Jangan Asal Angkat, Dedy Hermawan: Tenaga Pendamping Harus Berintegritas dan Objektif

Jangan Asal Angkat, Dedy Hermawan: Tenaga Pendamping Harus Berintegritas dan Objektif

 

Bacaan Lainnya

Bongkar Post, Bandar Lampung

Langkah Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang tengah membentuk tim Tenaga Pendamping Percepatan Pembangunan (TP3) mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Salah satu suara kritis datang dari akademisi Universitas Lampung, Dr. Dedy Hermawan, yang menekankan pentingnya proses rekrutmen yang bersih, profesional, dan partisipatif.

Dalam pernyataan resminya, Dedy menilai bahwa pembentukan tim tenaga ahli semestinya berangkat dari kebutuhan strategis kepala daerah agar setiap keputusan pembangunan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.

“Rekrutmen tenaga ahli sebaiknya didasarkan atas kebutuhan pemerintah daerah, dalam hal ini gubernur, untuk mengambil keputusan yang tepat agar pembangunan dilaksanakan secara efektif,” ujar Dedy Hermawan, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung, Minggu (22/6/2025).

Menurut Dedy, para tenaga ahli yang direkrut harus memenuhi sejumlah kriteria mendasar dan tidak bisa asal tunjuk.

“Tenaga ahli yang direkrut sebaiknya memiliki sejumlah kompetensi seperti integritas, kepakaran, pengalaman, kemampuan berkomunikasi, dan team work yang bagus,” jelasnya.

Namun yang tidak kalah penting, sambung Dedy, adalah proses seleksi itu sendiri. Ia menekankan bahwa proses rekrutmen tenaga ahli tidak boleh dilakukan secara tertutup atau elitis.

“Dari sisi proses, rekrutmen dilakukan secara transparan, partisipatif, dan objektif, sehingga tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dedy mendorong pemerintah provinsi membuka ruang partisipasi publik dalam menentukan siapa saja figur yang pantas mendampingi Gubernur Lampung dalam menjalankan agenda pembangunan.

“Berikan ruang bagi publik untuk memberikan masukan kepada gubernur berkaitan dengan figur-figur yang layak menjadi tenaga ahli. Hal ini penting, karena keputusan merekrut tenaga ahli sesungguhnya bagian dari kebijakan publik,” tegasnya.

Dedy juga mengingatkan, setiap kebijakan publik pada dasarnya harus berdiri di atas asas partisipasi masyarakat, karena berkaitan langsung dengan penggunaan sumber daya publik dan kepentingan bersama.

“Setiap kebijakan publik harus didasarkan pada partisipasi publik, karena ini menyangkut dengan sumber daya milik publik dan juga kepentingan publik,” pungkasnya.

Sikap tegas ini turut memperkuat sejumlah suara lain dari tokoh sipil dan masyarakat yang mendesak agar proses pembentukan TP3 tidak menjadi ajang kompromi politik atau balas budi.

Ketua Laskar Lampung, Panglima Nerozeli Koenang, mengingatkan pentingnya figur pendamping yang bersih dan kredibel.

“Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekda kita ini orang-orang muda yang energik. Sudah semestinya mereka didampingi oleh tenaga pendamping yang mumpuni dan bersih, bukan orang yang punya masalah di masa lalu. Keahlian mereka juga harus diuji, jangan asal angkat,” ujar Nerozeli.

Nada yang sama juga dilontarkan tokoh senior Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, yang meminta Gubernur menolak figur-figur bermasalah.

“Carilah tenaga-tenaga ahli yang benar, jangan mantan napi korupsi atau tahanan KPK dan kejaksaan. Mereka itu harus bisa memberikan masukan yang bergizi untuk Gubernur, bukan membawa masalah baru,” ucapnya dengan nada tinggi.

Sementara itu, Ketua Umum BPP-PKAIM, H. Nuryadin, mengingatkan pentingnya keterbukaan dan uji kelayakan terhadap nama-nama yang dipertimbangkan.

“Mengingat jabatan sebagai pendamping kepala daerah itu sebuah kehormatan, maka seharusnya masyarakat dilibatkan sejak awal, minimal untuk memberi masukan. Uji kelayakan dan penelusuran rekam jejak digital itu wajib dilakukan,” katanya.

Sorotan ini menjadi sinyal kuat bahwa publik Lampung menginginkan rekrutmen tenaga ahli yang bukan hanya memenuhi syarat administratif, tetapi juga bermoral, kompeten, dan layak menjadi mitra pemimpin muda dalam membangun Provinsi Lampung ke depan.(*)

Pos terkait