Pojokan Bongkar Edisi 7
SANG JENDERAL NAIK, ORDE BARU Come Back!*
Siapa yang tak kenal dengan sosok hebat Prabowo Subianto? Namanya selalu jadi perbincangan di dunia politik dan militer sampai sekarang. Tidak hanya “menguasai” dunia politik dan militer saja, ternyata dia telah banyak mengemban tugas penting di negara kita ini. Menarik dibahas karena keluarga Prabowo memiliki arti penting di ‘tiga babak besar’ perjalanan bangsa ini, yakni era Presiden Soekarno, Orde Baru Soeharto, dan Reformasi. Lalu, siapa sebenarnya Prabowo Subianto itu?
Babak 1 – Era Presiden Soekarno
Ternyata Dia Golongan Priyayi
Jenderal TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo merupakan anak ketiga dan putra pertama yang lahir pada tanggal 17 Oktober 1951. Ayahnya bernama Soemitro Djojohadikusumo yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Ayah Prabowo adalah seorang pakar ekonomi dan juga politisi Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang saat itu baru saja selesai menjabat sebagai Menteri Perindustrian di Kabinet Natsir pada April 1952. Ibunya bernama Dora Marie Sigar atau yang dikenal dengan nama Dora Soemitro. Beliau merupakan seorang wanita Kristen Protestan berdarah Minahasa. Ibunya berasal dari keluarga Maengkom di Langowan, Sulawesi Utara.
Tak lama setelah Prabowo lahir, Soemitro diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan pada Kabinet Wilopo. Prabowo punya dua kakak perempuan, bernama Biantiningsih Miderawati dan Maryani Ekowati. Dia juga memiliki seorang adik laki-laki bernama Hashim Djojohadikusumo. Prabowo merupakan cucu dari Margono Djojohadikusumo yaitu seorang pendiri Bank Negara Indonesia dan juga sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung yang pertama.
Keluarga Djojohadikusumo merupakan keturunan dari Raden Tumenggung Kertanegara, yang merupakan panglima laskar Pangeran Diponegoro. Nama Prabowo sendiri merupakan nama yang diambil dari pamannya, Kapten Soebianto Djojohadikusumo, merupakan seorang perwira Tentara Keamanan Rakyat yang telah gugur pada Pertempuran Lengkong pada Januari tahun 1964 di Tangerang.
Masa kecil Prabowo banyak dihabiskan di luar negeri. Ayahnya adalah salah satu penentang pemerintah Presiden Soekarno di dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera Barat. Jadi sebenarnya Prabowo adalah keturunan priyayi (istilah waktu itu) alias kelas menengah ke atas. Prabowo menyelesaikan sekolah menengahnya di Victoria Institution di Kuala Lumpur, Malaysia; Zurich International School di Zurich, Swiss; dan The American School di London, Inggris.
Babak 2 – Orde Baru Soeharto
Setelah kejatuhan Soekarno dan naiknya Soeharto, keluarga Soemitro kembali ke negara Indonesia. Lalu Prabowo masuk ke Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah. Pada Mei tahun 1983, Prabowo mempersunting Siti Hediati Hariyadi yang merupakan putri dari Presiden Soeharto dan Tien Soeharto. Prabowo dan Siti Hediati dikaruniai seorang anak laki-laki, yaitu Ragowo Hediprasetyo atau Didiet. Akan tetapi pernikahan mereka tidak berjalan sampai tua. Tak lama setelah Orde Baru tumbang, keduanya berpisah pada tahun 1998. Anaknya, Didiet, tumbuh di Boston, Amerika Serikat dan memilih profesi sebagai seorang desainer yang berbasis di Paris, Prancis.
Karir Militer
Prabowo Subianto merupakan seorang politisi, pengusaha dan perwira tinggi militer Indonesia. Prabowo pendidikan serta berkarir di militer selama 28 tahun. Semua bermula pada tahun 1976, beliau mengawali karir militer di TNI angkatan darat sebagai seorang Letnan Dua setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang.
Dari tahun 1976 sampai tahun 1985 Prabowo bertugas di Komando Pasukan Sandi Yudha atau Kopassandha yang pada saat itu merupakan pasukan khusus Angkatan Darat. Salah satu tugas pertamanya yaitu sebagai komandan pleton pada Grup I/Para Komando yang menjadi bagian dari pasukan operasi Nanggala di Timor-Timur.
