LAMPUNG TENGAH – Refleksi kepemimpinan Musa Ahmad – Ardito Wijaya pasangan Bupati dan Wakil Bupati Lampung Tengah, ternyata belum mampu merubah kondisi pasar daerah Bandarjaya Plaza (BJP).
Perubahan pasar modern Bandarjaya Plaza sebagai pusat perkembangan ekonomi rakyat, sekaligus icon daerah yang berjuluk Bumi Beguwai Jejamo Wawai (BJW), adalah satu dari sekian banyak program pasangan Berjaya saat berkampanye dulu.
Namun faktanya, hingga satu tahun kepemimpinan keduanya, belum juga bisa merubah kondisi pasar rakyat kecil, ada apa sebenarnya, sehingga terlihat sulit untuk mengembalikan masa kejayaan pasar kumuh menjadi pusat perbelanjaan berkelas modern, seperti pada masa Bupati Andy Achmad.
Seperti dikatakan seorang pengamat pembangunan Lampung Tengah, Drs. Supriyanto, sepertinya tidak ada kesungguhan dari Bupati Musa Ahmad, untuk segera mengembalikan kejayaan pasar BJP seperti era tahun 2003 lalu, sehingga sampai satu tahun Musa – Dito memimpin Lampung Tengah, belum juga ada perubahan.
Kondisi pasar masih terlihat kumuh dan kurang perhatian, wajah pasar semerawut tidak tertata, kebersihan tidak maksimal, penataan pedagang tidak diperhatikan, tumpukan pedagang kaki lima (PKL) di dalam pasar semakin padat, sehingga sulit bagi pengunjung untuk masuk ke dalam pasar.
Belum lagi kerusakan sarana dan prasarana bangunan, mulai dari pintu, atap bocor, keramik lantai mengelupas, beberapa bagian gedung yg mulai retak di beberapa sisi, ditambah dengan tumpukan sampah di lokasi pasar yang tidak beraturan, semuanya menyatu seirama.
“Coba kita perhatikan, bagian mana pasar itu yang sedap dipandang mata, hampir tidak ada yang membuat kita nyaman. Saya pikir Bupati Musa Ahmad kurang serius menangani masalah pasar BJP, padahal pasar itu adalah pusat perputaran ekonomi rakyat kecil dan menengah,” kata Supriyanto.
Ditambahkannya, untuk menyampaikan pesan masyarakat ini, harus ada orang yang berani menyampaikan data dan fakta sebenarnya, agar dapat dijadikan PR bagi pemerintah daerah, bila ini dibiarkan berlarut-larut, tentu imbas buruknya akan kembali kepada bupati, karena masyarakat kecil tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di dalam.
“Masyarakat kecil jangan disuruh memahami kondisi di dalam, yang mereka tahu adalah bupati mampu atau tidak, untuk merubah kondisi pasar itu dengan cepat dan tepat. Jadi yang dinilai masyarakat adalah bupatinya, bukan persoalan di birokrasi pemerintahan,” jelasnya.
Sebagai masyarakat asli yang terlahir, hidup dan menetap di Lampung Tengah, Supriyanto merasa perlu memberikan warning kepada Bupati Musa Ahmad, yang juga sebagai putra asli daerah Terbanggi Besar, agar mempertahankan nama baiknya dimulai dari pasar BJP, karena pasar tersebut adalah pusat pertemuan masyarakat di Lampung Tengah.
Satu hal lagi, imbuh Supriyanto, dalam rangka menghadapi bulan ramadhan dn hari raya idul Fitri tahun 2022 ini, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap pasar ini, adakah perbaikan sarana prasarana gedung pasar, atau program lain yang kepentingannya menyentuh langsung kepada masyarakat dan pedagang pasar.
“Ada gak perbaikan di bangunan pasar itu, seperti perbaikan atap misalnya, atau penurunan harga sembako, karena itu berhubungan langsung dengan kepentingan pedagang dan pengunjung. Jangan sampai pedagang sepi karena pengunjung enggan masuk pasar, ini kan merugikan masyarakat,” ujarnya.
Supri juga mengeluhkan, bagaimana Investor akan melirik BJP, jika pemerintah daerah sendiri tidak jelas mau diapakan pasar itu, ia mengaku bingung, kenapa DPRD tidak ada niatan membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang pasar guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi di pasar BJP, mana fungsi pengawasan dan kontrol DPRD, sudah hampir satu tahun pasar itu dikelola oleh Pemda, namun tidak ada prestasinya.
(Red)