat ini, pengembang tetap dipegang oleh PT. Duta Hidup Lestari. “Gak tahu ada apa, tapi kok sekarang diam-diam aja pengurus koperasinya, tidak lagi mempersoalkan perumahan buruh itu,” pungkas sumber.
Sementara, saat ditemui terpisah, Kepala Dusun (Kadus) Sukorejo, Desa Tanjung Baru, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan, Joko mengatakan, saat dimulainya pembangunan perumahan TKBM, dirinya sudah menjabat sebagai Kadus. Seingatnya, surat tanah (sertifikat) tempat lokasi perumahan itu berada belum dilakukan pemecahan. Hal itu dikatakan Joko, menanggapi pernyataan Direktur PT. Duta Hidup Lestari, HA Tamzil yang menyatakan sudah memecah surat kepemilikan perumahan tersebut atas nama masing-masing buruh yang menempati perumahan TKBM itu.
“Itu kalau tidak salah, perumahan itu baru dibangun sekitar 8 hingga 10 unit, itu pun bangunannya belum jadi. Saat itu saya baru menjabat Kepala Dusun Sukorejo,” jelasnya kepada Bongkar Post, via ponsel, Rabu (6/10/2021).
“Kan biasanya pak, kalau ada pemecahan hak milik itu pasti kita sebagai Kadus mengetahuinya, karena namanya pemecahan surat itu kan menggunakan nama-nama batas kepemilikan (tanah), ya misal ada berita acaranya, pasti kita dan Ketua RT mengetahuinya, tapi setahu saya semenjak saya menjabat Kadus, tanah lokasi perumahan TKBM itu belum pernah dilaksanakan pemecahan. Selama ini saya juga belum pernah mendapat laporan dari Ketua RT lingkungan situ kalau lokasi tanah perumahan itu sudah dipecah, gak tau kalau mereka (pemilik, red) langsung ke desa,” jelasnya.
Sementara, KSOP Pelabuhan Panjang, selaku Pembina Koperasi TKBM tampak enggan mengomentari adanya persoalan perumahan buruh TKBM ini. Dihubungi via pesan Whatsapp pun dari wartawan, hanya dibaca tanpa ada tanggapan.
Diberitakan sebelumnya, selama 8 tahun menempati rumah, ratusan warga Perumahan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) buruh Pelabuhan Panjang tak memiliki sertifikat atas kepemilikan rumahnya. Padahal, jika dihitung secara upah kerja mereka, rumah subsidi senilai Rp130 juta itu, sudah lunas.
Ratusan Anggota TKBM yang menempati Perumahan TKBM, yang terletak di Desa Tanjung Baru, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan ini, kini menuntut haknya atas sertifikat rumah tersebut.
Diketahui, perumahan yang diperuntukan khusus bagi buruh pekerja bongkar muat Pelabuhan Panjang itu, didapat dari potongan hasil upah buruh senilai Rp1.000 per tonase, dari setiap kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Panjang. Pembelian unit rumah di Perumahan TKBM itu pun langsung diberikan oleh Perusahaan Bongkar Muat (PBM) kepada Koperasi TKBM. Juga termasuk potongan lainnya, seperti untuk BPJS, perlengkapan kerja, serta perumahan itu sendiri.
“Misal, upah bongkar muat itu per tonasenya Rp10.000, nah dari nilai upah itu ada bagian-bagian untuk upah buruh, kesejahteraan buruh, BPJS, perlengkapan kerja dan untuk perumahan, kalau untuk perumahan Rp1.000 per tonasenya,” ungkap sumber Bongkar Post.
Potongan dari upah bongkar muat sebesar Rp1.000 per ton yang dialokasikan untuk perumahan buruh, sudah berjalan sejak terlaksananya keputusan antara Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dengan buruh yang diwakili oleh Koperasi TKBM sekitar 8 tahun lalu. Hal itu mengacu juga kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. 35 tahun 2007, Pasal 4, alinea b, untuk tunjangan perumahan buruh TKBM.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Panjang, setiap kapalnya, ada yang mencapai muatan 30 ribu hingga 50 ribu ton. Dalam satu bulan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Panjang bisa mencapai 500 ribu ton dalam satu bulannya. Bila dikalikan Rp1.000 per ton untuk potongan perumahan buruh, maka dapat dibayangkan bisa berapa unit perumahan yang didapatkan oleh buruh dalam tempo waktu 1 tahun, secara tunai.