Saat usianya 26 tahun, Prabowo menjadi salah satu Komandan Pleton termuda dalam operasi. Beliau memiliki peran yang besar dalam memimpin sebuah misi penangkapan terhadap Nicolau dos Reis Lobato, yang merupakan pemimpin Fretilin yang saat Operasi Seroja menjabat sebagai Perdana Menteri. Tahun 1985, Prabowo menjadi wakil komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328. Tahun 1991, Prabowo menjabat sebagai Kepala staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 yang bermarkas di Cijantung.
Tahun 1993, Prabowo kembali ke pasukan Khusus yang kini diberi nama Komando Pasukan Khusus atau Kopassus. Prabowo diangkat menjadi Komandan Grup 3/Sandi Yudha, yaitu salah satu Komando kontra-insurjensi Kopassus. Seterusnya Prabowo menjabat sebagai wakil komandan komando di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Agum Gumelar dan Brigadir Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo.
Desember tahun 1995, Prabowo diangkat sebagai komandan Jenderal Kopassus dengan pangkat Mayor Jenderal. Salah satu tugas pertamanya adalah operasi pembebasan sandera Mapenduma. Tanggal 20 Maret 1998, Prabowo diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dengan jabatan yang pernah disandang ayah mertuanya.
Peristiwa 1998, Keruntuhan Rezim Orde Baru
Prabowo membawahi sekitar 11 ribu pasukan cadangan ABRI. Prabowo meminta Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Jenderal Wiranto agar diizinkan untuk menggerakkan pasukan cadangannya dari luar Jakarta untuk membantu meredam kerusuhan pada Mei 1998. Meskipun pada akhirnya permintaan tersebut ditolak oleh Wiranto, Prabowo diduga menerbangkan ratusan orang yang telah dilatih oleh unit Kopassus di pengawasannya Timor Leste dari Dili menuju Yogyakarta, dan kemudian menuju Jakarta dengan menggunakan kereta api.
Pada tanggal 14 Mei, Prabowo bertemu dengan beberapa penggerak reformasi seperti Adnan Buyung Nasution dan Bambang Widjojanto untuk mendiskusikan situasi yang tengah memanas.
Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan digantikan oleh Habibie yang langsung dilantik pada hari yang sama.
Siang harinya Prabowo menemui Habibie dan memintanya agar menunjuk Prabowo sebagai Panglima ABRI menggantikan posisi Wiranto. Tetapi Habibie justru memberhentikan Prabowo dari jabatannya sebagai panglima Kostrad.
Prabowo menemui Soeharto setelah diberhentikan dari jabatannya, akan tetapi ayah mertuanya Prabowo itu tidak mendukungnya. Akhirnya Prabowo mendapatkan penugasan sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI di Bandung, menggantikan Letnan Jenderal Arie J. Kumaat.
Prabowo Diadili oleh DKP
Pada tanggal 14 Juli 1998, Panglima ABRI membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo bersama 6 orang letnan jenderal lainnya, yaitu: Fachrul Razi (Wakil Ketua), Djamari Chaniago (sekretaris), Arie J. Kumaat, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Yusuf Kartanegara.
Dewan ini memeriksa Prabowo dalam 7 butir tuduhan; salah satunya adalah sengaja melakukan kesalahan dalam analisis tugas, melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi kewenangannya, tetapi menjadi wewenang Pangab, tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan, dan sering ke luar negeri tanpa izin dari Kasad ataupun Pangab.
Selama persidangan berlangsung, Prabowo mengklaim dirinya sebagai seorang tawanan perang yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa dan kerap menggunakan haknya untuk tidak bicara, sehingga membuat frustasi para anggota dewan yang sudah harus memakai rompi anti peluru. Prabowo diadili berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
DKP memutuskan bahwa Prabowo bersalah dan melakukan tindak pidana ketidakpatuhan (Pasal 103 KUHP Militer); memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain (pasal 55 (1) ke-2 KUHP Militer dan Pasal 333 KUHP), dan penculikan (Pasal 55 (1) ke-2 dan Pasal 328 KUHP). Pemberhentian Prabowo dari dinas militer terjadinya kontroversi saat pemilihan umum 2009, yaitu politisi Gerindra Fadli Zon saat itu membantah bahwa Prabowo dipecat, melainkan “diberhentikan dengan hormat”.
Babak 3 – Reformasi
Setelah Prabowo meninggalkan karir militer, beliau memilih mengikuti karir adiknya menjadi pengusaha. Dalam dunia bisnis Prabowo memiliki dan memimpin 27 perusahaan di negara Indonesia dan juga di luar negeri. Namun penulis lebih mengutamakan karir politiknya dibandingkan bisnisnya diakhir cerita ini karena berkaitan dengan momen Penganugerahan Prabowo Subianto sebagai Jenderal Kehormatan versi Presiden Jokowi yang sarat kontroversi.
