Proyek Pemecah Ombak di Pesisir Lamsel Terus Tuai Kontroversi 

 

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

Lampung Selatan, BP

Proyek pemecah ombak di Pesisir Kabupaten Lampung Selatan, terus menuai kontroversi. Kali ini, PT Ajoya salah satu subkon proyek multiyears, diduga pula melanggar aturan.

 

Ketua LSM Pro Rakyat Lampung Aqrobin AM mempertanyakan Surat Ijin Pertambangan Batuan (SIPB) yang seharusnya sudah dikantongi PT Ajoya, yang tengah melakukan penambangan di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.

 

Dikatakan Aqrobin, PT Ajoya diduga belum mengantongi SIPB yang diterbitkan oleh Dinas Perizinan Provinsi Lampung. PT Ajoya baru memiliki izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yakni UKL – UPL. Begitu pula dengan dokumen rencana pertambangan (rentam) dan PKKPR yang diduga juga belum dikantongi.

 

“Seharusnya PT Ajoya tidak bisa melakukan eksploitasi tambang batu karena belum mengantongi ijin yang lengkap, sehingga apa yang dilakukan PT Ajoya selaku penyuplai material harus dihentikan,” tegas Aqrobin, kepada media ini, pada Senin (15/5/2023).

 

Saat hal ini dikonfirmasi ke PT Ajoya, Andreas mewakili perusahaan mengatakan, bahwa pihaknya sudah menjalankan sesuai aturan. Saat ini diakui, pihaknya baru mengantongi UKL – UPL dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sementara SIPB sedang dalam proses.

 

“Artinya sudah 99 persen proses perizinan ditempuh PT Ajoya. SIPB tinggal dicetak aja, tapi ada revisi sedikit yang harus dibuat. Yang terpenting itu ijin DLH. Cek aja SIPB yang lain. Kalau tidak ada ijin DLH itu harusnya tidak boleh nambang, karena tidak ada ijin tata ruangnya. Jadi yang terpenting adalah ijin DLH,” papar Andreas, saat dikonfirmasi via WhatsApp.

 

Namun hal ini berbeda dengan pernyataan Kacabdin Wilayah I ESDM Lampung Selatan, Iskandar. Saat diminta tanggapannya, Iskandar menegaskan bahwa perusahaan tidak bisa melakukan eksploitasi apabila izinnya belum lengkap.

 

“Apalagi jika perusahaan itu juga turut menjual hasil penambangan, maka izinnya harus lengkap,” tandasnya.

 

Diketahui, dalam UU Minerba, semua aktivitas pertambangan yang tidak taat hukum dapat dikategorikan sebagai pertambangan liar atau illegal mining.

 

Legal dan ilegal tidak hanya dikategorikan pada ada atau tidak adanya izin, karena yang berizin pun berpotensi melakukan illegal mining dalam bentuk lain yang dikriminalisasi dalam UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

 

Ilegal mining tidak pula hanya terbatas pada pelanggaran regulasi peraturan pertambangan saja, tetapi juga pelanggaran terhadap regulasi lain yang terkait pertambangan, seperti regulasi kehutanan dan lingkungan hidup.

 

Penanganan ilegal mining yang dilakukan Polri, meliputi pelanggaran terhadap UU Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU Minyak dan Gas dan UU Penataan Ruang.

 

Berdasarkan regulasi, baik UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara maupun UU lain yang terkait, jenis-jenis illegal mining dapat dikategorikan dalam 7 kelompok.

 

Pertama, melakukan usaha pertambangan tanpa izin (PETI), dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp10 milyar.

 

Kedua, memberikan laporan palsu usaha pertambangan. Misalnya PT. A pemegang IUP menghasilkan timah 1000 MT, tetapi yang dilaporkan hanya 500 MT. Ancaman sanksi pidananya sama beratnya dengan PETI yang pertama tadi.

 

Sementara, kegiatan eksplorasi tanpa izin dipidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp200 juta. Kemudian pemilik IUP eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp10 milyar.

 

Terjadinya kegiatan menampung, memanfaatkan, mengolah, pemurnian, pengangkutan, penjualan yang bukan dari pemegang IUP/IUPK diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan dengan denda maksimal Rp10 milyar. Jenis kejahatan ini berpotensi terjadinya mining laundering.

 

Adapun penyalahgunaan kewenangan pejabat pemberi izin, ancamannya maksimal 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Dan setiap usaha pertambangan yang melanggar perundang- undangan lain, seperti UU Kehutanan, Lingkungan Hidup, Perkebunan, dan lain-lain, sanksinya diancam dalam ketentuan pidananya. (tk)

Pos terkait