Kulik Raksasa Tapioka BSSW-Sungai Budi, Singkong Rp1.400/Kg, Refraksi 15%, 9 Bulan

SINGKONG – Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi/Muzzamil

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

BANDARLAMPUNG, BONGKARPOST.CO.ID — PT. Budi Starch & Sweetener Tbk., disingkat BSSW, salah satu dari 29 perusahaan yang diundang oleh Penjabat Gubernur Lampung melalui surat Nomor 500.6.11.1/6827/V.21/2024 dalam rapat koordinasi membahas anjloknya harga ubikayu (singkong) disusul merebaknya perlawanan sporadis petani, di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Kantor Gubernur Lampung di Bandarlampung, pada Senin (23/12/2024).

Kulik profilnya, korporat manufaktur dan perdagangan produk pangan dan turunannya dirian 15 Januari 1979 berbasis di Lampung ini berdasar Anggaran Dasarnya beruang lingkup kegiatan bidang perindustrian, pertanian, pengadaan listrik, gas dan uap, pengelolaan air limbah, pengelolaan dan daur ulang sampah, perdagangan besar dan eceran, serta pengangkutan dan pergudangan.

Kegiatan utamanya, bergerak di pembuatan dan penjualan tepung tapioka, pemanis atau sweeteners (fruktosa, glukosa, maltodextrin), karung plastik, asam sulfat dan bahan-bahan kimia lainnya, sorbitol, hingga tepung beras.

Berkantor pusat di Wisma Budi Lt. 8-9, Jl. HR Rasuna Said Kav C-6 Jakarta dan operasional utama sejumlah pabrik di Lampung berkantor di Jl Ikan Bawal 1A Pesawahan, Telukbetung Selatan, Bandarlampung; Madiun, Makassar, Ponorogo, Subang, dan Surabaya, BSSW antara lain memproduksi jenama populer tapioka Gunung Agung dan Rosé Brand.

Mengampu tiga misi korporat, yakni menjaga lingkungan hijau sekaligus meningkatkan daya saing perusahaan dengan efisiensi biaya produksi melalui konversi limbah cair perusahaan menjadi listrik pengganti bahan bakar solar dan listrik PLN, serta mengolah limbah padat menjadi pupuk organik; riset dan pengembangan untuk produk berbahan baku singkong serta bibit unggul singkong; dan, pertumbuhan yang berkesinambungan melalui pembangunan pabrik baru maupun dengan akusisi perusahaan sejenis.

Dibawah naungan raksasa Sungai Budi Group, BSSW melantai di bursa berkode emiten BUDI.

31 Maret 1995, BUDI memperoleh pernyataan efektif BAPEPAM-LK guna lakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ke masyarakat sebanyak 30 juta saham dengan nilai nominal Rp500 per saham dengan harga penawaran Rp3.000 per saham. Saham dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia, BEI) pada 8 Mei 1995.

Data 31 Maret 2020, kepemilikan sahamnya dikuasai pemegang saham ditempatkan dan disetor penuh PT Sungai Budi sebesar 26,7 persen, PT. Budi Delta Swakarya dengan porsi 31,15 persen, saham publik masing-masing kurang dari 5 persen sebesar 42,15 persen.

Per 30 April 2022, komposisinya menjadi Budi Delta Swakarya (32,26 persen), PT Sungai Budi (26,70 persen), publik masing-masing kurang dari 5 persen sebesar 41,04 persen.

Kasat mata, BSSW yang pernah tersandung isu pencemaran lingkungan sungai Way Seputih, Lampung Tengah ini, terpantau tengah terus meningkatkan grade sebagai produsen produk berbahan dasar singkong terintegrasi penerap konsep lingkungan hijau.

Inovasi pelestarian lingkungan BSSW diampu melalui dua upaya Green Transformation, dengan bangun pembangkit listrik tenaga biogas dari residu konversi limbah cair pabrik tapioka yang dibangun di 8 pabrik tapioka di Lampung untuk penuhi kebutuhan energinya.

Persisnya di pabrik Gunung Agung, Ketapang (Lampung Utara), Pakuan Agung, Tulang Bawang, Terbanggi Besar (Lampung Tengah), Unit 6, Way Jepara (Lampung Timur), dan Way Abung (Tulang Bawang Barat).

Selain, membesut proyek-proyek anaerobik pengubah limbah singkong jadi gas metana yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga gas idem buat keperluan sendiri. Serta, mengurangi efek rumah kaca.

