Ki-ka: VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia cum Pengurus Bidang Pengembangan Kampanye Kehumasan BPP Perhumas Katri Krisnati, Founder LOCCO Malaysia Shamsul Bahrine Z., Direktur Tunas Berita Nusantara/Bongkarpost.co.id Nopriansyah. | Fajar Papua/GNFI/Muzzamil
BANDARLAMPUNG, BONGKARPOST.CO.ID — Bangunan cerita dari suatu bangsa yang dinarahubungkan ke dunia (nation branding) didukung oleh peran aktif dan peranan aktif komunitas bangsa tersebut dirasakan amat strategis untuk membentuk citra negara di mata global, di mata komunitas dunia.
Demikian saripati pendapat dua narasumber diskusi GoodTalk Off-Air taja bareng Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) dan Good News From Indonesia (GNFI) bertajuk ‘Bridging Cultures, Building Brands: Lessons from Indonesia & Malaysia’ di Perpustakaan Ruang Belajar Alex Tilaar (RBAT), Jl KH Wahid Hasyim 27 Jakarta Pusat, 26 Agustus 2025 lalu.
Kedua pemateri berbagi kisah upaya-upaya membangun citra di tengah tantangan yang ada, baik itu di Indonesia atau di Malaysia, di level korporasi besar maupun komunitas.
Diungkapkan, identitas suatu bangsa tidak hanya lahir dari sejarah atau letak geografis, akan tetapi melainkan juga dari cerita yang dikomunikasikan ke dunia (nation branding).
Upaya ini menjadi strategi penting untuk membentuk citra negara di mata global, bukan hanya melalui pemerintah, tetapi juga lewat jenama lokal (local brand) yang membawa nilai dan budaya bangsa.
Indonesia dan Malaysia, sebagai negara bertetangga, memiliki pengalaman menarik tentang bagaimana jenama berperan dalam diplomasi budaya dan ekonomi.
Vice President Corporate Communications PT Freeport Indonesia cum Pengurus Bidang Pengembangan Kampanye Kehumasan BPP Perhumas Katri Krisnati, pemateri pertama, dalm kesempatannyi menerangkan tiga pilar strategi komunikasi Freeport yakni diplomasi naratif, diplomasi pemangku kepentingan, serta diplomasi krisis dan reputasi.
“Kita membangun relationships, kita membangun trust dengan stakeholders. Apa yang kita sampaikan adalah yang kita lakukan dan dapat kita buktikan,” ujar Katri.
Ujar alumnus UGM ini, komunikasi strategis bukan cuma alat public relations. Komunikasi strategis juga merupakan sarana diplomasi yang membangun narasi bersama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
“Keberhasilan brand tak hanya diukur dari citra, akan tetapi juga dari kemampuan menjembatani perbedaan budaya dan menyatukan tujuan,” imbuh Katri.
Ia mengimbukan pula, membangun kepercayaan linta pemangku kepentingan, itu membutuhkan konsistensi, transparansi, dan bukti nyata.
Dari itu pulalah, dalam studi kasus Freeport, diplomasi naratif yang ia terapkan di sana, senantiasa mengedepankan keselarasan pesan. Sehingga, brand dapat bertumbuh seiring dengan kebanggaan nasional dan manfaat nyata bagi masyarakat.
Founder LOCCO Malaysia, Shamsul Bahrine Zainuzzaman, pemateri kedua dalam sesinya membagikan pandangan tentang bagaimana kekuatan komunitas dan kepemilikan budaya dapat menjadi pondasi dalam membangun brand yang otentik lintas negara.
Shamsul menekankan pentingnya peran komunitas dalam bangun identitas bangsa. Dia mencontohkan even budaya Keretapi Sarong Malaysia, LOCCO hadirkan sebagai wajah otentisitas Malaysia di mata dunia.
Lugas Shamsul, nation branding bukan cuma soal marketing, tetapi juga orang-orang, cerita, dan nilai-nilai yang dianut bersama.
“Nation branding bukan sekadar kampanye atau slogan, melainkan sesuatu yang hidup dalam keseharian, terlihat dari pengalaman, interaksi, dan nilai yang dibagikan bersama,” ulas Shamsul, seperti disitat dari situs resmi Perhumas dan laman media sosial GNFI.
Baginya, masyarakat adalah pembentuk identitas budaya, dan komunitas mampu membawa otentisitas yang tak bisa dibeli.
“Komunitas menghadirkan keaslian yang tidak bisa dibeli dengan biaya promosi sebesar apa pun. Setiap individu memiliki pengaruh. Dan perubahan besar sering dimulai dari langkah-langkah kecil. Komunitas menyediakan otentisitas yang (oleh) marketing tidak bisa beli. Dan itu harus dimulai dari akar rumput,” tandasnya.
Dia juga menggarisbawahi pentingnya masyarakat menjadi pencipta sekaligus penjaga budayanya sendiri, sehingga mereka tak hanya menjadi penonton, tetapi bagian dari cerita yang sedang dibangun.
GoodTalk kali ini beri wawasan berharga bagi para pelaku industri kreatif dan brand builder yang ingin merajut koneksi lintas budaya sekaligus membangun identitas yang kuat dan relevan di hati audiens.
Diskusi menunjukkan, brand pun komunitas dapat menjadi kekuatan diplomasi budaya dan ekonomi. Sejalan semangat Perhumas melalui kampanye #IndonesiaBicaraBaik, narasi positif kolektif dari korporasi hingga komunitas menjadi kunci memperkuat citra bangsa di kancah global.
Menanggapi dari Bandarlampung, Direktur Tunas Berita Nusantara, korporat pengampu media Bongkarpost.co.id, Nopriansyah, dalam taklimatnya pada Sabtu (6/9/2025) mengungkapkan, khususnya dalam studi kasus Indonesia yang miliki warisan budaya sedikitnya 1.340 etnis atau suku bangsa dan 724 bahasa daerah alias terbanyak di dunia.
“Nilai-nilai dan norma kearifan lokal (local wisdom) masihlah dan mesti terus menjadi identitas utama termasuk didalam anatomi kerja-kerja poros pembentukan karakter dan kerja-kerja kinetik pembangunan citra positif bangsa Indonesia di kancah global,” ujar dia.
Nopriansyah, aktivis 98 basis Palembang ini, menyebut kearifan lokal mesti dikedepankan terus-menerus sebagai kekuatan diplomasi. (Muzzamil)
 
									
 
											





