Gelar Kongres Gerakan Perempuan Indonesia, PSP Siap Lawan Politik Partiarki

Bandar Lampung, BP

Perserikatan Solidaritas Perempuan (PSP) menggelar Konferensi Nasional Gerakan Perempuan Indonesia sebagai rangkaian menuju Kongres IX PSP yang diselenggarakan pada tanggal 2-3 Agustus 2023 di Hotel Horison, Bandar Lampung.

Bacaan Lainnya

Konferensi ini dibuka oleh perwakilan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
dan dihadiri oleh 11 komunitas dan anggota Solidaritas Perempuan, gerakan perempuan, maupun gerakan rakyat lainnya, serta masyarakat
umum.

Dengan Mengusung tema “Memperkuat Gerakan Solidaritas Perempuan dalam Melawan Sistem Politik
Patriarki yang Memiskinkan Perempuan”.

PSP melihat bahwa bergantinya rezim melalui pemilihan umum (pemilu) tidak menjamin hilangnya watak patriarki dalam rezim pemerintahan.
Dari pengalaman pemilu sebelumnya atau bahkan yang terjadi saat ini, masih terlihat bagaimana minimnya narasi-narasi atau gagasan untuk kepentingan perempuan.

Dinda Nuur Annisaa Yura, selaku Ketua
Solidaritas Perempuan.
(PSP) menjelaskan bahwa, politik yang dimaknai sebagai politik elektoral sangat berfokus pada sosok ataupun juga perebutan siapa yang menjadi presiden, atau anggota legislatif.

“Perempuan yang berjuang di jalur politik pun masih banyak tantangan karena budaya patriarki,” tutur Dinda.

PSP juga sebagai bagian gerakan perempuan di Indonesia telah merekam dan berjuang bersama perempuan akar rumput untuk melawan berbagai bentuk penindasan maupun ketidakadilan
yang dialami oleh perempuan.

“Dari perempuan akar rumput yang berjuang di komunitas-komunitas, kita justru belajar tentang demokrasi,” lanjut Dinda.

Konferensi ini juga menampilkan berbagai inisiatif perempuan, untuk bergerak secara kolektif, mengkonsolidasikan diri, dan mulai membangun gerakan politik.

“Dengan melihat persoalan perempuan perempuan akar rumput dan merefleksikannya bersama, maka bisa dilihat bahwa kekerasan dan kerentanan
berlapis yang dialami oleh perempuan tidak terjadi begitu saja, melainkan terjadi secara sistematis akibat politik yang patriarkis, yang pada akhirnya menjadi pijakan dalam mengeluarkan kebijakan,” kata dia.

Karenanya, membangun gerakan politik adalah upaya perempuan
merebut ruang untuk menyuarakan kepentingan mereka dan mendorong perubahan.

Selain itu, struktur kuasa yang tidak adil dapat menyebabkan perempuan dengan lapisan identitasnya harus berhadapan dengan relasi kuasa yang timpang, baik berhadapan dengan negara, perusahaan yang merampas kedaulatan perempuan, maupun dalam struktur sosial patriarkis
lainnya yang kerap meminggirkan dan tidak mengakui peran serta posisi perempuan.

“Tentunya kita juga akan melihat, mengkaji lebih dalam tantangan struktural yang dihadapi oleh perempuan sehingga kita bisa meletakkan diri kita, mengambil posisi, dan juga merumuskan strategi yang tepat untuk melawan sistem politik patriarkis,” tegas Dinda.

Oleh sebab itu, perempuan hendaknya memiliki agenda politiknya sendiri, karena politik patriarkis hari ini konsisten dalam mengabaikan perempuan.

“Perempuan perlu menunjukkan arah baru, politik yang membangun tanpa meruntuhkan, tanpa menggusur, politik tanpa menghancurkan melainkan merawat dan keadilan sosial tanpa meninggalkan seorang pun dan memberi tempat pada semuanya. Saya yakin Kongres Solidaritas Perempuan akan memunculkan hal-hal tersebut atau bahkan lebih,” ujar Asfinawati, aktivis pro-demokrasi.

Pemilu 2024 adalah momentum politik yang penting bagi rakyat Indonesia untuk memastikan pemimpin negara agar mengakui, memenuhi dan melindungi hak-hak perempuan Indonesia.

Perempuan di Indonesia selama ini mengalami penindasan, dieksploitasi, dan mengalami ketidakadilan karena identitas gendernya sebagai perempuan.

Patriarki telah mewujudkan dirinya dalam berbagai ideologi kekerasan lain seperti globalisasi kapitalisme, militerisme, dan fundamentalisme. Hasilnya adalah kekerasan terhadap perempuan, penghancuran alam dan lingkungan, serta penghancuran terhadap sistem pengetahuan tradisional.

Bentuk dari ideologi patriarki telah menjadikan perempuan hanya sebagai objek pembangunan. Tidak memiliki ruang dan kuasa dalam pengambilan keputusan, sehingga dampak spesifik yang akan dialami perempuan tidak pernah diperhitungkan.

Pandemi COVID-19 yang terjadi telah memperburuk peminggiran dan ketidakadilan yang terjadi. Krisis kesehatan berkelindan dengan krisis hutang, krisis iklim dan krisis lainnya sebagai sebuah krisis multidimensi.

Hal ini tidak terjadi begitu saja, melainkan terjadi sistematis akibat politik patriarkis yang menjadi pijakan dalam mengeluarkan keputusan yang dihasilkan pejabat untuk mengurus negara. Sistem politik patriarkis demikian dihasilkan dari pembajakan sistem Pemilu yang menggunakan polarisasi, politisasi agama, maupun politik identitas sebagai alat untuk memenangkan kontestasi politik dan mendapatkan kuasa hanya dijadikan target perolehan suara tanpa membincangkan substansi situasi dan kepentingan perempuan.

Dalam konferensi, ada beberapa rangkaian kegiatan yang dilakukan seperti Workshop Tematik dengan tema-tema yang berasal dari situasi perempuan dan apa yang diperjuangkannya hari ini, perumusan dan deklarasi posisi politik perempuan.

Selain itu, tersaji juga lorong waktu gerakan perempuan di Indonesia dan Pasar Puan yang menjadi salah satu strategi ekonomi tanding dari perempuan akar rumput dalam memperpanjang nafas perjuangannya.
(rls/jim)

Pos terkait