Politik, Kristenisasi yang Jarang Disadari

/foto ilustrasi

Opini

Bongkarpost.co.id

Bacaan Lainnya

 

Politik, Kristenisasi yang Jarang Disadari

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)

Ekonomi dan politik praktis merupakan dua faktor yang seringkali ditenggarai penyebab seseorang meninggalkan kesilamannya.

Sebagai contoh seseorang yang rela mengorbankan agamanya dengan menjadi bagian penyembah berhala lantaran tergiur iming-iming pekerjaan yang berpenghasilan (lebih) tinggi atau menjanjikan posisi tertentu pada suatu jabatan atau kedudukan dengan syarat yang sama. Cara yang ditempuh bisa melalui pernikahan yang memang sudah memiliki ideologi atau kecenderungan hasrat dalam diri yang sama. Bisa juga dalam tujuan-tujuan khas duniawi lainnya.

Masih berkaitan dengan sebab khas keduniawian, politik secara esensial menjadi penyebab dari kristenisasi yang sering kali tidak disadari. Meski lebih halus dan begitu mendasar dari sekedar dua faktor sebelumnya, politik yang ada dalam diri setiap orang jika tidak ditata sedemikian rupa dapat menjadi sebab kerusakan sampai kepada hal paling radikal seperti keyakinan sekalipun.

Ada yang berpendapat bahwa segala sesuatu sejatinya bersifat politis. Meski tidak sepenuhnya benar, namun kenyataan dari ungkapan ini sebagai suatu sebab sekaligus realita yang terjadi dalam seluruh sisi kehidupan manusia sulit untuk disangsikan. Misalnya saja, politik yang jika saja merupakan serapan dari kata “polite” yang berarti halus atau sopan, suatu realita menunjukkan bahwa orang yang mampu bersikap demikian memiliki kemampuan dalam penguasaan berbagai sektor kehidupan manusia. Mereka yang halus atau sopan tersebut berpotensi memiliki kesempatan lebih besar dalam memangku perkara-perkara dunia.

Contoh dalam hal keyakinan atau agama dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, etnis yang terkenal dengan karakter sopan mampu membawa perubahan bahkan mengendalikannya. Tidak hanya terkait ekonomi dan politik praktis, politik yang termaksud bahkan dapat merasuk pada ranah keyakinan. Seperti pembangungan rumah ibadah atau tempat do’a di daerah pedalaman, terlepas kontroversi terkait legalitas hukum, kemampuan etnis tersebut dibanding etnis lain yang memiliki misi keagamaan yang sama terbukti mampu mendirikannya meski di tengah-tengah masyarakat yang telah beragama dan mayoritas berbeda.

Bukan maksud menunjuk negara sebagai lembaga tertinggi dalam memfasilitasi kesesatan manusia dan memeliharanya, namun komitmen politik praktis dalam menegakkan kebenaran terhadap rakyatnya seperti pengayoman dan menegakkan hukum-hukum Tuhan akan bersifat merengkuh secara sungguh.

Di sisi lain, religiusitas dan spiritualitas yang terdapat masing-masing agama, termasuk nuansa perbedaan para petingginya seperti Ulama atau para pendeta dan rahib-rahib juga rasa kebersamaan dan kesolidan dalam etnitasitas termasuk juga eksistensi etnis lain namun berkarakter berbeda meski beragama sama menjadi faktor yang diproyeksikan penulis pada kesempatan lainnya inshaaAllah.

Pada kesempatan ini, sebagai seorang yang telah lama berkutat dalam dunia Filsafat atau berkecimpung dalam dunia pemimiran, hendak mengajak pembaca untuk merefleksikan fenomena kehidupan bernegara yang terlanjur menjadi fakta besar sejarah, tentunya terkait dengan tema yang diangkat. Pancasila yang selama ini diakui bersama ideologi dalam bernegara tidak hanya ideal namun juga realistis logis pada satu sisi, namun di sisi lain terdapat perpecahan dengan hadirnya gerakan-gerakan secara positivistik bertentangan.

Terhadap pandangan kedua, eksistensi masyarakat dalam klasifikasi desa dan kota dipertebal dengan realita ketertinggalan atau disebut Badui atau masyarakat terbelakang. Satu sisi terdapat cita-cita pengayoman namun di sisi lain, pola tersebut teradopsi sedemikian rupa sehingga menciptakan masyarakat sebagai realita kini adanya. Lagi-lagi, edukasi dalam arti luas menjadi bagian penting dalam mengenalkan ilmu dan memanfaatkannya sekaligus menyadarkan setiap orang yang mewarisi kesalahan dari generasi ke generasi tersebut khususnya di negara ini, Indonesia! (*)

Pos terkait