Proyek ramah lingkungan ini didaftarkan ke Badan PBB yang menangani perubahan iklim, United Nations Framework Convention in Climate Change (UNFCCC), sebagai bagian dari Clean Development Mechanism (CDM) sebagai upaya penyelamatan lingkungan.

Seturut lainnya, pembangkit listrik tenaga biogas ini berlipat guna bagi BSSW untuk memberikan pasokan listrik yang stabil, biaya lebih murah dibanding pakai generator listrik, pemanfaatan limbah jadi peluang upaya serta selamatkan lingkungan, dan manfaat lainnya.

Seperti, BSSW menerima sertifikat Certified Emission Reduction (CER) yang dibutuhkan negara maju untuk mengurangi efek rumah kaca dan kelak bantu kemajuan perusahaan.

 

Komisaris dan Direksi

Pria WNI keturunan Tionghoa, gaek 77 tahun, Widarto Ali yang gabung Sungai Budi sejak berusia 29 tahun pada 1966 hingga 19 tahun berikutnya dipercayai menjadi Chairman pada tahun 1985 ini, praktis jadi Presiden Komisaris BSSW sejak 1987 tak tergoyahkan hingga kini.

Terakhir lewat Akta Notaris Antoni Halim, S.H. Nomor 29/2018 tanggal 24 Mei 2018, Widarto kembali dikukuhkan di jabatan yang sama.

Widarto yang terafiliasi dengan Komisaris Oey Alfred, Presiden Direktur Santoso Winata, dan Direktur Oey Albert, serta pemegang saham utama Perseroan; juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBL) sejak 1986-sekarang.

Widarto, pria bertangan dingin ini sekalimat titahnya, adalah peluang cuan gede korporat. Dikenal memegang teguh prinsip, dan disiplin, Widarto selain itu juga kabarnya sosiopreneur tulen. Penganut agama yang taat.

Adapun Santoso Winata, Presdir BSSW ini juga idem afiliasi Widarto. Santoso, kelahiran Jakarta 1962, gabung Sungai Budi 1982, jadi Deputy Chairman Sungai Budi dan Presdir BSSW 1987-sekarang, diperbarui Akta 29 idem Widarto, sekaligus Presiden Komisaris TBL sejak 1990.

Sehari-hari, Presdir Santoso Winata dibantu Wakil Presiden Direktur Sudarmo Tasmin, dan lima direktur: Djunaidi Nur, Mawarti Wongso, Oey Albert, Sugandhi, Tan Anthony Sudirjo.

Widarto dan Santoso, sekaligus Penerima Manfaat Akhir (Ultimate Beneficial Owner) dari saham BUDI.

 

Portofolio Tangguh

Disitat dari laman korporasi, portofolio bisnis BSSW sendiri bergerak 1 x 24 jam melalui tiga entitas anak perusahaannya. Yakni, produsen fruktosa, glukosa, dan maldodextrin atau sweeteners, PT Associated British Budi Tbk dimana BSSW miliki 50,10 persen saham.

Lalu, produsen glukosa, maldodextrin, dan tepung tapioka, PT Budi Lumbung Ciptatani dengan 99,98 persen saham milik BSSW. Dan, korporat niaga PT Budi Starch & Sweeteners Singapore Pte. Ltd.

Menghidupi sedikitnya 1.600-an karyawan, BSSW saat didirikan 15 Januari 1979 bernama mula PT North Aspac Commercial Industrial Company mulai beroperasi Januari 1981 ini, mulanya adalah produsen asam sitrat. Lantas diperluas dengan memproduksi pula tapioka dan produk olahan singkong lainnya.

Sewindu berselang, Sungai Budi Group milik Widarto dan Santoso Winata yang berbasis di Lampung, mengambilalih perusahaan ini 1987.

Penyesuaian pemilik baru, transformasi awal dengan merubahnya menjadi PT Budi Acid Jaya (BAJ) pada 4 Mei 1988. BAJ ekspansi dengan mengakuisisi dua perusahaan lain pada 1991 dan 1995.

Yang diakuisisi yakni 6 pabrik tapioka dan 3 pabrik karung dari induknya Sungai Budi Group senilai Rp66 miliar, sejalan upaya efisiensi internal perusahaan Sungai Budi.

BSSW resmi go public 31 Maret 1995, dengan melepas 30 juta sahamnya setara 30 persen, harga penawaran Rp3.000/lembar di Bursa Efek Jakarta kini BEI.

Data 1995, Budi Acid Jaya tercatat memiliki sejumlah pabrik di Lampung, yakni pabrik asam sitrat berkapasitas 7.500 ton, pabrik asam sitrat dan asam sulfat berkapasitas 37.500 ton, dan dua pabrik tapioka yang lantas jadi 12 pabrik tapioka pascaakuisisi.

