LAMPUNG SELATAN – Miris, selama 8 tahun menempati rumah, ratusan warga Perumahan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) tak memiliki sertifikat atas kepemilikan rumahnya. Padahal, jika dihitung secara upah kerja mereka, rumah subsidi senilai Rp.130 juta itu, sudah lunas.
Ratusan Anggota TKBM yang menempati Perumahan TKBM, yang terletak di Desa Tanjung Baru, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan ini, kini menuntut haknya atas sertifikat rumah tersebut.
Diketahui, perumahan yang diperuntukan khusus bagi buruh pekerja bongkar muat Pelabuhan Panjang itu, didapat dari potongan hasil upah buruh senilai Rp.1.000 per tonase, dari setiap kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Panjang. Pembelian unit rumah di Perumahan TKBM itu pun langsung diberikan oleh Perusahaan Bongkar Muat (PBM) kepada Koperasi TKBM. Juga termasuk potongan lainnya, seperti untuk BPJS, perlengkapan kerja, serta perumahan itu sendiri.
“Misal, upah bongkar muat itu per tonasenya Rp10.000, nah dari nilai upah itu ada bagian-bagian untuk upah buruh, kesejahteraan buruh, BPJS, perlengkapan kerja dan untuk perumahan, kalau untuk perumahan Rp1.000 per tonasenya,” ungkap sumber Bongkar Post.
Potongan dari upah bongkar muat sebesar Rp.1.000 per ton yang dialokasikan untuk perumahan buruh, sudah berjalan sejak terlaksananya keputusan antara Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dengan buruh yang diwakili oleh Koperasi TKBM sekitar 8 tahun lalu. Hal itu mengacu juga kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. 35 tahun 2007, Pasal 4, alinea b, untuk tunjangan perumahan buruh TKBM.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Panjang, setiap kapalnya, ada yang mencapai muatan 30 ribu hingga 50 ribu ton. Dalam satu bulan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Panjang bisa mencapai 500 ribu ton dalam satu bulannya. Bila dikalikan Rp1.000 per ton untuk potongan perumahan buruh, maka dapat dibayangkan bisa berapa unit perumahan yang didapatkan oleh buruh dalam tempo waktu 1 tahun, secara tunai.
Sementara, Koperasi TKBM sebagai pengelola dana perumahan buruh selama 8 tahun ini, baru menyediakan sekitar 200 unit rumah. Sebanyak 170 unit sudah ditempati. Namun, hingga saat ini, buruh yang menempati Perumahan TKBM itu tidak memiliki bukti kepemilikan, alias sertifikat. Mereka (buruh, red) hanya menerima kunci, tanpa bukti surat kepemilikan apapun.
Padahal, dengan hasil potongan upah Rp1.000 dalam waktu 8 tahun, seharusnya buruh menerima 1 unit rumah dengan selembar surat kepemilikan (sertifikat) atas nama buruh yang bersangkutan.
Semua buruh di Pelabuhan Panjang, masing-masing sudah terdaftar di Perusahaan Bongkar Muat (PBM), dan masuk sebagai Anggota Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang. “Itu yang membayar upah buruh setiap ada aktivitas bongkar muat adalah PBM (perusahaan bongkar muat). Dibayarkan tidak langsung ke buruhnya, tapi ke Koperasi TKBM. Kalau misal muatan bongkar muat kapal 40 ribu ton, upah misal Rp.10.000 per ton dan PBM memiliki 20 orang buruh, maka BPM harus bayar 40 ribu ton dikalikan upah per ton dikalikan jumlah buruh, dari upah itu sudah termasuk Rp.1.000 per ton untuk perumahan,” jelas sumber Bongkar Post.
“Nah, kalau dilihat aktivitas bongkar muat kapal Pelabuhan Panjang dalam satu bulan misal 20 kali aktivitas bongkar muat, itu bisa mencapai 500 ribu ton per bulan. Kalau dipotong Rp1.000 per ton untuk perumahan, sudah berapa unit rumah yang bisa dibangun. Sementara 1 unit rumah di Perumahan TKBM seharga Rp130 juta. Jika dihitung selama 8 tahun, sudah cukup upah buruh itu untuk membayar 200 unit rumah, berarti buruh sudah beli secara tunai,” bebernya.
Sementara, pihak pengembang PT. Duta Hidup Lestari, H. Tamzil saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa untuk perumahan Buruh TKBM Pelabuhan Panjang, pihaknya sebagai pengembang melakukan kontrak langsung dengan Koperasi TKBM Pelabuhan Panjang. Kontrak itu sudah terlaksana di masa kepengurusan Koperasi TKBM yang lama (alm Sainin, red).
“Kalau kami kontraknya dengan lembaganya (Koperasi TKBM, red) sejak kepengurusan koperasi yang lama. Kalau pengurus yang baru ini hanya melanjutkan saja. Memang ada adendum -adendumnya karena pergantian pengurus. Jadi tidak merubah dengan perjanjian MoU yang lama,” jelasnya, kepada Bongkar Post saat dihubungi via ponsel, Minggu (3/10/2021).
Pada MoU awal dengan pengurus koperasi yang lama, lanjut Tamzil, pihak pengembang PT. Duta Hidup Lestari kontrak sebanyak 1000 unit perumahan. Sementara, yang baru terlaksana sekitar 200 unit rumah.
