Bongkarpost.co.id
Bandar Lampung,
Proyek Jalan Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (Terpeka) digadang-gadang menjadi salah satu tulang punggung konektivitas Sumatera. Namun, di balik mulusnya aspal dan megahnya gerbang tol, ada kisah kelam yang kini menyeret nama seorang pejabat PT Waskita Karya ke meja hijau.
IBN, Kepala Divisi V perusahaan pelat merah tersebut, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Lampung. Modusnya terbilang klasik, tetapi rapi: pertanggungjawaban keuangan fiktif dan dokumen tagihan yang direkayasa. Hasilnya, negara merugi hingga Rp66 miliar untuk ruas tol sepanjang 12 kilometer yang menjadi tanggung jawabnya.
Pengungkapan kasus ini bukan perkara mudah. Dalam lima bulan penyidikan, tim Pidsus Kejati Lampung bergerak lintas provinsi. Penggeledahan dilakukan di empat titik strategis: Riau, DKI Jakarta, Bekasi, dan Semarang. Dari sana, penyidik menemukan bukti-bukti yang menguak pola permainan.
Barang bukti yang disita bukan main-main: uang tunai Rp2,19 miliar, rekening berisi Rp1,90 miliar yang langsung diblokir, 47 sertifikat tanah dan bangunan, lima unit mobil, serta tiga sepeda mewah. Total nilai aset yang disita dan diblokir ditaksir mencapai ±Rp50 miliar.
“Ini adalah bagian dari upaya pemulihan kerugian negara. Kami akan telusuri seluruh aset dan aliran dana yang terkait,” tegas perwakilan Kejati Lampung saat konferensi pers.

Proyek Raksasa, Celah Raksasa
Nilai kontrak pembangunan ruas tol ini pada tahun anggaran 2017–2019 mencapai Rp1,2 triliun. Angka besar yang idealnya menggerakkan ekonomi dan memacu pembangunan, justru menjadi ladang subur praktik korupsi.
Dokumen yang dimanipulasi tersangka mencakup klaim tagihan yang tidak sesuai progres, pembelian material yang dilebihkan, hingga penggunaan nama perusahaan rekanan fiktif. Semuanya dilakukan dengan pola administrasi yang nyaris tak meninggalkan jejak—kecuali bagi penyidik yang telaten membongkar lapis demi lapis.
Selama lima bulan, sejak 13 Maret hingga 11 Agustus 2025, Kejati Lampung mengamankan total uang Rp6,35 miliar sebagai hasil penyitaan. Namun angka ini baru sebagian kecil dari total kerugian negara yang diperkirakan. Penyidik meyakini masih ada aset dan rekening lain yang terselip di jaringan perbankan maupun investasi pribadi tersangka.
Proses hukum kini memasuki babak baru. Selain IBN, penyidik membuka peluang menetapkan tersangka tambahan, terutama pihak-pihak yang diduga membantu proses pencairan dana dan pembuatan dokumen fiktif.
Bagi publik, kasus ini menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik berskala besar sering kali diiringi permainan di balik layar. Bagi penegak hukum, ini adalah medan pembuktian bahwa uang rakyat—betapapun besar jumlahnya—harus dipertanggungjawabkan sampai rupiah terakhir. (Rusmin)
 
									
 
											