Jika pernah mendengar nama British Sugar (Overseas) Ltd., perusahaan industri fruktosa dan glukosa berkapasitas 50.000 ton dengan nilai investasi 18 juta dolar AS dan kepemilikan 50,1 – 49,9 persen saham, pabriknya mulai beroperasi pada April 1996 ini merupakan satu dari dua perusahaan patungan dirian Budi Acid Jaya.

Selain PT Ve Wong Budi Indonesia, korporat bentukan April 1996 beroperasi 1998 dengan merek dagang A-One, nama join Budi Acid Jaya dan Ve Wong untuk korporat produsen monosodium glutamat berkapasitas produksi 18.000 ton per tahun, dengan kepemilikan saham 51-49 persen ini.

Perinci produk, baik untuk konsumsi domestik maupun yang telah rajai pasar ekspor, misal merek “Gajah” untuk asam sitrat termasuk yang diekspor, “Budi Acid Jaya” untuk merek asam sulfat, jenama tapioka “Gunung Agung”, “Rose Brand”, “Ikan Mas”, dan “Ikan Koki”. PT Sungai Budi, bertindak selaku distributor.

Bisnisnya kian masif ekspansif, memasuki era milenium kurun tahun 2000-an, total ada 12 pabrik tapioka mayoritas di Lampung, dan masing-masing sebuah di Surakarta dan Jambi; dua pabrik asam sitrat berkapasitas 15.000 ton; pabrik asam sulfat berkapasitas 6.000 ton dan pabrik karung berkapasitas 9.500 ton, resmi jadi ceruk cuan.

Ekspansi juga dibesut dengan rencana pembangunan pabrik tapioka baru di Gowa, Lampung, Trenggalek berkapasitas 36.000 ton; asam sulfat menjadi 65.000 ton; asam sitrat 3.000 ton; dan alkilbenzena sulfonat berkapasitas 50.000 ton.

Alhasil 2009, dari ekspansi ini pabrik tapioka Budi Acid Jaya jadi 13, pabrik asam sitrat jadi 3 buah, 10 pabrik turunan tapioka lainnya, 3 pabrik kantong plastik, 1 pabrik monosodium glutamate (MSG) alias micin. Produknya membekap 20 persen pasar.

Sadar meraksasa, pascatransformasi Mei 1988, sejalan keinginan mencerminkan posisi sebagai market leader produk tapioka dan pemanis serta dalam rangka globalisasi perdagangan produknya di pasar dunia, PT Budi Acid Jaya Tbk resmi berganti nama jadi PT Budi Starch & Sweetener Tbk, 12 Juni 2013.

Transformasi ini juga menandai berakhirnya lini bisnis produksi asam sulfat perusahaan ini akibat gempuran banjir produk impor pada Maret 2013, dan marjin laba kecil (2,13 persen) dari total pendapatan perusahaan. Namun demikian, produksi asam sitrat dan MSG tak distop hanya saja alih kelola, ditangani PT Golden Sinar Sakti, perusahaan afiliasi Sungai Budi Group lainnya.

Cek peta, Budi Starch & Sweetener total kini memiliki 19 pabrik. Yakni, 12 pabrik tapioka berkapasitas 705.000 ton, 1 pabrik glukosa berkapasitas 108.000 ton, 1 pabrik karung berkapasitas 5.000 ton dan 1 pabrik asam sulfat berkapasitas 60.000 ton, di Lampung.

Lalu, 2 pabrik tapioka berkapasitas 90.000 ton, 1 pabrik glukosa dan sorbitol kapasitas 54.000 ton di Jawa Timur. Dan, 1 pabrik tapioka 30.000 ton di Sulawesi Selatan.

Lainnya, oleh PT Budi Lumbung Ciptatani anak usahanya, 1 pabrik tapioka berkapasitas 60.000 ton, 1 pabrik glukosa – maltodekstrin berkapasitas 36.000 ton, di Jawa Tengah.

Juga oleh anak usaha lainnya, PT Associated British Budi, 1 pabrik fruktosa, glukosa, dan maltodekstrin berkapasitas 36.000 ton.

Secara persentase cakupan produk, tapioka jadi sumber utama pendapatan (73 persen), disusul pemanis (22 persen). Produk-produk BSSW dijual di dalam negeri lewat distributor tunggal PT Sungai Budi dan 8 persen diekspor ke berbagai negara tujuan maupun digunakan sendiri terutama karung plastik 26 persennya dipakai untuk kemasan produknya.