Politik Prabowo
Prabowo, bersama adiknya Hashim Djojohadikusumo, mantan aktivis mahasiswa Fadli Zon dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Bidang Penggalangan Muchdi Purwoprandjono serta sederetan nama lainnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra pada tanggal 6 Februari 2008. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Pemilu 2009
Pada Pemilu tahun 2009, Partai Gerindra meraih 4.646.406 suara (4,46%) dan menempatkan 26 orang wakilnya di DPR RI pada Pemilu legislatif Indonesia tahun 2009. Sebelumnya pada Mei 2008, Partai Gerindra menyatakan keinginannya untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU.
Namun, setelah proses tawar menawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Prabowo dan Megawati menandatangani Perjanjian Batu Tulis yang berisikan 6 poin kesepakatan. Keduanya mengambil motto ‘Mega-Pro’. Deklarasi ini menghabiskan ongkos Rp 962 juta. Deklarasi ini juga mendapat perlawanan sejumlah organisasi pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang berunjuk rasa di sejumlah tempat.
Alhasil, pada Pilpres 2009 pasangan Megawati-Prabowo kalah telak dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Hasil Perhitungan Manual KPU yang diumumkan 25 Juli 2009 tak jauh berbeda dengan hasil hitung cepat. Megawati dan Prabowo tidak hadir dalam acara penetapan hasil tersebut meski UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mengamanatkan bagi tiap pasangan calon untuk hadir dalam penetapan hasil Pilpres.
Pemilu 2014
Pada bulan Maret 2012, Gerindra menunjuk Prabowo Subianto sebagai calon presiden tahun 2014. Slogan partai tersebut kemudian diubah menjadi “Gerindra Menang Prabowo Presiden”. Pilar lain dari platform Prabowo adalah bahwa ia sangat sekuler, dan partainya berencana melindungi hak-hak kelompok agama minoritas di negara mayoritas Muslim ini.
Berdasarkan berbagai hitung cepat setelah Pemilu legislatif 9 April, Gerinda berada di posisi ketiga, menempatkan Prabowo Subianto sebagai salah satu dari dua calon presiden terkemuka pada pemilu yang akan diadakan pada tanggal 9 Juli, selain Gubernur Jakarta, Joko Widodo. Dengan dukungan koalisi 6 partai (Gerindra, Golkar, PPP, PAN, PKS, dan PBB), Prabowo telah memilih mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa sebagai pasangan wakil presidennya.
Pada tanggal 22 Juli 2014, hari ketika KPU mengumumkan penghitungan resminya, Prabowo Subianto mengundurkan diri dari pencalonan setelah bersikeras untuk menang sejak penghitungan cepat pertama dirilis, meskipun mayoritas menunjukkan bahwa Jokowi unggul.
Ia mengaitkan penarikan diri ini dengan “kegagalan Indonesia dalam menjalankan tugasnya terhadap demokrasi” karena “kecurangan besar-besaran yang terstruktur dan sistematis” dan menyatakan bahwa ia dan Hatta “menggunakan hak konstitusional kami untuk menolak pemilihan presiden dan menyatakannya inkonstitusional”.
Pidatonya yang disiarkan secara langsung menyiratkan bahwa ia akan menggugat hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Laporan selanjutnya menunjukkan adanya kebingungan mengenai apakah Prabowo Subianto mengundurkan diri dari pemilu atau sekadar menolak penghitungan suara.
Menurut Douglas Ramage dari Bower’s Asia Group yang berbasis di Jakarta, ini adalah pertama kalinya sejak Era Reformasi yang dimulai pada tahun 1998, legitimasi suatu pemilu dipertanyakan.
Legalitas gugatan Prabowo Subiantoro dipertanyakan, karena jika ia mengundurkan diri, ia tidak lagi dianggap sebagai calon presiden. Jika dia bisa membuat gugatan tersebut, menurut The Jakarta Post, jarak antara keduanya sudah cukup untuk membuat gugatan tersebut menjadi sulit diproses. Berdasarkan undang-undang pemilu presiden, Prabowo bisa menghadapi hukuman enam tahun penjara dan denda 100 miliar rupiah ($10 juta) jika mengundurkan diri.
Malamnya, Joko Widodo resmi diumumkan sebagai presiden dan mulai mendapat ucapan selamat dari para pemimpin dunia.
