Bandar Lampung, BP.id
Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah yang populasi penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia. Pembauran bermacam suku dan etnis penduduk dengan beragam adat dan kebiasaan sesuai dengan asal daerahnya masing – masing. Kondisi itu, tak jarang menimbulkan gesekan yang berujung konflik. Salah satu konflik terbesar yang sempat menjadi sorotan nasional adalah Kerusuhan Balinuraga yang terjadi sekitar penghujung akhir tahun 2012.
Konflik mengarah SARA tersebut, selain mengakibatkan belasan korban meninggal dunia dan luka-luka juga mengakibatkan ratusan rumah rata dengan tanah. Akibatnya ribuan warga dari etnis tertentu terpaksa mengungsi.
Menangani konflik skala besar yang mengoyak rasa kemanusianseperti itu, tentu perlu ekstra hati-hati.Selain pemimpinyang piawai dalam melakukan koordinasi juga tokoh yang dapat diterima semua pihak.
Nah, mungkin tidak banyak yang mengetahui salah satu tokoh yang berperan penting dalam menyelesaikan konflik tersebut adalah Drs, Hi. Ishak, M,.H. Pria kelahiran 22 Oktober 1962 ini, saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Dengan gerak cepat dan kepiawainya, konflik yang sempat menjadi sorotan nasional tersebut, selesai hanya kurang lebih sepuluh hari.
Hebatnya kini telah delapan tahun, pasca kerusuhan yang sempat menggemparkan itu nyaris tidak ada lagi konflik serupa di Kabupaten Lampung Selatan. Sebuah prestasi yang patut mendapat acungan jempol.Terbukti hal mengundang minat salah satu mahasiswa S2 dari Universitas Indonesia untuk melakukan penelitian tesis.
Dan, pria yang akrab disapa abang ini yang menjadi narasumber utamanya. Menurut catatan mahasiswa tersebut, kerusuhan Balinuraga, merupakan salah satu kerusuhan yang tercepat diselesaikan diseluruh Indonesia.
Saat berbincang santai di Begadang Resto, Bandar Lampung, Minggu (19/1/2020), para wartawan tergelitik untuk menelusuri sepak terjang ayah dari dua orang putra dan dua putri ini.
Setelah sempat terdiam sejenak, usai menghela nafas panjang sembarimata sedikit menerawang, lulusan Magister Hukum Unila ini seakan enggan kembali mengingat peristiwa yang menjadi sejarah kelam Kabupaten Lampung selatan itu.
Menurut Ishak, dalam menyelesaikan suatu konflik yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan hati yang tulus, ikhlas dan berdoa. Tulus dan ikhlas dalam bekerja dan senantiasa memohon pertolongan Allah SWT agar senantiasa mendapatkan perlindungan dan kemudahan.
“Yang pertama besarkan hati kemudian berdoa.Dengan hati besar dan tulus membantu untuk dapat menghentikan para pihak yang berkonflik dan alhamdullilah meski kurang lebih sepuluh hari tidak pulang dari lokasi kerusuhan, konflik tersebut dapat mereda dan melalui berbagai proses akhirnya terjadi perdamaian,” ujar pria yang sempat mengenyam Pendidikan Tata Ruang dan Transportasi di Negeri Kangguru ini.
Menyelesaikan konflik yang menjadi sorotan, tidak bisa dibilang gampang. Selain harus piawai melakukan koordinasi dengan semua pihak, gerak cepat dan luwes dalam menjalin komunikasi dengan para pihak untuk mencegah agar konflik tidak terus meluas.
Lima hari pasca-kerusuhan, Forkompinda Lampung Selatan mengumpulkan para tokoh adat, tokoh agamadan tokoh masyarakat Kabupaten Lampung Selatan untuk membuat kesepakatan perdamaian.
“Perdamaian awal di Kantor Gubernur memang belum menyentuh masyarakat lapisan bawah, tapi aura positif menjadi awalan yang baik untuk meredam konflik,” tutur pria yang mendapat gelar Adat Dalom Niti Adat dari Masyarakat Adat Pesisir Lampung Selatan ini.
Pengamanan, maupun menyalurkan bantuan-bantuan yang datang dari berbagai pihak mutlak menjadi perhatian.Karena kondisi lokasi kerusuhan yang porak poranda membuat tidak semua lokasi dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat.
“Menteri Perumahan Rakyat waktu itu terpaksa saya bonceng dengan sepeda motor untuk meninjau lokasi pembangunan perumahan sementara bagi korban kerusuhan,” kenang Aparatur Sipil Negara yang sempat menyabet Juara Satu Tingkat Nasional Pembina Koperasi Terbaik ini.
Kesulitan terbesar menata kembali daerah konflik bukan pada saat penyelesaian, namun justru dalam perjalanan menjaganya. Sebagai wakil pemerintah harus cepat tanggapagar tidak terjadi kecemburuan sosial dan salah paham dari para pihak yang berkonflik. Hal itu terbukti efektif meredam riak-riak yang berpotensi menjadi bibit kerusuhan lanjutan.
“Arahan dari pimpinan serta semangat dari semua pihak termasuk para jurnalis yang bertekat menerapkan jurnalisme damai membuat penangangan Konflik Balinuraga berlangsung cepat. Cepatnya proses damai tersebut tentu tidak terlepas dari peran Bupati dan Forkompinda serta tokoh adat dan semua pihak,” pungkas pria yang murah senyum itu.
Setelah kedamaian kembali terwujud di Lampung Selatan, pada tahun 2013 Seketaris Daerah Lampung Selatan yang fenomenal ini pindah tugas menjadi Sekretaris Daerah Kota Metro. Jabatan tertinggi Pegawai Negeri Sipil tingkat kabupaten/kota ini diembannya hingga awal tahun 2017. (rls)