TERUSIR – Poster digital video dokumenter “Tuan Yang Terusir” di kanal ofisial YouTube “Indonesia Baru”. | idbaruid/Muzzamil
NUSA TENGGARA TIMUR, BONGKARPOST.CO.ID — Kanal media sosial berbagi video YouTube bernama “Indonesia Baru” didukung Instagram @idbaruid pada 1 Maret 2025 lalu kembali mengunggah video serial dokumenter hasil penelusuran sisi lain potret kepariwisataan nasional di destinasi wisata eksotis Pulau Komodo, Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Potret pilu, keluh kesah warga pribumi yang tak berdaya melawan spiral kekerasan negara untuk memastikan karpet merah bagi sesuatu bernama investasi, yang hingga mengerahkan apparatus represif demi membungkamnya. Potret pilu warga pribumi, “Tuan Yang Terusir”.
Video hasil penelusuran Tim Indonesia Baru: Benaya dan Yusuf, seputar ironi terancam terusirnya warga Pulau Komodo, pulau di Kepulauan Nusa Tenggara, timur Pulau Sumbawa dipisahkan Selat Sape, ujung paling barat NTT berbatasan dengan Nusa Tenggara Barat ini, patut direkomendasikan menjadi bahan renungan kolektif demi menilik ulang koeksistensi kita sebagai rakyat, penduduk, anak bangsa pemilik sah kedaulatan negara Republik Indonesia ini.
Pulau Komodo, Situs Warisan Dunia UNESCO
Pulau habitat asli komodo —spesies kadal raksasa yang memiliki panjang rerata 2-3 meter dan berat tubuh 90 kilogram, satwa langka dilindungi— ini salah satu kawasan Taman Nasional Komodo kelolaan pemerintah.
Pulau Komodo seluas 390 kilometer persegi (km²), bagian Situs Warisan Dunia UNESCO, berada di wilayah taman nasional ini bersama Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Gili Motang.
Per historiografi, sejak mula pertama dinamai Pulau Komodo oleh seorang Belanda, Letnan Steyn van Hens Broek, tahun 1910, berawal saat dirinya mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda soal adanya hewan besar yang disebut-sebut “menyerupai naga” di pulau ini, dia membunuh seekor diantaranya lalu membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor, Jawa Barat, untuk diteliti lebih lanjut.
Hingga nyaris satu abad atau tepat 99 tahun kemudian, Taman Nasional Komodo terpilih serta dinobatkan menjadi finalis “New Seven Wonders of Nature” tahun 2009, diumumkan tahun 2010 melalui voting daring di situs www.N7W.com pada tahun 2010.
Lalu pada 11 November 2011, New 7 Wonders mengumumkan pemenang sementara, Taman Nasional Komodo termasuk barisan destinasi pemenang bersama dengan Hutan Amazon, Teluk Ha Long, Air Terjun Iguazu, Pulau Jeju, Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa, dan Table Mountain.
Hutan Amazon, sebutan lain Amazonia atau Amazon Basin, adalah hutan hujan meliputi 7 juta km² luas wilayah meski hutannya sendiri 5,5 juta km² di 9 negara Amerika Selatan, yakni Brasil (60%), Bolivia, Ekuador, Guyana, Guyana Prancis, Kolombia, Peru, Suriname, dan Venezuela. Amazon ini rumah masyarakat adat, termasuk Urarina di Peru.
Teluk Ha Long, seluas 1.500 km² utara Vietnam dengan panjang garis pantai 120 km, berada dalam teluk Tonkin dekat perbatasan Tiongkok, sejauh 170 km dari Hanoi, ibu kota negara sosialis ini. Namanya dari “Vịnh Hạ Long” yang dalam bahasa Vietnam berarti “Teluk naga yang sedang turun”.
Air Terjun Iguazu di Sungai Iguazu perbatasan negara bagian Paraná, Brasil (20 persen) dan provinsi Misiones di Argentina (80 persen), membagi sungai jadi bagian atas dan bawah.
