KUNCI – Narasi dan personal branding, kunci kepemimpinan yang efektif. (Ki-ka) Kandi Windoe dan Jauhari. | dok/Muzzamil
BANDARLAMPUNG, BONGKARPOST.CO.ID — Praktisi komunikasi cum Dewan Penasihat Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas), Veronica Ken Adiani Windoe karib Kandi Windoe menekankan pentingnya narasi dan personal branding sebagai kunci kepemimpinan yang efektif. Ia berpendapat, narasi yang otentik, didukung tindakan nyata, sangat krusial dalam dunia komunikasi modern yang penuh distraksi, dan dapat jadi warisan seorang pemimpin.
Kandi yang juga seorang brand expert, konsultan strategi branding korporat, dan enthusiast penceritaan (storytelling) dan multikulturalisme Indonesia ini menyebut, peran narasi kian menemukan urgensinya dalam dunia komunikasi modern nan serba cepat dan penuh distraksi.
Narasi, bukan sekadar susunan kata indah atau jargon yang dibangun di media sosial.
“Narasi adalah kerangka besar yang membentuk persepsi publik, membangun kepercayaan, hingga menentukan reputasi seorang pemimpin,” ujar ia, dalam sesi berbagi (sharing session) yang digelar oleh 2N PR Navigation di Jakarta, baru-baru ini, disitat Bongkar Post pada Sabtu (6/9/2025).
“Komunikasi bukan hanya publikasi di media sosial. Yang lebih penting adalah narasi. Narasi itulah yang bisa mempersatukan, memberi makna, dan menggerakkan orang,” ujar Kandi.
Paparan Kandi mencontohkan bagaimana figur publik seperti Kang Deddy Mulyadi berhasil menggunakan narasi yang dekat dengan akar budaya Sunda. Dengan narasi membumi, pesan kepemimpinan tidak hanya terdengar, tetapi juga dirasakan masyarakat.
“Personal branding itu tidak bermakna jika tidak disertai narasi. Karena narasi adalah alat kepemimpinan,” tegas ia pula.
Kandi menekankan lebih lanjut, narasi harus bersifat otentik. Narasi yang hanya berhenti pada tataran wacana tanpa tindakan nyata akan dianggap sebagai pencitraan semata.
“Narasi tanpa aksi hanya akan dilihat sebagai pencitraan. Tapi ketika ada program nyata yang berdampak, narasi jadi otentik dan membangun reputasi positif,” jelas ia.
Kandi Windoe menyebut, selain otentisitas, konsistensi dan integritas juga menjadi dua pondasi penting bagi seorang pemimpin.
“Narasi, aksi, serta nilai-nilai dibawa harus berjalan selaras agar mampu menumbuhkan kepercayaan publik,” ujar Kandi mengintensi, pda akhirnya, publik akan menilai apakah narasi seorang pemimpin benar-benar mencerminkan keikhlasan dan jati dirinya.
Kandi Windoe, berpengalaman tiga dekade di industri komunikasi terutama sisi klien dan agensi mulai dari perencanaan strategis, pengembangan bisnis, PR serta manajemen umum bisnis komunikasi.
Meniti karir di sisi merek yang awasi inovasi produk dan komunikasi pemasaran es krim Walls Unilever dan Biskuit Danone Indonesia, direktur perencanaan strategis & wawasan konsumen McCann Erickson 1999, direktur perencanaan strategis dan manajer umum 2004 lanjut Manajer Umum Bisnis Periklanan dan PR DDB Indonesia (2007-2011), kepala unit Interface agensi komunikasi pemasaran NAVA+ Group (2015-2022).
Kandi sukses bangun merek ragam saluran (media konvensional, saluran digital, acara, aktivasi komunitas, dan PR); berkolaborasi dengan agensi periklanan, pengiklan, lembaga pemerintah lini pariwisata dan ekonomi kreatif, universitas, komunitas kreatif di banyak kabupaten/kota, 2011-kini.
Prestasinya antara lain Destination and City Branding mengangkat parekraf Gianyar Bali, Kampoeng Kajoetangan Malang Jawa Timur, Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur, Majalengka Jawa Barta, dan Surakarta Jawa Tengah; serta inovasi kuliner lokal di enam kota melalui fusi resep dan kolaborasi.
Deret prestasi hasil akumulasi pengalaman kiprah di dunia kerja, interaksi dengan ragam komunitas kreatif, branding, dan pemasaran ini, ditunjang pula pengalamannya gunakan teknologi digital yang memudahkannya menyampaikan pesan kompleks beragam, namun tetap dijiwai hasratnya terhadap penceritaan dan multikulturalisme Indonesia.
Pesan Kandi tersebut di atas: relevan, tak cuma bagi para pemimpin politik atau tokoh publik, tetapi juga bagi para praktisi Public Relations (PR). Dalam konteks profesi, PR dituntut tak hanya sekadar menyebarkan informasi, tetapi juga merangkai narasi besar yang membawa dampak positif bagi organisasi dan masyarakat luas.
Perhumas, organisasi profesi PR nasional bagi para praktisi humas dan komunikasi Indonesia dirian 15 Desember 1972, tercatat di Kementerian Dalam Negeri; telah lama mendorong anggotanya untuk membangun komunikasi yang berintegritas, kredibel, dan berdampak. Melalui ragam inisiatif termasuk kampanye (bertagar) #IndonesiaBicaraBaik, Perhumas menekankan pentingnya narasi dalam membangun reputasi bangsa.
Kandi menutup, menegaskan narasi yang kuat bukan hanya soal kepiawaian berbicara melainkan juga tentang warisan (legasi) yang ditinggalkan seorang pemimpin.
“Narasi adalah jejak yang akan dikenang. Ia bukan hanya apa yang dikatakan, tetapi juga apa yang dilakukan, dan bagaimana hal itu memberi dampak nyata bagi orang banyak,” pungkas Kandi, jebolan Webster University, Leiden, Belanda ini.
Sementara terpisah, Komisaris Bongkar Post Group, Jauhari, yang juga praktisi hukum ini mengatakan, kecakapan komunikasi publik dari para pemimpin politik, figur publik, dan juga warga entitas kehumasan tanah air pun di Lampung, patut untuk terus ditingkatkan.
Selain tandasnya, penting juga di-upgrade pengayaan konten, proses diseminasi, teknik penyajian narasi tunggal, serta disesuaikan dengan “public sphere” Indonesia masa kini.
Apa pasal? Jauhari menyebut komposisi lintas generasi penerima informasi dan komunikasi. “Hari ini, konsumen informasi Indonesia ada enam generasi. Dari baby boomers (kelahiran 1946-1964), gen X (kelahiran 1965-1980), gen Y atau milenial (kelahiran 1981-1996), gen Z atau milenial (kelahiran 1997-2012), gen Alpha (kelahiran 2013-kini), bahkan generasi platinum yang hari ini masa belajar calistung,” ujar Jauhari.
Pria yang juga Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Lampung ini menyebut, masing-masing generasi tersebut memiliki sikap, perilaku, karakter, nilai mewaris yang diyakini, persepsi, dan stereotip berbeda.
“Begitupun dalam memilih dan memilah informasi, dan memberikan umpan balik atas proses komunikasi publik dari pemimpin, tokoh publik maupun informasi media massa,” lugas dia. (Muzzamil)
#bongkarpost #indonesiabicarabaik







