Jadi Narasumber Santiaji, Tuhu Bangun: Pemimpin Modern Harus Adaptif, Empatik, dan Berjiwa Humanis
Bongkar Post, Bandar Lampung
Ditengah arus transformasi digital dan tantangan global yang semakin kompleks, peran kepemimpinan dan kehumasan dituntut untuk berubah secara fundamental.
Hal itu ditegaskan Region Head PTPN I Regional 7, Tuhu Bangun, dalam materinya berjudul “The Art of Leadership in Practices Modern CEO in the Digital Era” yang menyoroti pentingnya kepemimpinan modern berbasis empati, inovasi, dan nilai kemanusiaan di tengah kemajuan teknologi.
Menurut Tuhu Bangun, pemimpin di era digital bukan hanya harus visioner, tetapi juga adaptif dan paham terhadap perkembangan teknologi agar mampu membawa organisasi tetap relevan di tengah perubahan.
“Seorang CEO modern memimpin dengan empati, memberdayakan inovasi, dan memastikan bahwa kemajuan melayani kemanusiaan bukan sebaliknya,” ujar Tuhu Bangun, saat menjadi Narasumber dalam Santiaji Jurnalistik dan Kehumasan Bongkar Post Group 2025 di Hotel Horison, Minggu (19/10/2025).
Ia menambahkan, pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang selalu mencari solusi, bukan memperbesar masalah, serta memiliki visi yang jelas untuk menginspirasi orang lain agar bergerak bersama.
“Pemimpin yang bijaksana selalu mencari solusi, bukan masalah,” tegasnya.
Tuhu juga menekankan bahwa nilai-nilai BUMN menjadi fondasi penting dalam membentuk karakter, integritas, dan profesionalisme insan perusahaan.
Di lingkungan PTPN, nilai kepribadian yang dipegang teguh adalah “SPORTIF”, yang mencerminkan semangat kerja keras, jujur, dan kolaboratif.
Hal itu, menurutnya, harus sejalan dengan visi besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui delapan misi besar Asta Cita.
“Pemerintahan Prabowo memiliki visi besar membawa Indonesia maju menuju Indonesia Emas 2045, dan komunikasi BUMN harus ikut mempercepat tercapainya visi itu,” jelas Tuhu.
Delapan misi besar Asta Cita yang disampaikan Tuhu antara lain memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia; memperkuat pertahanan dan kemandirian bangsa; menciptakan lapangan kerja berkualitas serta mengembangkan industri kreatif; memperkuat pembangunan sumber daya manusia, pendidikan, dan kesehatan; melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi bernilai tambah; membangun dari desa dan memberantas kemiskinan; memperkuat reformasi politik, hukum, serta birokrasi; dan terakhir, menjaga harmoni dengan lingkungan, budaya, serta meningkatkan toleransi antarumat beragama.
“Komunikasi korporasi BUMN harus selaras dengan Asta Cita. Humas bukan sekadar menyampaikan pesan, tapi juga menjadi jembatan antara kebijakan dan kepercayaan publik,” ujar Tuhu Bangun.
Sebagai bagian dari ekosistem BUMN, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) menurut Tuhu memiliki peran besar dalam mendukung ekonomi kerakyatan dan pembangunan berkelanjutan melalui proyek strategis nasional.
Dalam Framework Komunikasi PTPN, peran humas diarahkan untuk memperkuat citra korporasi melalui strategi komunikasi yang terintegrasi dan sejalan dengan Asta Cita.
“Kami mengoptimalkan dan mengharmonisasikan proses produksi materi komunikasi agar lebih terintegrasi, efektif, dan sesuai kebutuhan, dengan sistem monitoring yang dapat dijalankan bersama secara terukur,” ujarnya.
Tuhu juga menjelaskan bahwa PTPN terus mendorong peningkatan kompetensi SDM komunikasi melalui berbagai program pengembangan, memperkuat hubungan sinergis dengan pemangku kepentingan dan media, serta membangun engagement positif melalui kampanye publik dan pemberitaan yang konstruktif.
“Kami ingin agar setiap pesan komunikasi PTPN membawa semangat positif, mendorong perubahan, dan menjadi bagian dari gerakan sosial yang memperkuat citra BUMN,” jelasnya.
