Kepsek Tuding Informasi Fitnah, Terungkap Pengakuan Walimurid SMKN 7 Bandar Lampung Lebih Parah

BANDAR LAMPUNG – Terkait dugaan pungli berkedok sumbangan guna pembangunan sekolah di SMKN 7 Bandar Lampung, yang mencapai ratusan juta rupiah, hal itu dibantah oleh Kepala SMKN 7 Bandar Lampung, Salahudin, ST., M.Pd. Bahkan Salahudin menuding informasi yang didapat media sebagai fitnah.

“Fitnah…tidak ada satu orang siswapun di SMKN 7 yang membayar sampai 7 juta, apalagi lebih, jika ada silahkan bawa orang yang bersangkutan ke hadapan saya dan saya siap berhenti hari itu juga,” ujar Salahudin, saat dihubungi melalui pesan Whatsapp, pada Senin (18/10/2021).

Bacaan Lainnya

“SMKN 7 sudah menjalankan amanat PERGUB 61 dengan benar, ortu siswa membayar hanya sebatas kemampuan masing-masing,” jelasnya.

Ia pun menyilahkan orangtua murid SMKN 7 melaporkannya dan diliput oleh media jika benar di sekolahnya terdapat pungutan seperti yang diberitakan.

“Jika benar ada yang bayar Rp7 juta bahkan lebih di SMKN 7, silahkan bawa orangnya ke SMKN 7 dan kumpulkan semua media agar ikut meliput,” ujar Salahudin, via Whatsapp.

Hal ini sangat berbeda dengan pengakuan salah seorang walimurid yang mengaku disodorkan surat saat diundang ke sekolah yang berisikan permintaan sumbangan.
Miris, di tengah kondisi pandemi Covid-19, sekolah ini tetap memungut sumbangan ke walimurid, dengan nominal yang sudah ditentukan, tanpa adanya musyawarah mufakat dengan para walimurid sebelumnya.

Sumber media ini mengungkap, saat dirinya diundang ke sekolah, pihak sekolah memaparkan slide rencana pembangunan fasilitas sekolah. Beserta surat berisikan permintaan sumbangan kepada para walimurid dengan nominal yang bervariasi.

Menurut sumber ini, ia ditawarkan sumbangan dengan nominal Rp6 juta, sementara walimurid lainnya ada yang ditawarkan dengan nilai yang lebih tinggi.

“Waktu itu ramai sekali di sekolah, surat yang berisikan sumbangan itu sudah tercantum pilihan nominal beda-beda,” ungkapnya.

“Karena saya tidak mampu memenuhi keinginan pihak sekolah, maka pihak sekolah menurunkan 1 juta sehingga yang tadinya saya harus bayar 6 juta jadi 5 juta,” imbuh walimurid yang berprofesi buruh serabutan ini.

Tanpa bisa berkata apa apa, walimurid ini mengikuti keinginan pihak sekolah. Namun ia menyayangkan tidak adanya rapat terlebih dahulu dengan walimurid sebelum memutuskan beberapa nominal sumbangan yang ditawarkan pihak sekolah.

“Jadi pada saat itu agendanya silaturahmi dengan pihak sekolah tapi tahu tahu kami disodorkan surat sumbangan itu, dan nilainya sudah tercantum,” ujar sumber ditemui di kediamannya.

Bahkan, masih kata walimurid ini, kepala sekolah mengeluhkan soal gaji guru honor di sekolah itu yang belum terbayar. Sementara, masih tutur sumber, kepsek juga beralasan menunggu Pergub, sehingga minimal nilai sumbangan tahun ini disamakan dengan sumbangan tahun sebelumnya.

Parahnya, ternyata tak hanya minta sumbangan sekolah, siswa/i di sekolah ini juga dipungut uang ujian per semester Rp500.000 per siswa/i. Padahal menurut sumber, ujian dilaksanakan secara daring, selama dua tahun belakangan ini.

Parahnya lagi, beberapa guru melakukan praktek pungli ke siswa/i yang nominalnya diganti dengan barang.

“Murid yang pelajarannya tidak lulus dan agar nilainya keluar, guru minta sesuatu ke murid itu berupa barang,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, SMKN 7 Bandar Lampung diduga mengabaikan Pergub 61/2020. Pasalnya sekolah tersebut memungut sumbangan hingga ratusan juta rupiah. Pihak sekolah beralasan salah satunya untuk membayar gaji guru honor. Padahal gaji guru honor sudah teralokasi melalui BOSNAS, anggaran dari pusat, bukan meminta dari walimurid

Berdasarkan informasi yang didapat Bongkar Post di lapangan, ditemukan adanya pungutan berkedok sumbangan dengan nilai bervariasi dari Rp7 juta, Rp8 juta, Rp9 juta. Itu hanya untuk jurusan akuntansi. Sementara untuk jurusan lainnya, nilainya jauh lebih besar.

Mirisnya, pungutan berkedok sumbangan itu sudah berjalan selama 2 tahun, tepatnya selama pandemi berlangsung.

Berdasarkan informasi yang didapat, pada saat Rapat Komite Sekolah masing-masing orangtua murid yang hadir disodorkan surat edaran yang berisikan permintaan sumbangan, dengan besaran nilai yang sudah tercantum di surat tersebut. Para orangtua disuruh memilih nilai sumbangan sesuai kemampuannya. Namun sayangnya tanpa melalui rapat dengan keputusan musyawarah mufakat, angka – angka sumbangan itu seolah sudah wajib hukumnya dibayarkan oleh para orangtua murid. Para orangtua murid pun mau tak mau mengikuti.

Bayangkan saja, di sekolah tersebut terdapat kurang lebih 1000 siswa. Apabila 1 siswa dipungut dengan nilai yang terkecil saja, yaitu Rp7 juta, sementara ada sekitar 1000 siswa di sekolah tersebut, berapa uang yang mampu diraup pihak SMKN 7. Mencapai angka yang sangat fantastis, Rp7 miliar, setahunnya.

Anehnya, ketika orangtua murid melakukan pembayaran sumbangan tersebut, pihak sekolah memberikan kuitansi dengan bahasa “titipan”. Dan uangnya diterima oleh Bendahara Sekolah.

Apa yang dilakukan pihak SMKN 7 Bandar Lampung ini, jelas tidak mengacu kepada Pergub No. 61 tahun 2020. Lantaran, besaran nilai sumbangan yang sudah ditetapkan pihak SMKN 7 Bandar Lampung tidak berdasarkan prinsip diantaranya musyawarah mufakat, kecukupan dan keterbukaan. Hal itu tercantum pada Bab III Pasal 5 dan Pasal 6.

Kemudian pada Bab V Pasal 8 ayat F disebutkan bahwa satuan pendidikan wajib membebaskan sumbangan pendidikan bagi peserta didik yang berasal dari kalangan miskin.

Sementara, sempat dikonfirmasi terkait persoalan ini, Kabid SMK Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Zuraida, tampak enggan menanggapi. Terkesan mengamini apa yang dilakukan pihak SMKN 7 Bandar Lampung terhadap walimuridnya. Pesan whatsapp yang dikirimkan wartawan hanya dibaca, tanpa ada tanggapan atas persoalan tersebut.

(TK)

Pos terkait