Pojokan Bongkar Edisi 6
“Walau nanti kalah dalam pileg, tapi memang sudah saatnya pensiun dari politik. Sudah umur 60 ini. Jenuh, ingin kembali berbaur dengan masyarakat, fokus pada lingkungan hidup dan ekosistem.”
Itu perkataan awal yang keluar dari seorang politisi senior PDIP, Ningrum Gumay (ketua DPRD Provinsi Lampung) di tempat nongkrong langganan, kemarin sore seberang Mall Transmart.
Kopi susunya made in warung Mie Aceh tak ada duanya. Enak. Kami sepakat soal ini walaupun bang Mingrum (sapaan akrabnya) lebih suka minum teh tarik.
Akhirnya ngobrol banyak hal dan serius tentang berbagai isu nasional dan lokal. Keseruan diskusi dan perdebatan sempat menarik perhatian sebagian pengunjung warung di sebelah dan belakang meja kami.
Soal isu politik nasional, pilkada, kasus KONI Lampung, Bank Lampung, banjir kota, hutan kota, ekosistem dan lingkungan hidup, serta politik corporate dalam pilgub mewarnai percakapan hampir 2 jam tersebut.
Mingrum Gumay dulunya seorang penggiat lingkungan hidup, aktivis partai, salah satu penggagas AJI, lama berkecimpung dan bergaul di dunia pers. Dia tau persis peristiwa ‘Kudatuli’ (Peristiwa Dua Puluh Tujuh Juli) tahun 1997, kongres PDI Suryadi, penculikan, penghilangan aktivis, dan gerakan Prabowo Subianto. Mengenal dengan baik beberapa nama aktivis pro demokrasi dan sama-sama berjuang walau beda partai. PDIP adalah pilihan politiknya sampai sekarang.
Hampir semua persoalan dibahasnya dari sudut pandang regulasi dan undang-undang, terkesan kehati-hatiannya dalam bicara. Maklum ketua dewan.
Hutan Kota
Persoalan hutan kota pada akhirnya yang ditimbun rencana untuk bangunan. Pemerintah Kota dan instansi terkait harus mencermati dan hati-hati. Pembangunan kota harus memperhatikan estetika yang berdampak pada lingkungan sekitarnya, kalau memang itu jalur hijau kembalikan fungsinya, tidak dipaksakan untuk pembangunan yang bersifat fisik.
Seharusnya Perda Kota tidak memberi izin bagi siapa pun untuk membangun di atasnya, dengan alasan apa pun. Barusan kita mengalami iklim el nino tahun lalu, kini banjir di kota dan kabupaten lain. Ini yang dinamakan mega proyek menuai bencana bagi masyarakat.
Contoh di Rajabasa, dulu ada embung resapan air, kini sudah tidak ada lagi. Ini tugas dinas terkait mengatasinya. Intinya jangan terlalu gampang memberikan tanpa menganalisis dampak terhadap lingkungan untuk jangka panjang.
Pembangunan di atas hutan kota harus distop alias dihentikan untuk selamanya. Tidak ada azas manfaatnya. Kembalikan lagi ke zona hijau, tanami kembali. Ingat, tanah itu mempunyai fungsi sosial. Undang-undang nomor 5 tahun 1960, PP 24 tahun 97, dan seterusnya. Tidak ada kepemilikan tanah bersifat absolut di negeri ini. Kembalikan saja ke UUD 1945 pasal 33.
Banjir Kota
Pemerintah kota, kabupaten, dinas terkait sampai tingkat RT harus memperhatikan keberadaan rumah warga di bantaran sungai. Kondisi terkini, sebagian besar sungai yang kita miliki terjadi abrasi sehingga menimbulkan pendangkalan, penyempitan bahu sungai oleh bangunan-bangunan fisik.
Sementara itu daerah muara perbukitan sudah banyak tergerus oleh pembangunan fisik, sudah banyak yang ‘gundul’, sehingga dampak resapannya pun jadi sangat berkurang. Berdampak ke hilirnya.
Penanggulangan banjir dan longsor pun jangan bersifat seremoni. Ini menjadi persoalan serius.
Pertama, harus ada penataan kembali. Khususnya bangunan yang ada di bantaran sungai.
Kedua, pemerintah ajak masyarakat agar bersama-sama untuk menghijaukan pekarangan-pekarangan, perkantoran, perhotelan, khususnya di daerah-daerah yang sering terdampak banjir longsor. Itu harus menjadi perhatian serius. Jika perlu, pemerintah daerah dan kota tidak boleh beri izin pada siapa pun untuk membangun secara fisik dengan memperhatikan RTRW.
Soal drainase itu sudah menjadi tugas rutin dinas terkait. Ajak masyarakat, kita tidak bisa berjalan sendiri. Mana drainase-drainase yang bermasalah itu menjadi perhatian kita.
Jadi kalau ada persoalan, jangan dipersoalkan terus, solusinya yang harus dicari dalam segala bidang.
Politik
Paska 14 Februari dimulai penghitungan kita tunggu saja hasil rekapitulasi manual KPUD. Real count atau Sirekap saat ini tidak dapat jadi acuan karena dinilai bermasalah oleh Bawaslu maupun oleh pihak lain. Ini berbeda dengan wacana hak angket dan isu pemakzulan. Biarkan rekan-rekan di Senayan yang urus itu. Di Lampung suasana masih aman-aman saja.
