Ketahanan Pangan atau Pesta Anggaran? Rp2,8 Miliar Dinas Pangan Bandar Lampung Dipertanyakan 

Ketahanan Pangan atau Pesta Anggaran? Rp2,8 Miliar Dinas Pangan Bandar Lampung Dipertanyakan

 

Bacaan Lainnya

Bongkar Post, Bandar Lampung

Dinas Pangan Kota Bandar Lampung pada tahun 2025 mengelola anggaran jumbo, totalnya mencapai Rp2.798.406.040.

Dari angka hampir Rp2,8 miliar itu, pos belanja konsumsi, perjalanan dinas, hingga “bahan-bahan lainnya” menelan porsi yang mengejutkan.

Dalam dokumen resmi anggaran, terungkap bahwa hanya untuk makanan dan minuman rapat, Dinas Pangan mengalokasikan hingga Rp210.950.000.

Uang rakyat ini dipecah ke berbagai kegiatan diantaranya, Rp12,5 juta untuk satu kali rapat, Rp25 juta untuk rapat berikutnya, Rp10,7 juta, Rp9,6 juta, Rp10,4 juta, Rp17,25 juta, Rp10,5 juta, Rp10,4 juta, Rp10,1 juta, Rp12,5 juta, bahkan ada satu paket rapat yang menelan Rp28 juta. Jika ditotal, seluruhnya mencapai Rp210,95 juta hanya untuk konsumsi rapat.

Tak kalah mencolok, pos perjalanan dinas paket meeting dalam kota menelan Rp98.620.000.

Angka ini muncul dari enam paket perjalanan yaitu, Rp14,5 juta, Rp15,66 juta, Rp11,4 juta, Rp13,92 juta, Rp37,91 juta, dan Rp5,22 juta.

Namun yang paling menyita perhatian publik adalah pos belanja bahan-bahan lainnya yang nilainya mencapai Rp1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah).

Angka fantastis ini menjadi pertanyaan besar karena tidak dijelaskan secara rinci bentuk dan peruntukannya.

Selain itu, ada juga belanja barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat dengan total Rp246.999.181, terdiri dari Rp65 juta, Rp76,99 juta, dan Rp105 juta.

Lalu belanja jasa penyelenggaraan acara sebesar Rp132.425.000, belanja jasa konversi aplikasi/sistem informasi Rp37 juta, sewa alat bantu lainnya Rp101 juta, sewa kendaraan angkutan barang Rp48 juta, serta pengadaan pakaian dinas lapangan (PDL) Rp14,3 juta dan pakaian batik tradisional Rp13,1 juta.

Tak berhenti di situ, dalam pos anggaran swakelola, dinas juga mencatat pengeluaran senilai Rp93.670.000.

Dana ini terbagi untuk honorarium pejabat Rp14,52 juta, honorarium narasumber dan panitia Rp11,45 juta, jasa operator komputer Rp24 juta, lembur Rp33,5 juta, serta honorarium tim penyusunan jurnal dan pengelola website Rp10,2 juta.

Dengan rincian tersebut, publik bisa melihat jelas bahwa dari total Rp2,798 miliar, porsi besar habis untuk konsumsi rapat, perjalanan dinas, honorarium, hingga belanja yang tidak rinci seperti “bahan-bahan lainnya” sebesar Rp1,2 miliar.

Salah satu pengamat menilai, alokasi belanja yang terlalu besar untuk pos konsumsi dan perjalanan dinas menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penggunaan anggaran.

“Anggaran pangan seharusnya fokus pada peningkatan ketahanan pangan masyarakat, bukan habis di meja rapat dan perjalanan dinas,” kritik Agung pemerhati kebijakan publik, pada Kamis (21/8/2025).

Menurutnya, angka Rp210 juta hanya untuk konsumsi rapat adalah bentuk pemborosan.

“Bagaimana mungkin ratusan juta rupiah dihabiskan hanya untuk makan dan minum rapat, sementara masyarakat masih menghadapi persoalan harga pangan yang fluktuatif? Ini jelas tidak efisien dan jauh dari prioritas publik,” kritik Agung.

Ia juga menyoroti pos perjalanan dinas dan paket meeting dalam kota yang mencapai Rp98 juta.

“Perjalanan dinas dan rapat-rapat internal seharusnya dilakukan secara sederhana, bukan dijadikan ladang pemborosan. Jika anggaran digunakan dengan efisien, dana sebesar itu bisa dialihkan untuk program yang langsung menyentuh masyarakat, seperti subsidi pangan atau penguatan ketahanan pangan lokal,” tambahnya.

Lebih tajam lagi, Agung menyoroti pos ‘bahan-bahan lainnya’ senilai Rp1,2 miliar yang sama sekali tidak dijelaskan rinci.

“Inilah masalah klasik dalam tata kelola anggaran yaitu ada pos besar yang disebut ‘lain-lain’ tanpa transparansi. Publik berhak curiga karena angka sebesar itu bisa saja jadi celah kebocoran anggaran. Kalau memang benar-benar untuk kepentingan masyarakat, seharusnya dijelaskan secara terbuka, bukan ditutup-tutupi dengan istilah umum seperti ‘bahan-bahan lainnya’,” ucapnya.

Agung menekankan, penggunaan uang rakyat seharusnya memenuhi prinsip akuntabilitas dan sesuai perintah presiden terkait Efisiensi.

“Anggaran daerah bukan milik segelintir pejabat, melainkan uang publik yang harus digunakan seefisien mungkin. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, menghambur-hamburkan Rp2,8 miliar untuk konsumsi, perjalanan, dan pos-pos tak jelas bukan hanya keliru, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat,” tegasnya.(Jim)

Pos terkait