Pulau Jeju (Jeju-do), pulau terbesar di Korea, di selatan Semenanjung Korea, satu-satunya provinsi berotonomi khusus Korea Selatan.
Taman Nasional Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa, seluas 22.202 hektar dengan sungai bawah tanah sepanjang 8,2 km —terpanjang di dunia, terletak 80 km² utara kota terbersih dan terhijau se-Filipina: Kota Puerto Princesa, Palawan, berada di Pegunungan Saint Paul pesisir barat pulau, berbatasan dengan Teluk St. Paul di utara dan Sungai Babuyan di timur.
Sisi lainnya, Puerto Princesa Subterran River Natural Park ini alirannya langsung mengarah ke Laut Cina Selatan menyebabkan separuh bagian bawah sungai alami pasang surut dan jadi fenomena alam unik. 2010 silam, geolog dan aktivis lingkungan, menemukan sungai ini punya aliran sungai lainnya di atasnya, yang terbukti dengan adanya air terjun dalam gua.
Dan, Table Mountain, gunung berpuncak datar bak meja, masuk area Taman Nasional Gunung Meja di Cape Town, Afrika Selatan, obyek wisata unggulan —pemandangan dari atas gunung diklaim salah satu pemandangan terbaik di Afrika, pelancong mengunjunginya menggunakan kereta kabel atau mendakinya.
Masih ingat? Hasil voting: Taman Nasional Komodo mendapatkan suara terbanyak. Dan bersama keenam destinasi tersebut, dicatat pula sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia versi terbaru 2012.
Di Pulau Komodo, komodo hidup berkembang biak dengan baik. Habitatnya sekitar 1.300 ekor hingga Agustus 2009 (terbaru 1.700 ekor per data hingga 2023) ditambah sekitar 2.500 ekor dengan yang ada di pulau lainnya seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores namun tak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
Selain fauna komodo, pulau ini menyimpan eksotisme flora beragam.
Misal, kayu sepang (basionim: kayu secang), yang sedikitnya punya 23 nama sebutan di berbagai bahasa etnis Nusantara, nama Latin Biancaea sappan atau ‘sappanwood’ dalam bahasa Inggris, tumbuhan perdu anggota suku polong-polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan pepagan (kulit kayu) dan kayunya sebagai komoditas dagang rempah.
Tumbuhan yang asal-usulnya tidak diketahui pasti ini nun telah sejak lama dibudidayakan di India, Asia Tenggara, Melanesia dan Pasifik, terutama sebagai penghasil bahan pewarna juga bahan obat tradisional.
Sebagaimana kayu brazil atau brezel (P. echinata), kerabat dekatnya asal Amerika Selatan yang dimanfaatkan senada, kayu Sepang terutama dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna: makanan, pakaian, anyam-anyaman, dan barang-barang lain.
Rumphius mencatat, “Lignum Sappan” ini era lalu ditanam orang hampir di semua pulau Nusantara. Menjadi komoditas perdagangan antarbangsa hingga penghujung abad ke-19; setelah itu nilainya terus menurun kalah saing dengan bahan pewarna sintetis, kini hanya menjadi barang perdagangan di dalam negeri.
Serpihan secang dipakai sebagai pewarna merah minuman wedang uwuh. Khasiat lain kayu: pengelat (astringensia). Kandungan utamanya, brazilin (zat warna merah-sappan), asam tanat, dan asam galat. Simplisia kayu secang —irisan atau kepingan kecil kayu, dikenal sebagai Sappan lignum dalam sediaan Formularium Medicamentorum Soloensis (FMSo).
Etnis Komodo di Pulau Komodo juga sadar khasiat. Warga sini menggunakannya sebagai obat dan bahan pewarna pakaian.
Flora lain, pohon nitak (sterculia oblongata), diyakini berkhasiat sebagai obat tradisional. Bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.