Sementara, Koperasi TKBM sebagai pengelola dana perumahan buruh selama 8 tahun ini, baru menyediakan sekitar 200 unit rumah. Sebanyak 170 unit sudah ditempati. Namun, hingga saat ini, buruh yang menempati Perumahan TKBM itu tidak memiliki bukti kepemilikan, alias sertifikat. Mereka (buruh, red) hanya menerima kunci, tanpa bukti surat kepemilikan apapun.
Padahal, dengan hasil potongan upah Rp1.000 dalam waktu 8 tahun, seharusnya buruh menerima 1 unit rumah dengan selembar surat kepemilikan (sertifikat) atas nama buruh yang bersangkutan.
Semua buruh di Pelabuhan Panjang, masing-masing sudah terdaftar di Perusahaan Bongkar Muat (PBM), dan masuk sebagai Anggota Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang. “Itu yang membayar upah buruh setiap ada aktivitas bongkar muat adalah PBM (perusahaan bongkar muat). Dibayarkan tidak langsung ke buruhnya, tapi ke Koperasi TKBM. Kalau misal muatan bongkar muat kapal 40 ribu ton, upah misal Rp10.000 per ton dan PBM memiliki 20 orang buruh, maka BPM harus bayar 40 ribu ton dikalikan upah per ton dikalikan jumlah buruh, dari upah itu sudah termasuk Rp1.000 per ton untuk perumahan,” jelas sumber Bongkar Post.
“Nah, kalau dilihat aktivitas bongkar muat kapal Pelabuhan Panjang dalam satu bulan misal 20 kali aktivitas bongkar muat, itu bisa mencapai 500 ribu ton per bulan. Kalau dipotong Rp1.000 per ton untuk perumahan, sudah berapa unit rumah yang bisa dibangun. Sementara 1 unit rumah di Perumahan TKBM seharga Rp130 juta. Jika dihitung selama 8 tahun, sudah cukup upah buruh itu untuk membayar 200 unit rumah, berarti buruh sudah beli secara tunai,” bebernya.
Sementara, pihak pengembang PT. Duta Hidup Lestari, H. Tamzil saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa untuk perumahan Buruh TKBM Pelabuhan Panjang, pihaknya sebagai pengembang melakukan kontrak langsung dengan Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang. Kontrak itu sudah terlaksana di masa kepengurusan Koperasi TKBM yang lama (alm Sainin, red).
“Kalau kami kontraknya dengan lembaganya (Koperasi TKBM, red) sejak kepengurusan koperasi yang lama. Kalau pengurus yang baru ini hanya melanjutkan saja. Memang ada adendum -adendumnya karena pergantian pengurus. Jadi tidak merubah dengan perjanjian MoU yang lama,” jelasnya, kepada Bongkar Post saat dihubungi via ponsel, Minggu (3/10/2021).
Pada MoU awal dengan pengurus koperasi yang lama, lanjut Tamzil, pihak pengembang PT. Duta Hidup Lestari kontrak sebanyak 1000 unit perumahan. Sementara, yang baru terlaksana sekitar 200 unit rumah. “Kita kontrak sebanyak 1000 unit perumahan, kita tidak mengatakan satu unit selesai, sementara ini kuotanya baru 20 persen, atau 200 unit, jadi masih jauh,” ungkapnya.
“Memang kontraknya sebanyak 1000 unit perumahan, tapi minimal kalau sudah terlaksana 50 persen dari jumlah kontrak baru bisa kita bagikan sertifikatnya. Kalau untuk pecah sertifikat sudah kita laksanakan, tapi kalau untuk balik nama sertifikat itu nunggu setelah kuotanya minimal 50 persen dari unit perumahan,” pungkas Tamzil.

(firdaus)

Pos terkait