Mundurnya Prabowo hanya mencerminkan “sikap nyata para elit, yang belum siap menerima kekalahan”. Pada tanggal 21 Agustus 2014, Mahkamah Konstitusi Indonesia menolak klaim kecurangan yang diajukam olehnya, dan membenarkan kekalahannya dalam pemilu.
Pemilu 2019
Pada 12 April 2018, Prabowo Subianto mengumumkan bahwa ia akan ikut serta dalam Pemilihan Presiden 2019 jika ia dapat memperoleh dukungan yang cukup dari partai politik lain. Pada tanggal 10 Agustus 2018, Prabowo Subianto mendaftar di kantor KPU untuk pemilihan presiden tahun 2019 dengan Sandiaga Uno sebagai pasangannya dan dengan dukungan dari Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya. Wacana AHY sebagai Cawapres Prabowo sudah digadang oleh Partai Demokrat di tahun itu.
Untuk kedua kalinya, Prabowo mengklaim bahwa hasil Pemilu 2019 dipenuhi kecurangan. Isu tersebut tersebar luas mendorong para pendukungnya melakukan protes di Jakarta mengakibatkan kerusuhan yang menyebabkan delapan orang tewas dan 737 orang luka-luka.
Mahkamah Konstitusi pada Juni 2019 dengan suara bulat menolak permohonan banding Prabowo terhadap hasil pemilu. Pada tanggal 14 Juli 2019, Prabowo akhirnya mengakui kekalahannya kepada Jokowi. Sikap Prabowo ini menuai protes dari para pendukung setianya, mereka menyatakan Prabowo seharusnya konsisten untuk tetap menjadi bagian dari oposisi.
Partainya sendiri, Gerindra, akhirnya bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju milik Jokowi pada tanggal 21 Oktober 2019 dan Prabowo sendiri ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan pada tanggal 23 Oktober 2019, sehingga bergabung dengan kabinet Jokowi.
Pemilu 2024
Pada tanggal 7 Januari 2023, Prabowo Subianto kembali meluncurkan kampanye presiden ketiganya untuk Pemilihan Presiden 2024. Ia mencalonkan diri sebagai presiden, bersama dengan Gibran Rakabuming Raka (putra tertua Joko Widodo, Presiden Indonesia dan rival Prabowo sebelumnya), sebagai calon wakil presidennya.
Baik dia maupun Gibran mendaftar di kantor KPU pada 25 Oktober 2023 dengan dukungan Gerindra, Golkar, PAN, PBB, Partai Demokrat, Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Garuda. Prabowo berpandangan, bahwa Indonesia selama ini ikut blok Barat harus beralih ke Tiongkok dan Asia.
Pada 14 Februari 2024, dalam laporan tidak resmi, Prabowo berhasil memimpin tiga jalur suara dengan memperoleh 58% suara. Hal ini berujung pada pernyataan The New York Times yang menulis bahwa demokrasi di Indonesia terancam ditinggalkan. Prabowo kemudian memenangkan penghitungan cepat yang dilakukan oleh semua survei dan menyerukan persatuan sambil berjanji menjadi presiden bagi seluruh rakyat Indonesia dan akan membentuk pemerintahan yang akan dipimpin oleh “putra dan putri terbaik Indonesia”.
Meski begitu, ia juga berpesan kepada para pendukungnya untuk tenang namun hati-hati menunggu hasil resmi dari KPU.
Sebelumnya, hasil real count (hitung cepat) KPU menuai masalah yang berujung tudingan, kecurigaan, bahkan gugatan dari banyak pihak, baik dari tim pasangan capres-cawapres lain, maupun dari kalangan politisi, pengamat politik serta akademisi.
Real count alias aplikasi Sirekap KPU tersebut membawa gaduh dan kisruh perpolitikan tanah air. Suasana ini makin memanas karena berpengaruh juga pada hasil Sirekap para kontestan legislatif (caleg) dari level DPR RI sampai DPRD Kabupaten/Kota di beberapa wilayah Indonesia.
Masalah penggelembungan suara, begal suara, kehilangan suara, kecurangan di KPPS/TPS di berbagai tempat menjadi isu nasional yang mengarah pada dorongan publik ke MK dan DPR RI tentang Hak Angket dan Pemakzulan.
Sampai saat penghitungan suara masih berjalan di level kecamatan dan sebagian kecil sudah sampai ditingkat Kabupaten/Kota masih viral, permintaan maaf ketua KPU RI tentang kacaunya aksi Sirekap dan perintah Bawaslu untuk menstop proses Sirekap belum cukup untuk membendung situasi yang telah memanas tersebut.