Pelancong pulau, juga bisa lakukan trekking sekitar 3-4 jam mengikuti jalur dirancang, dengan aman. Di sini terdapat Gunung Ara setinggi 538 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan bisa didaki. Buat pembanding, waktu dibutuhkan untuk trekking di Pulau Rinca kurang lebih 1-2 jam.
Bila beruntung pelancong dapat melihat kadal raksasa itu tengah bertarung, menyerang mangsa atau lagi jalan-jalan saja. Pelancong sama sekali tak dianjurkan mendekat atau memberinya makan. Meski tampaknya malas dan lamban, komodo bisa berubah menjadi sangat agresif dan gerakannya cepat.
Indera penciumannya juga sangat tajam. Sebab itu, khusus pelancong perempuan yang tengah menstruasi, disarankan lapor ke petugas agar lebih diperhatikan dan dijaga.
Informasi penting lain, bukan cuma komodo, di pulau ini, juga Pulau Rinca dan Pulau Pidar, hidup 12 jenis ular dengan 3 jenis di antaranya beracun, yaitu ular hijau yang biasanya hidup di pohon, ular kobra, dan Russel’s Viper yang hidup di lubang tanah padang rumput savana. Pelancong lelagi disarankan memakai sepatu trekking agar lebih aman.
Setelah jelajahi alam daratannya, pelancong umumnya kepincut berlama-lama kunjungi pulau ini disebabkan pesona luar biasa jejalah kehidupan bawah lautnya. Airnya jernih indah.
Paling sederhana: snorkling, bagi adrenalin paling menantang: diving, menjadi aktivitas jelajah bawah laut andalan. Pasalnya, dunia mengakui bahwa kehidupan bawah laut di Taman Nasional Komodo memang powerful, menakjubkan. Setidaknya ada 385 spesies karang dengan 70 jenis bunga karang, juga 10 jenis lumba-lumba dan 6 macam paus, penyu hijau, ikan hiu, dan ikan pari serta ikan lainnya.
2000 Warga Komodo Terancam Terusir
Kembali ke fakta mencengangkan, diketahui dari dokumentasi video hasil penelusuran Benaya dan Yusuf dari tim Indonesia Baru, melalui tayangan akun YouTube “Indonesia Baru” bertajuk Serial Ekspedisi Indonesia Baru Edisi #18 diunggah 1 Maret 2025 dan hingga artikel ini usai disusun Selasa (11/3/2025) waktu sahur, telah ditonton 16 ribu kali, seputar ironi terancam terusirnya warga etnis Komodo warga pribumi pulau ini.
“2000 warga di Pulau Komodo terancam akan direlokasi untuk pembangunan pariwisata super premium ala pemerintah,” penggalan deskripsi tayangan tersebut.
“Benaya kembali merekam kisah warga Pulau Komodo, yang kini dihadapkan pada rencana relokasi demi wisata premium. Sebanyak 2000 warga terancam kehilangan tempat tinggal,” tulis unggahan akun Instagram Indonesia Baru, 1 Maret 2025, dikutip.
Dijelaskan, perjalanan itu juga menjadi babak terakhir Benaya-Yusuf menelusuri sisi lain pariwisata Indonesia. Hingga sampai pada satu gagasan, bagaimana pariwisata yang berkeadilan dan berkelanjutan itu seharusnya dijalankan.
“Lalu, bagaimana warga Pulau Komodo merespon situasi ini? Saksikan selengkapnya di Serial Ekspedisi Indonesia Baru Episode 18 – TUAN YANG TERUSIR di YouTube Indonesia Baru. #EkspedisiIndonesiaBaru #Pertamax #wisatapremium #Komodo #idbaruid #TiketSukarela,” lanjut deskripsi YouTubenya.
Terdapatnya tagar yang bersesuaian dengan hot issue tanah air belakangan ini, tersurat eksplisit pula dalam judul tayangan: “2000 warga Pulau Komodo terancam proyek wisata Premium (bukan Pertamax)”, bunyinya. Hehe.
