MONDOK – Tujuh ABH pelaku molotov demo 1 September 2025 saat penyerahan diversi. | dok/Muzzamil
BANDARLAMPUNG, BONGKARPOST.CO.ID — Masih ingat tiga remaja kepergok lalu diamankan warga dan aparat usai kedapatan membawa botol diduga molotov di depan ruko Jl Raden Intan pertigaan Simpur Tanjungkarang Pusat Bandarlampung, saat ribuan massa Aliansi Mahasiswa Lampung gelar demo akbar 1 September 2025 lalu?
Ketiganya: JF (23), RMA (16), RR (14) lantas diperiksa Polresta Bandarlampung. Disusul kemudian, polisi melalui Tim Resmob Polda Lampung mencokok terpisah lima remaja terduga pelaku lainnya, yakni KP (12), MR (14), MHS (16), RF (16), RH (16), berdasarkan pengembangan pemeriksaan senada.
Kabar terbaru, 7 remaja (selain JF) pelaku pembawa molotov yang dibawa dan dari keterangan hasil pemeriksaan, rencananya akan diledakkan di lokasi sasaran aksi: gedung DPRD Lampung namun berhasil digagalkan tersebut, disebabkan masih dibawah umur dan sandang status anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), ketujuhnya menjalani proses diversi.
Apa itu? Sebagai bagian dari alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, seperti diatur Pasal 1 angka 7 UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), diversi atau diversi anak adalah pengalihan proses penyelesaian perkara anak dari jalur peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana melalui musyawarah.
Diversi bertujuan mendamaikan korban dan pelaku, hindarkan anak dari stigma penjara: cegah anak dari perampasan kemerdekaan atau penahanan/pemenjaraan dan dampak negatifnya, serta memupuk tanggung jawab (menumbuhkan kesadaran pada anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya) dan memantik partisipasi masyarakat dalam penyelesaian perkara anak.
Kendati tidak semua perkara anak dapat diselesaikan melalui diversi, diversi/diversi anak merupakan mekanisme diwajibkan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Upaya diversi dilakukan demi kepentingan terbaik anak; dengan syarat tertentu misal ancaman hukuman di bawah 7 tahun, dan bukan pengulangan tindak pidana.
Diversi libatkan para pihak: anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/wali, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial profesional. Pelaksanaannya mendasari prinsip keadilan restoratif yang utamakan pemulihan hubungan dan tanggung jawab.
Lantaran berstatus anak, sesuai UU SPPA, ke-7 ABH tersebut wajib didampingi advokat demi melindungi hak-haknya sebagai anak, mencegah risiko pelanggaran hak, dan memastikan mereka tak diperlakukan sewenang-wenang oleh penegak hukum.
Untuk itu, Kapolda Lampung Helmy Santika lalu menunjuk Pusat Bantuan Hukum (PBH) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Bandarlampung untuk mendampingi.
Hal ini sejalan dengan permintaan Walikota Bandarlampung Eva Dwiana dalam audiensi Peradi Bandarlampung agar asosiasi advokat terbesar ini untuk dan atas nama Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung dapat dampingi warga masyarakat setempat yang butuhkan pendampingan hukum.
“Dari itu Ketua DPC Peradi Bandarlampung Bey Sujarwo, lalu memerintahkan kami untuk mendampingi ketujuh ABH tersebut di Polda Lampung dalam setiap tahapan mulai dari pemeriksaan hingga ke proses peradilan,” ujar Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Bandarlampung Ali Akbar, S.H.,M.H., dalam taklimat persnya, Jum’at (3/10/2025).
Usai dilakukan pendampingan serta upaya diversi demi kepentingan terbaik untuk anak sebagaimana amanat UU SPPA, hasilnya pun bikin lega.
“Aparat penegak hukum dalam hal ini tim Penyidik Reknata Polda Lampung melakukan diversi, yang turut dihadiri petugas Bapas (Balai Pemasyarakatan) Bandarlampung, Pekerja Sosial (Peksos), utusan dari UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung. Dan kesimpulannya, terhadap 7 ABH para pelaku bom molotov tersebut wajib mondok,” ujar Ali Akbar, demonstran genre 1998 ini.
Ali bilang, 7 ABH itu diwajibkan jalani diversi berupa keikutsertaan pendidikan pondok pesantren (ponpes) paling lama 3 bulan di ponpes ditunjuk Bapas Bandarlampung.
Ini sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) huruf d UU SPPA. Terhitung sejak penetapan pengadilan atas proses diversi pada 1 Oktober 2025,” imbuh Ali, yang bersama tim PBH Peradi Bandarlampung selaku kuasa hukum, 7 ABH didampingi orang tua, dan pihak penyidik, telah melakukan penyerahan ke-7 ABH ke pengurus ponpes rujukan petugas Bapas.
“Untuk jalankan kegiatan belajar 3 bulan ke depan, berikutnya akan dilakukan evaluasi,” pungkas Ali Akbar.
Adapun, Ketua DPC Peradi Bandarlampung Bey Sujarwo melalui anggota PBH yang hadir dalam penyerahan tersebut turut berpesan kepada para ABH agar dapat menjalankan kegiatan keikutsertaan pendidikan dengan baik.
“Ikutilah semua aturan main di ponpes, manfaatkan momen ini untuk perbaiki diri. Ingatlah, pekerjaan paling berat adalah mengakui adanya kesalahan, sebab salah itu manusiawi. Yang tidak boleh, perbuatan salah terlihat benar dan balas dendam terbaik adalah dengan memperbaiki diri sendiri,” pesan Pakde, sapaan Bey Sujarwo.
Pengingat, aksi massa Aliansi Mahasiswa Lampung 1 September lalu, happy ending.
Di hadapan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar, Kapolda Lampung dan Pangdam Raden Inten II, massa menuntut antara lain pengesahan RUU Perampasan Aset, potong tunjangan dan gaji anggota DPR, peningkatan kualitas gaji guru dan dosen, dan isu lainnya.
Sebelum seluruh massa aksi yang berkonvoi motor dari depan Museum Lampung di Jl Zainal Abidin Pagar Alam, Gedong Meneng, Rajabasa tiba di kompleks DPRD Lampung di Telukbetung, ditengah iring konvoi dan deru knalpot motor massa, sengat aroma bensin menyengat dibantu gerak-gerik buat mata melirik curiga terkuak dari tiga remaja tak dikenal saat itu. Di tas mereka ditemukan para benda yang mudah dikenali: molotov. (Muzzamil)