Bongkar Post – Aliansi Mahasiswa UIN Lampung Pertanyakan Laporannya ke KPK

 

 

Bacaan Lainnya

Bongkarpost.co.id, Bandarlampung

Aliansi Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung menyuarakan keresahan atas belum adanya kejelasan dari KPK terkait laporan yang telah mereka ajukan ke Jakarta sejak 9 Desember 2024.

Laporan tersebut memuat 11 dugaan pelanggaran serius yang ditenggarai melibatkan sejumlah pejabat kampus dan pihak eksternal.

Berikut dugaan pelanggaran dari laporan tersebut:

1. Dugaan Gratifikasi & Komersialisasi Mahasiswa

Oknum dosen PNS berinisial “LM” di Prodi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam (BKPI), Fakultas Tarbiyah, diduga meminta biaya tambahan dari mahasiswa melalui kegiatan akademik, melanggar prinsip integritas dan profesionalitas dosen.

 

2. Indikasi Gratifikasi dari PT. Tampia Group

Perusahaan diduga memberikan jatah “anggaran” untuk W melalui oknum “AA” untuk dititipkan ke Wakil Rektor (Warek) II melalui jalur bank dan pungutan langsung. Mahasiswa menilai pola ini tidak sesuai prosedur pengelolaan dana di institusi negara.

 

3. Komersialisasi Fieldtrip di Seluruh Fakultas (2022)

Kegiatan fieldtrip diduga menjadi ladang bisnis yang dibagi-bagikan dengan skema:

• Fakultas/Jurusan: 10%

• Dekan: 3%

• DPL: Rp 1.500.000

• (H) & (S): Rp 100.000/mahasiswa

• Rektor: Rp 50.000/mahasiswa

Maka dari itu, kegiatan Fieldtriep merupakan salah satu bentuk komersialisasi kepada mahasiswa di UIN Raden Intan Lampung.

 

4. Sport Center Dipihak-ketigakan Tanpa Dasar Hukum.

Mahasiswa mempertanyakan alih kelola Sport Center dan parkiran kampus yang justru membebani mahasiswa. Pengelolaan diduga melanggar Perpres No. 16 Tahun 2018 karena tidak melalui proses sesuai aturan pengadaan.

 

5. Sistem Keamanan (Security System) Lemah & Biaya Keamanan Tak Transparan

Masih terjadi kasus kehilangan kendaraan. Mahasiswa tetap dibebankan biaya keamanan, sementara penyediaan jasa keamanan diduga tidak melalui mekanisme lelang.

 

6. Rekrutmen Satpam & OB Tidak Prosedural

Proses perekrutan diduga tidak dilakukan melalui pihak ketiga serta tidak terbuka sebagaimana aturan dalam Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa.

 

7. Minim Transparansi Penyerapan Dana Bantuan Layanan Umum (BLU) 2022

Penyerapan anggaran dinilai tidak berdampak pada kualitas pembelajaran, salah satu indikasi pemborosan anggaran terlihat dari pelaksanaan Raker Pejabat di Bandung, yang dinilai bisa dilakukan di kampus.

 

8. Spanduk Warek II dan Isu Kekayaan Tak Wajar Spanduk bertuliskan “Warek II bisa buat rumah baru + mewah” muncul di depan kampus. Mahasiswa mendesak agar isu ini diusut tuntas dan dibuka kepada publik.

 

9. Dana CSR Kampus Diduga Tidak Transparan

Perolehan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kampus tidak diketahui wujud dan manfaatnya. Mahasiswa menuntut transparansi: berapa jumlahnya dan untuk apa saja digunakan?

 

10. Akreditasi Internasional Diduga Modus Operandi

Program akreditasi bertaraf internasional dinilai tak menghasilkan capaian jelas, mahasiswa curiga kegiatan ini hanyalah kedok untuk pengeluaran anggaran perjalanan dinas.

 

11. Proyek Siluman Tanpa Plang Informasi

Banyak proyek pembangunan kampus tidak mencantumkan plang sebagaimana diwajibkan Perpres No. 70 Tahun 2012. Kualitas bangunan juga dipertanyakan: ditemukan retakan dan paving amblas.

Sudah hampir enam bulan sejak laporan resmi Aliansi Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun hingga hari ini, tak ada satu pun pernyataan terbuka, klarifikasi, atau tindak lanjut yang bisa diakses dan disampaikan ke publik.

Mahasiswa Tuntut KPK buka Progres, “Kami menagih transparansi, laporan ini sudah kami sampaikan sejak akhir 2024, dan apabila KPK hari ini tidak ada tindak lanjut. Kami meminta kepada Presiden dan Wakil Presiden untuk menuntaskan permasalahan ini. Kami berharap masih ada kebenaran di negeri ini. Dan bila tetap tidak ada, kami akan mempertimbangkan untuk membawa Aliansi ini untuk aksi lebih luas di Jakarta,” ujar Koordinator Aliansi Mahasiswa kepada media ini pada Minggu (8/6/2025) melalui rilisnya.

Mahasiswa berharap laporan tersebut ditindaklanjuti secara objektif dan profesional. Kejelasan dari KPK bukan hanya soal hukum, tapi juga soal menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan dan penegakan hukum itu sendiri. Apakah suara mahasiswa tak cukup penting? Apakah laporan yang memuat belasan poin dugaan pelanggaran serius hanya akan berakhir di meja arsip?

Mahasiswa telah menjalankan kewajiban moral dan konstitusionalnya sebagai bagian dari warga negara yang peduli pada transparansi dan integritas publik. Tapi ketika lembaga sekelas KPK tak menunjukkan respons, wajar jika muncul pertanyaan: masihkah kita bisa percaya bahwa keadilan berjalan tanpa pandang bulu?. Kami percaya bahwa KPK adalah garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Tapi kepercayaan itu tak cukup dijaga hanya dengan simbol, melainkan perlu dibuktikan dengan tindakan. (Red)

Pos terkait