Bak efek bola salju, kesalahan menuai kesalahan baru, DKPP telah melakukan pemanggilan terhadap komisioner KPU untuk dimintai keterangan.
ANUGERAH JENDERAL KEHORMATAN
Masih kuat dalam ingatan kasus MKMK, belum selesai kontroversi hasil Sirekap, publik dikejutkan dengan penganugerahan Bintang Kehormatan, Jenderal Kehormatan dari Presiden Jokowi kepada Prabowo Subianto pada 28 Februari.
Presiden Jokowi memberikan pangkat kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto sebagai Jenderal TNI Kehormatan. Penyerahan pangkat itu dilaksanakan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri Tahun 2024 di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2024. Kritik pun bermunculan.
Koalisi Masyarakat Sipil menganggap bahwa pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto dapat merusak nama dan citra TNI yang selama ini dibangun dengan baik. Kepala Divisi Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia, menilai bahwa pemberian pangkat kehormatan jenderal (HOR) bintang empat dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto merupakan hal yang keliru dan melukai para korban reformasi 1998.
Menurutnya, gelar tersebut tidak pantas diberikan kepada Prabowo Subianto karena dirinya sempat terlibat kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Jhon Sitorus. Melalui akun twitternya, @Miduk17, dia mengkritik sejumlah tokoh. “Dengan naiknya Pangkat Prabowo jadi Jenderal Bintang 4, maka: Surat pemecatan Prabowo Subianto yang ditandatangani oleh 7 Jenderal termasuk SBY TIDAK SAH. Jokowi meremehkan legal standing surat PEMECATAN Prabowo, sama saja meremehkan NKRI dan TNI. Bisa jadi, SBY dkk pernah BERSIASAT BURUK kepada Prabowo,”
Kritik serupa ditunjukkan oleh para pegiat HAM tentang pemberian pangkat Istimewa untuk Prabowo Subianto. Rekam jejak Prabowo menjadi alat ukur bahwa sang mantan Danjen Kopassus tersebut tidak layak mendapatkan kenaikan pangkat istimewa sebagai jenderal bintang empat.
Sampai saat ini Prabowo masih diduga terlibat kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. Para aktivis HAM menyebutkan pemberian gelar kehormatan bagi Prabowo Subianto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap gerakan Reformasi 1998. Kebebasan yang dinikmati hari ini merupakan buah perjuangan para martir dari Gerakan Reformasi 1998.
Mereka juga mengecam serangkaian tindakan Presiden Joko Widodo yang kerap kali memberikan apresiasi dan karpet merah bagi terduga pelaku kejahatan HAM di Indonesia.
Oleh karena itu para pegiat HAM yang bekerja di KontraS, Imparsial, IKOHI, AJAR, YLBHI, dan sejumlah organisasi lainnya, mendesak Komnas HAM RI mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
Para pegiat HAM juga meminta Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
Apa yang mengkaitkan naiknya sang Jenderal sebagai restorasi Orde Baru? Mulusnya karir militer Prabowo bukan karena prestasi dan kerja keras, namun karena difasilitasi oleh negara dan mertuanya yang waktu itu berkuasa. Wajar, karena di era Orde Lama Soekarno, keluarga besar Prabowo berseberangan dengan presiden Soekarno dan mengasingkan diri di luar negeri.
Paska Jenderal Soeharto naik sebagai Presiden, keluarga ini kembali ke Indonesia dan mengabdi pada penguasa yang baru. Disitu karir militernya moncer bahkan sempat menikahi anaknya Soeharto walau tidak bertahan lama.
Kini kesempatan itu terbuka lebar dengan raihan kemenangan versi lembaga quick qount dan Sirekap KPU. Bahkan hasil rekapitulasi manual KPU pun ditengarai dan diprediksi tidak jauh hasilnya dengan hitung cepat ala KPU dan lembaga survey.
Finally, KPU RI pada tanggal 20 Maret 2024 telah mengumumkan ke publik hasil perolehan suara Pilpres yang sudah ditebak hasilnya sejak awal, paslon 02 (Prabowo-Gibran) raih 58% lebih, disusul paslon 01 (AMIN) 24%, dan sisanya paslon 03 (Ganjar-Mahfudz) 18%.
Di Pojokan Bongkar Edisi 2 sudah dibahas tentang isu Hak Angket dan Sirekap. Kini Pojokan Bongkar mengupas biografi Prabowo Subianto sebagai bagian dari sejarah perpolitikan Orde Baru. Tabiik pun..
*Sumber: dari berbagai sumber.
Nop/red.