KPM Menyoal Nilai Sembako, Berujung Tawarkan Diri Jadi Supplier

LAMPUNG SELATAN – Ramainya pemberitaan di Media Online dan Youtube oleh seorang Narasumber yang juga sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Desa Wonodadi Kecamatan Tanjung Sari yang menyoal Komoditi Sembako tak senilai Rp.200.000, kini telah terpecahkan dan berujung menawarkan diri menjadi Supplier Sembako.

Terkait persoalan program sembako atau yang biasa dikenal dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Wonodadi membuat Kepala Dinas (Kadis) Sosial Kabupaten Lampung Selatan turun ke Desa setempat guna melakukan mediasi persoalan itu.

Bacaan Lainnya

Adapun persoalan itu diantaranya, komoditi sembako yang disalurkan tidak senilai Rp. 200.000,- serta kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dititipkan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) kepada Kepala Dusun (Kadus).

Uniknya, yang menjadi sorotan pada saat mediasi yang berlangsung di Aula Balai Desa Wonodadi itu, terdapat salah seroang KPM bernama Karsih yang sebelumnya mempermasalahkan bila nilai komoditi yang disalurkan oleh e-warung tidak senilai Rp. 200.000,- terlihat begitu vokal menawarkan diri untuk menjadi Supplier dengan dalih ingin berbagi keuntungan dengan desa.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Sosial Lamsel, Dulkahar, A.P., M.Si. mempersilahkan bagi siapapun yang ingin menjadi Supplier BPNT, asalkan mampu menyediakan komoditi sembako sesuai kebutuhan KPM.

“Ya saya sih silahkan saja, jangankan KPM, mau siapa saja silahkan asal dia memang mampu menyediakan komoditas itu. Ya kalau KPM nya merasa sudah mampu seharusnya sadar diri dong, keluar dulu sebagai penerima program baru setelah itu dia menjadi Supplier berarti sudah menjadi pengusaha,” ujarnya kepada Bongkar Post di Balai Desa Wonodadi, Selasa (31/8).

Menanggapi persoalan komoditi sembako yang tak sesuai dengan jumlah ketetapan Rp. 200.000,- Dulkahar menegaskan, pihaknya tidak mengintervensi. Yang jelas, komoditi yang diperoleh KPM harus memenuhi empat kriteria yang tertera dalam Pedoman Umum (Pedum). Empat kriteria itu diantaranya, mengandung karbohidrat, unsur protein hewani, unsur protein nabati, unsur vitamin dan mineral.

“Kalau masalah selisih harga saya tidak terlalu mengintervensi karena memang dilarang untuk mengintervensi. Setelah itu mengenai siapa Suppliernya itu juga saya nggak bisa. Kalau KPM keberatan silahkan musyawarah dengan e-warung,” tegasnya.

Dulkahar menjelaskan, Program BPNT memang diperuntukkan bagi keluarga miskin yang memang harus berbentuk sembako. Oleh sebab itu, pihaknya menyarankan kepada keluarga yang merasa sudah mampu untuk keluar sebagai penerima program.

“Ya makanya itu ada program pelabelan rumah, tetapi harapannya sadar sendirilah melakukan keluar. Kalau juga enggak, musyawarah desa adalah forum yang tertinggi untuk menggraduasi penerima program,” jelasnya.

“Jadi sebetulnya, penerima program dan masyarakat yang belum masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) itu forum tertinggi dalam pemutusannya dalam musyawarah desa, jadi bukan hanya keputusan kepala desa. Tetapi dengan harapan jika pelabelan bisa terkikislah ini, orang-orang yang mampu bisa keluar,” sambungnya.

Dulkahar menegaskan, bahwasanya kartu ATM tidak boleh dipegang oleh siapapun selain penerimanya karena dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan. Bahkan menurutnya, Dinsos Lamsel sudah sebanyak dua kali menerbitkan Surat Edaran (SE).

“Sebenarnya kartu ATM itu tidak boleh dipegang orang lain selain KPM itu sendiri dikarenakan disitu ada nomor PIN nya, itu kan rahasia. Kalau dipegang orang lain, itu namanya sudah tidak rahasia lagi. Kalau harus dititipkan kepada perangkat desa itu dibuatkan berita acara dan surat kuasa, yang penting dia (Perangkat Desa, Red) dengan tujuan melakukan kebaikan. Kalaupun ada penyimpangan uangnya dicairkan oleh yang bersangkutan (memegang kartu ATM KPM) ya harus bertanggung jawab dong, tetapi untuk yang akan datang baiknya dipegang masing-masing KPM,” pungkasnya.

(Firdaus)

Pos terkait