Terkait pilkada 2024 serentak, simulasi tahapannya September pendaftaran, Oktober penetapan calon, Nopember pemilihan, paling tidak efektif sekitar 7 bulan lagi dari sekarang.
Belum banyak nama yang beredar baik level gubernur maupun kabupaten dan kota. Tapi ada yang sempat digadang-gadangkan beberapa bulan lalu.
Petahana dipastikan tetap nyalon lagi. Di kota masih incumbent yang terkuat. Semua akan dinilai dari elektabilitas, popularitas, integritas, dan sebagainya. Waktu yang singkat ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para bakal calon pertama kali agar dikenal dulu oleh masyarakat.
Begitu pula pilkada selevel Gubernur, ada kemungkinan Arinal nyalon lagi, selain faktor incumbent, dia ketua Partai Golkar Lampung. Ada Herman HN punya kans, dia juga ketua Partai Nasdem. Nunik (eks Wagub dan ketua PKB Lampung) berkemungkinan ikut kontestasi. Ada Ridho Ficardo (partai Perindo, eks Gubernur Lampung).
Dua kali Pilgub Lampung, ada fakta keterlibatan corporate terlibat langsung mendukung salah satu calon gubernur?
Katakanlah era Ridho Ficardo, dan kemudian Arinal Djunaidi. Bukan isu, tapi saya sempat menjadi anggota pansus yang menangani indikasi kecurangan era Arinal terpilih sebagai Gubenur Lampung. Bukti keterlibatan corporate (Sugar Group-red) jelas ada yang kemudian dilaporkan dan diselidiki.
Walaupun endingnya tetap dilantik, tapi Pemprov Lampung punya catatan tersendiri tentang sejarah Pilgub Lampung. Story yang tidak akan hilang.
Keterlibatan corporat, misal SGC atau sejenisnya sudah menjadi rahasia umum. Sempat ada istilah ‘SGC pilih, pasti menang’. Namun ingat, corporate tersebut memang besar di Lampung, tapi hanya setitik debu dibandingkan luasnya wilayah nusantara ini.
Masyarakat pun sudah semakin pintar dan cerdas, apalagi rakyat sudah banyak belajar dari peristiwa pilpres dan pileg yang hasilnya seperti yang sama-sama kita lihat sekarang ini.
Bank Lampung
Memang benar bahwa pendirian BUMD di daerah-daerah terkesan latah dan kejar prestise. Tidak dipikirkan dengan matang. Banyak BUMD tak bertahan lama. Bank Lampung bukan lagi kebanggaan bagi rakyat Lampung setelah KUB diberlakukan. Manajemen inti diambil alih Bank Jatim. Beberapa bank daerah lain dimerger, diakuisisi, digabung, dan seterusnya.
Semua harus ikut aturan OJK, baik permodalan inti minimum maupun manajemen yang sehat. Semua tergantung siapa kepala daerahnya sih, beda-beda kebijakannya.
Pers
Pers adalah pilar demokrasi ke empat, landasannya moralitas dan independensi, tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, negara dan masyarakat. Tentu dengan pemberitaan sesuai kode etik dan UU pers yang berlaku.
Jadilah wartawan yang bermartabat dan tidak “recehan”, alias jaga marwah. Idealisme harus dijaga semaksimal mungkin agar memiliki nilai (value) yang tak bisa diukur dengan materi. Konsisten dengan idealisme itu. Bila hal ini dijaga, maka media pers dimana wartawan itu bernaung akan lebih mandiri dan kuat.
Bela kebenaran sesuai fakta demi kepentingan orang banyak. Misal kasus hutan kota, berita kalian akan lebih diperhatikan oleh warga sekitar proyek penimbunan, mereka akan berada di posisi kalian, media hanya akan berhadapan dengan sedikit orang. Tapi mayoritas rakyat akan berpihak pada media. Di situ value kalian meningkat karena berpihak pada kebenaran, tentu hal ini pasti mengedukasi rakyat.
Sikap dan konsistensi. Itu yang penting. Pernah saya tunjukkan pada waktu pertemuan di Emersia Hotel tahun lalu. Jejak digital tik tok nya masih ada. Saya katakan kepada Gubernur Lampung Arinal tentang persoalan jalan khususnya Lampung Tengah, bahkan ada bupatinya hadir kala itu. Dia harus ada legacy bagi rakyat Lampung.
Tapi sayangnya, respon gubernur berbeda. Saya tegaskan bahwa lembaga legislatif dan eksekutif sejajar dan mitra, ada undang-undangnya. Kita bukan bawahan satu dengan lainnya.
10 hari setelah itu ada tiktoker Bima yang viral di medsos tentang kondisi jalan di Lampung Tengah sehingga Presiden Jokowi harus turun langsung ke Lampung.
Mungkin setelah pensiun dari dunia politik, saya akan konsen ke urusan Walhi atau lingkungan hidup dan ekosistem, karena itulah nyawa dunia. Terima kasih.**
(Nopri)