Tak banyak kisah yang dapat dikulik seputar situasi keuangan perusahaan saat jatuh masa krisis 1997-1998, dan krisis 2008, berikut dua tahun krisis pandemi 2020-2021 lalu.

Terpisah, satu momen epik penanda iktikad baik perusahaan dalam membangun sinergi kolaborasi riset dan pengembangan (R&D), saat Preskom Widarto bersama Plt. Rektor Universitas Lampung (Unila) Dr. Mohammad Sofwan Effendi, M.Ed dan Gubernur Lampung saat itu Arinal Djunaidi, melakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung empat lantai, Pusat Kajian Singkong, Kelapa Sawit, dan Tebu, Fakultas Pertanian Unila, dalam HUT ke-49 FP Unila, 16 November 2022.

Jum’at 23 Desember 2024, Pj Gubernur Lampung Samsudin memanggil direktur BSSW dan 28 lainnya membahas situasi mutakhir anjloknya harga singkong yang mendapat resistensi masif petani dan juga memperoleh simpati luas publik.

Ke-29 sejawat pabrikan yang juga diundang, yakni, PT Berjaya Tapioka Indonesia, PT Bintang Lima Menggala, PT Darma Agrindo, PT Florindo Makmur (Lampung Utara dan Lampung Tengah), PT Gajah Mada Internusa, PT Gunung Sewu, PT Hamparan Bumi Mas Abadi, PT Jaya Abadi Tapioka, PT Kapal Api Grup, dan PT Lambang Jaya.

Lalu, PT Mentari Prima Jaya Abadi, PT Mitra Patimas (Lampung Timur, Lampung Tengah), PT Sari Agro Manunggal, PT Sinar Agro Semesta, PT Sinar Bugur Indo Perkasa, PT Sinar Laut Grup, PT Sinar Pemalang Mulia, PT Tedco, PT Teguh Wibawa Bhakti Perasaan, PT Umas Jaya Agrotama, PT Tunas Jaya Lautan.

Berikut, CV Anugerah Jaya Mandiri Lampung, CV Gunung Intan, CV Mahameru, PR Candra Wijaya, PR Pabrik Tapioka Dharma Jaya, PR Pabrik Tapioka Way Raman Lampung Tengah, dan PR Pabrik Tepung Tapioka Way Raman Lampung Timur.

Hasil rakor, selain enam poin kesepakatan lainnya, dua poin jadi atensi luas publik, yakni poin ke-4: “Gubernur Lampung melarang impor tapioka ke Provinsi Lampung”.

Dan poin ke-5: ” Pengusaha industri tapioka menyepakati harga pembelian ubi kayu minimal sebesar Rp1.400 per kilogram, dengan refraksi maksimal 15 persen dan umur minimal panen 9 bulan.”

Sejenak, petani bersorak. Meski masih juga ketar-ketir, lantaran berpandangan masih butuh payung hukum setingkat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung demi kelar urusan atur, jamin, lindungi. Everybody happy.

Tahun 2023, produksi singkong di Lampung mencapai 7,1 juta ton dengan luas lahan 243 ribu hektare, meningkat dari 2022 mencapai 6,7 juta ton.

Pada 2024 ini, merujuk keterangan media, Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura Lampung, Ida Rachmawati, di Bandarlampung, Sabtu, 11 Mei 2024, produksi tahun ini diproyeksi mencapai 7,5 juta ton dari lahan seluas 254 ribu hektare.

“Sebagian besar singkong ini diproduksi untuk pemenuhan kebutuhan industri tapioka, sedangkan yang untuk konsumsi sekitar 10 persen dari total produksi dalam setahun,” info Kabid Ida saat itu, menjelaskan daerah sentra produksi singkong di Lampung ada di Kabupaten Lampung Utara, Lampung Timur, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang, dan yang menjadi daerah sentra terbesar dengan produksi melebihi 1 juta ton ada di Kabupaten Lampung Tengah.

Indonesia, negara penghasil singkong terbanyak keempat di dunia setelah Nigeria, Thailand, dan Brasil, dengan Lampung sebagai sentra produksi terbesar Indonesia.

Sebuah satire, jangan sampai status Lampung sebagai salah satu daerah produsen singkong nasional hanya sekadar statistik tanpa makna.

Kapitalis bergelimang cuan, petani legam di kebun-kebun kian menandus bergelimang air mata. Anak-anak petani kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja, dirampas haknya, tergusur dan lapar. Jangan sampai petani jadi kelas asing di tanah Pertiwi, di bumi sendiri. (Muzzamil)

Pos terkait