“Kita kontrak sebanyak 1000 unit perumahan, kita tidak mengatakan satu unit selesai, sementara ini kuotanya baru 20 persen, atau 200 unit, jadi masih jauh,” ungkapnya.
“Memang kontraknya sebanyak 1000 unit perumahan, tapi minimal kalau sudah terlaksana 50 persen dari jumlah kontrak baru bisa kita bagikan sertifikatnya. Kalau untuk pecah sertifikat sudah kita laksanakan, tapi kalau untuk balik nama sertifikat itu nunggu setelah kuotanya minimal 50 persen dari unit perumahan,” pungkas Tamzil.
Diberitakan sebelumnya, warga Perumahan TKBM yang merupakan pekerja bongkar muat di Pelabuhan Panjang yang tergabung dalam Anggota Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang, mempertanyakan status kepemilikan rumah yang ditempatinya, selama kurang lebih 8 tahun.
“Kami yang tinggal di Perumahan TKBM ini, semua bekerja di Pelabuhan Panjang dan masuk sebagai Anggota Koperasi TKBM. Perumahan ini sudah ditempati sekitar delapan tahun, tapi sampai sekarang status kepemilikannya belum jelas. Karena sampai hari ini kami tidak diberi sertifikatnya,” katanya, kepada Bongkar Post belum lama ini.
Menurutnya, hampir sekitar 200 penghuni perumahan TKBM itu tidak memiliki selembar surat status kepemilikan, apalagi sertifikat kepemilikan. Padahal, rumah tersebut dimiliki oleh pekerja TKBM tidak secara angsuran, melainkan secara kontan dengan cara pemotongan upah hasil kerja buruh yang tergabung di Koperasi TKBM.
“Perumahan ini tidak seperti perumahan lainnya yang melalui pengembang (developer), melalui pembayaran secara angsuran dengan jangka kontrak sekian tahun. Kalau perumahan ini statusnya milik pekerja yang kami beli kontan melalui Koperasi TKBM, yang bekerjasama dengan penyedia perumahan yaitu PT. Duta Hidup Lestari,” ungkapnya.
“Ya, kami tidak mau tahu apapun komitmen antara Koperasi TKBM dengan penyedia perumahan. Yang kami tahu ini adalah rumah milik kami yang kami beli secara tunai dari Koperasi TKBM. Yang namanya kita beli secara tunai, wajar dong kalau kami mempertanyakan sertifikatnya. Karena sertifikat itu sebagai bukti kepemilikan yang sah. Selama 8 tahun menempati rumah milik sendiri seperti hanya numpang tempat tinggal saja di rumah orang, tidak jelas kepemilikannya,” keluhnya.
“Kalau masalah sertifikat, sudah sering kami pertanyakan kepada Ketua Koperasi TKBM Agus Sujatma dan pengurus lainnya, namun jawabannya selalu hanya sabar. Yang pasti kami minta sertifikat kepemilikan rumah ini segera diberikan kepada kami,” tegasnya.
Sementara saat dikonfirmasi, Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Panjang, Agus Sujatma menjelaskan, masalah sertifikat kepemilikan perumahan karyawan TKBM itu mengikuti MoU yang sebelumnya ada di masa kepemimpinan Ketua Koperasi sebelumnya. Dalam MoU itu tercantum bahwa setelah berdiri sekitar 300 unit perumahan TKBM baru dilakukan pemecahan sertifikat oleh pengembang.
“Kita tinggal melanjutkan apa yang ada pada MoU yang lama. Sebenarnya ini konfirmasinya ke pengembang (developer) karena kemarin pun ada surat yang masuk terkait masalah ini, saya tidak bisa menjawab dikarenakan ini internal urusan pengembang,” jelasnya, kepada Bongkar Post, via telepon seluler, pada Rabu (29/9/2021).
Menurutnya, untuk perumahan Karyawan TKBM di masa ia menjabat, tidak lagi membuat MoU baru kepada pihak pengembang. “Kita menjabat Ketua Koperasi TKBM ini baru sekitar satu tahun dan kita tidak membuat MoU baru terkait pengadaan perumahan untuk karyawan koperasi TKBM, ya kita hanya melanjutkan MoU yang lama,” ungkap Agus.
Selain itu, kata Agus, kalau sesuai prosedur hukum, karyawan yang menempati perumahan itu pasti akan mendapatkan haknya, seperti sertifikat kepemilikan. “Itukan sudah ada nomor Hak Anggota yang mendapatkan perumahan, sudah pasti itu. Karena kalau tidak dilegalitaskan maka akan berbahaya. Yang menghuni perumahan itu semua Anggota Koperasi TKBM, melalui supervisi dan KRK-nya, maka kita bekerjasama dengan pihak pengembang PT Duta Hidup Lestari. Jadi, sekarang ada perubahan dengan melibatkan pihak ketiga, karena untuk percepatan pembangunan perumahan, jangan sampai keterlambatan penempatan bagi orang-orang yang sudah lanjut usia,” jelas Agus.
“Kalau dulu masa pimpinan ketua lama, dalam satu bulan hanya 3 perumahan yang dibangun. Tapi sekarang ada program percepatan pengadaan perumahan melalui pihak ketiga dengan Bank BNI melalui subsidi. Dalam dua akad ini kita sudah bangun 25 unit,” terang Agus.
(Firdaus)