(Ket. Foto: Ketua Umum PRN, J. Frist Manalu, S.Kom.)
Bongkar Post, Sumut — Ketua Umum Perisai Rakyat Nusantara (PRN), J. Frist Manalu, S.Kom., kembali menyoroti fenomena politik yang kian jauh dari semangat pengabdian. Ia menilai, banyak pejabat publik setelah menjabat justru lebih sibuk tampil di panggung seremonial dan pencitraan, ketimbang menunaikan janji serta tanggung jawab kepada rakyat.
(Ket. Foto: Ketua Umum PRN, J. Frist Manalu, S.Kom.)
Menurutnya, budaya politik simbolik semakin mengakar di kalangan pejabat, di mana kegiatan seremonial dan publikasi diri lebih diutamakan daripada kerja nyata di lapangan.
“Setelah terpilih, banyak pejabat lupa arah perjuangan. Jabatan dijadikan panggung, bukan pengabdian. Rakyat hanya disuguhi gambar dan seremoni, sementara janji kampanye yang dulu diucapkan dengan lantang tak kunjung ditepati,” tegas J. Frist Manalu saat ditemui di Pematangsiantar, Kamis (9/10/2025).
Ia menambahkan, politik yang seharusnya menjadi sarana perubahan kini bergeser menjadi ajang pencitraan. Banyak pejabat lebih sibuk membangun opini publik di media sosial ketimbang mendengar keluhan rakyat di lapangan.
“Rakyat tidak menuntut kemewahan atau popularitas pejabatnya. Mereka hanya ingin melihat tindakan nyata, harga kebutuhan pokok stabil, lapangan kerja terbuka, dan pelayanan publik yang adil,” ujarnya.
PRN menegaskan bahwa kesuksesan seorang pejabat tidak dapat diukur dari banyaknya seremoni, melainkan dari sejauh mana kebijakan dan kinerjanya mampu memperbaiki kehidupan masyarakat.
“Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk menyadarkan. Negara ini tidak butuh aktor politik, tetapi pemimpin sejati. Mereka yang bekerja dalam senyap, bukan yang sibuk berswafoto di depan kamera,” tambahnya.
Lebih jauh, J. Frist Manalu mengingatkan agar setiap pejabat publik mengembalikan makna jabatan sebagai amanah rakyat, bukan panggung popularitas. Ia menegaskan, kepercayaan publik adalah modal utama dalam membangun bangsa.
“Kalau janji kampanye hanya jadi arsip, kepercayaan rakyat akan menjadi korban. Padahal, kepercayaan publik adalah fondasi utama demokrasi,” tutupnya dengan tegas.
(S.Hadi Purba)