Tajuk
Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Lampung beberapa waktu lalu melibatkan oknum ketua LSM (terlapor) dan anak buahnya yang ditangkap oleh aparat penegak hukum setelah adanya laporan dari pihak tertentu. Pelapor dalam kasus ini adalah pihak RSUDAM, sementara terlapor utama sebagaimana telah diketahui publik inisial W ketua Gepak Lampung.
Kasus ini memicu reaksi beragam di masyarakat Lampung dan nasional, menimbulkan pertanyaan tentang penegakan hukum dan dampak sosialnya.
Mengapa Restorative Justice Relevan untuk Kasus OTT ini?.
Dalam konteks kasus viral di Lampung ini, restorative justice muncul sebagai pendekatan yang sangat relevan untuk ditindaklanjuti oleh para pihak terkait. Restorative justice fokus pada pemulihan kerugian, dialog antara pelaku-korban-masyarakat, dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak – bukan sekadar penindakan hukum yang kaku. Pendekatan ini dapat membantu:
– Mengakomodasi aspirasi publik Lampung yang menginginkan penyelesaian bijak.
– Mendorong transparansi dalam mengungkap fakta lapangan.
– Memulihkan hubungan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan hukum.
Prinsip Restorative Justice yang Cocok untuk Kasus OTT ini:
1. Dialog dan Mediasi: Melibatkan dialog antara pihak-pihak terkait (pelapor, terlapor, aparat hukum, tokoh masyarakat) untuk mencapai kesepakatan damai dan memahami dampak tindakan.
2. Pemulihan Korban: Fokus pada memulihkan kerugian korban, baik material maupun non-material, jika ada korban langsung.
3. Tanggung Jawab Pelaku: Terlapor didorong mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
4. Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat Lampung dalam proses untuk memulihkan harmoni sosial dan kepercayaan publik.
5. Transparansi Proses: Proses restorative justice harus transparan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Keuntungan Restorative Justice dalam Kasus OTT ini:
– Mengurangi Polarisasi Masyarakat: Dengan dialog dan kesepakatan, bisa mengurangi ketegangan pro-kontra yang membelah masyarakat Lampung.
– Membangun Kepercayaan Publik: Proses yang partisipatif dan transparan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap upaya penyelesaian kasus.
– Fokus pada Rekonsiliasi: Bukan hanya menghukum, tapi juga mendorong rekonsiliasi dan pemulihan hubungan sosial di Lampung.
– Kepolisian dan Aparat Hukum Lebih Terbuka: Mendorong aparat penegak hukum lebih terbuka menerima aspirasi publik dan transparan dalam mengungkap fakta lapangan.
Langkah Konkret
– Inisiasi Dialog oleh Tokoh Masyarakat: Para tokoh masyarakat, akademisi, dan pemuka agama bisa menginisiasi dialog untuk membahas penerapan restorative justice dengan melibatkan semua pihak.
– Keterlibatan Semua Pihak: Pelapor, terlapor, aparat hukum, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses untuk mencapai solusi yang adil.
– Transparansi dan Komunikasi Publik: Penting untuk menjaga transparansi proses dan komunikasi yang baik dengan publik Lampung untuk menghindari spekulasi dan meningkatkan kepercayaan.
– Pengawasan Independen: Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan independen untuk memastikan proses berjalan adil dan transparan.
Tantangan dan Pertimbangan
– Kesediaan Semua Pihak: Keberhasilan restorative justice bergantung pada kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi.
– Konteks Hukum yang Berlaku: Penerapan restorative justice harus sesuai dengan kerangka hukum yang ada di Indonesia.
– Keseimbangan Keadilan dan Pemulihan: Menjaga keseimbangan antara aspek hukum dan tujuan pemulihan hubungan sosial.
Terakhir:
Kasus OTT ini menyajikan peluang bagi penerapan restorative justice sebagai pendekatan yang humanis dan konstruktif. Dengan fokus pada pemulihan, dialog, transparansi, dan partisipasi publik, restorative justice dapat membantu membangun keadilan dan harmoni sosial yang lebih kuat di Lampung. Kepolisian dan aparat hukum yang lebih terbuka terhadap aspirasi publik dan transparan dalam mengungkap fakta lapangan akan mendukung upaya ini.
Referensi:
1. Kejaksaan Agung RI tentang Penerapan Restorative Justice.
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
3. Prinsip-prinsip Restorative Justice dalam konteks penegakan hukum di Indonesia.