“Warga Pulau Komodo menghadapi tekanan dari berbagai sisi. Di darat dilarang berburu, di laut menangkap ikan dibatasi, dan terjun ke sektor wisata pun terancam korporasi besar,” penggalan dokumentasinya di Instagram.
“Lalu, apa jadinya jika tanah yang telah dihuni turun-temurun justru dirampas atas nama pembangunan pariwisata? Simak perjuangan mereka dalam Serial Ekspedisi Indonesia Baru Episode 18 – TUAN YANG TERUSIR di YouTube Indonesia Baru atau klik link di Bio.”
“Terima kasih kepada kawan-kawan yang telah mendukung Koperasi Indonesia Baru. “Tiket Sukarela” dapat dikirim melalui rekening Bank Mandiri 1850004410798 (Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru) atau E-Wallet ShopeePay / Dana / OVO / GoPay 0823 2301 8859,” tulis tim, menjelajah aneka destinasi sejak dua tahun silam. Mereka turut galang donasi sukarela bagi yang bersimpati.
Sesuai fakta, berabad lebih sudah, sebanyak 2.000 jiwa warga dan sebanyak 1.700 ekor satwa Komodo hidup secara berdampingan.
Merujuk testimoni, warga Pulau Komodo yang berprofesi nelayan, aksesnya justru dipersulit dalam menangkap ikan. Aturan negara lewat Taman Nasional telah membatasi mereka. Atau melarang penangkapan ikan di zona inti dengan alasan konservasi.
“Ibaratkan laut ini lumbung kami, mata pencarian kami. Kalau tertekan dari situ, contohnya kan ada zonasi. Misalnya di lokasi itu ada tempat, sesuatu (ikan, red) yang pengen kami ambil sesuai dengan aturannya. Tapi kalau ada lingkaran (jalur pembatas) terus kami mau makan dari mana?” gugat seorang warga nelayan dari atas perahunya.
Istilah keren “zonasi”, didengarnya dari orang lain tanpa dia selaku warga pribumi, tak pernah diajak pihak pemerintah berdiskusi.
“Nanti ada posko-posko kita lapor. Ibarat di kebun sendiri nanti kita harus (beri) salam lagi sama orang lain, begitu kan?” gugat tanya dia.
Notabene, selain Desa Komodo, desa seluas 17 hektar ini, di ujung selatan pulau ada lokasi destinasi dekat Pelabuhan Loh Liang, lokasi dimana rezim Jokowi 2014 silam beri konsesi pengelolaan berupa pembangunan fasilitas pariwisata ke PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) milik Reza Herwindo, putra eks Ketua DPR yang terjerat kasus “papa minta saham” Setya Novanto. Total area konsesi, 154 hektar di Pulau Komodo, 274 hektar di Pulau Padar.
Selain cuplikan sejumlah tayangan aksi massa warga Pulau Komodo; dihadapi kekerasan polisi dan tentara saat demonstrasi menolak rencana pembangunan kawasan destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) 10 Bali Baru canangan pemerintah era Presiden Jokowi, di sini juga di Labuan Bajo dan Mandalika.
Satu hal yang bikin merinding, ujaran amarah salah seorang warga setempat, seorang kakek renta dengan berbahasa daerah setempat, “saya siap berjuang sampai mati,” berontak batin rasanya demi menyimaknya.
Catatan pewarta, acapkali ditemukenali, rezim pembangunan di negara belahan dunia mana pun, tanpa ampun menggempur subsistensi rakyat, warga, penduduk pribumi, demi untuk dan atas nama kepentingan investasi. Kata lain, investasi nir-empati.
Banyak kasus pula, bicara dalam perspektif keindonesiaan saja, notabene pelanggengan pemodelan investasi macam ini (baca: ceroboh), berujung justru perlawanan. Rakyat.
Tentu merugikan, berat sebelah, inproduktif, cenderung jadi bom waktu, dan jauh dari teladan nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, jauh dari teladan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Investasi, dibutuhkan. Peminggiran rakyat setempat, jangan. (Muzzamil)