Ia menambahkan, kesiapan menghadapi krisis komunikasi juga menjadi bagian penting dari strategi perusahaan.
“Organisasi harus selalu siap menghadapi segala kemungkinan krisis dan mampu keluar dengan kerugian seminimal mungkin,” katanya.
Lebih lanjut, Tuhu Bangun menguraikan bahwa peran humas di era modern tidak bisa lagi dipandang sebatas penyampai pesan.
Humas, kata dia, harus menjadi penasihat ahli dan fasilitator komunikasi yang bekerja berdasarkan riset, perencanaan matang, pelaksanaan efektif, serta evaluasi terukur.
“Kehumasan di era modern berperan membangun citra positif melalui program dan peran kunci yang strategis,” ucapnya.
Ia menjelaskan pendekatan kehumasan yang efektif harus berangkat dari enam prinsip utama: mendengar sebelum berbicara, menggunakan narasi empatik, melakukan humanisasi citra, menjaga konsistensi pesan, menjunjung transparansi dan kejujuran, serta membangun citra lewat storytelling.
“Kekuatan humas terletak pada kemampuannya mendengarkan dan menyampaikan narasi dengan empati,” ujar Tuhu.
Dalam hal strategi, Tuhu menekankan pentingnya pendekatan berbasis kemitraan.
“Kemitraan adalah diplomasi yang paling kuat,” katanya. Karena itu, strategi komunikasi PTPN juga berfokus pada kolaborasi branding, diplomasi ekonomi dan investasi, diplomasi publik, serta pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan dengan transparansi sebagai landasan utama.
Tuhu Bangun juga menyoroti perubahan besar yang terjadi dalam praktik kehumasan akibat transformasi digital. Menurutnya, dunia komunikasi kini menuntut kecepatan, keterbukaan, dan interaksi dua arah yang intensif antara organisasi dan publik.
“Kehumasan di era digital memiliki kemampuan menjangkau audiens global secara cepat, memantau opini publik secara real-time, dan melakukan dialog langsung melalui berbagai platform media sosial,” jelasnya. Ia menilai, kemampuan menyesuaikan pesan dengan karakter audiens di setiap platform menjadi kunci dalam penyampaian pesan yang efektif.
Lebih jauh, Tuhu menegaskan bahwa kehumasan kini telah memasuki era 5.0, di mana kolaborasi antara teknologi canggih seperti Artificial Intelligence (AI) dan nilai kemanusiaan menjadi hal utama.
“Fokus humas di era 5.0 adalah kolaborasi antara teknologi dan humanisme untuk menciptakan komunikasi yang personal, inklusif, dan etis,” ujarnya.
Menurutnya, teknologi harus digunakan untuk memperkuat hubungan antar manusia, bukan menggantikannya. Karena itu, humas dituntut untuk menggabungkan empati manusia dengan kekuatan data digital, sekaligus melakukan pengambilan keputusan berbasis data atau data-driven decision making yang berlandaskan analitik tren publik dan sentimen masyarakat.
Dalam paparannya, Tuhu juga menyebut bahwa humas di era 5.0 perlu mampu mengelola reputasi digital dengan bijak di tengah maraknya hoaks dan disinformasi, serta menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam strategi komunikasi.
“ESG menjadi standar global dalam keberlanjutan bisnis dan harus diintegrasikan dalam strategi komunikasi demi membangun kepercayaan publik,” ujarnya.
Selain itu, kolaborasi lintas generasi juga menjadi faktor penting bagi keberhasilan humas masa kini.
“Kolaborasi antara praktisi senior dan junior sangat krusial. Ini bukan soal senioritas, tapi soal sinergi pengetahuan dan pengalaman,” tambahnya.
Sebagai penutup, Tuhu Bangun menegaskan bahwa praktisi humas di era digital harus memiliki empat keterampilan utama yaitu, kecerdasan emosional dan empati, kemampuan adaptif terhadap perubahan, penguasaan teknologi komunikasi, serta pemikiran kritis dan kreatif dalam mengolah informasi.
“Kecerdasan emosional dan empati adalah hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi,” katanya.
“Humas harus menjadi jembatan antara data dan hati manusia, antara logika dan rasa, agar komunikasi yang dibangun tidak hanya informatif tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan,” pungkas Tuhu Bangun, Region Head PTPN I Regional 7. (Jim)