Ima Madina Pekanbaru Desak Bupati Tindak Perusahaan Sawit Pantai Barat yang tidak tertib serta memberikan sanksi tegas
Mandailing Natal, Sumatera Utara —
ikatan mahasiswa Mandailing Natal Pekanbaru menyoroti dugaan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan perkebunan di wilayah Pantai Barat Kabupaten Mandailing Natal (Madina), terutama di daerah Sinunukan, Batahan, Muara Batang gadis, Natal dan sekitarnya.
Mahasiswa menilai pemerintah daerah, khususnya Bupati Mandailing Natal, telah gagal menegakkan aturan dan membiarkan perusahaan bertindak sewenang-wenang, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, lingkungan, dan keadilan sosial.
Mahasiswa menemukan banyak perusahaan perkebunan yang beroperasi tanpa izin lokasi yang sah, tanpa Hak Guna Usaha (HGU), bahkan diduga tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Fakta di lapangan menunjukkan adanya pabrik yang sudah beroperasi penuh tanpa dasar hukum yang jelas, yang diduga termasuk pabrik pengolahan milik PT Palmaris, tutur Gusti ketua umum Ima Madina Pekanbaru.
Pembiaran ini, menurut mahasiswa, menjadi bukti lemahnya fungsi pengawasan pemerintah daerah terhadap korporasi besar yang menikmati hasil bumi tanpa kepatuhan hukum.
Gusti pardamean Nasution ketua umum Ima Madina Pekanbaru menyatakan Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2013, setiap perusahaan wajib menyediakan plasma 20% dari luas HGU untuk masyarakat sekitar. Namun hingga kini, masih banyak perusahaan seperti PT Gruti, PT Rendi, PT Palmaris, hingga PTPN IV yang diduga belum menunaikan kewajiban tersebut.
Program plasma yang seharusnya menjadi bentuk pemerataan ekonomi justru diabaikan, sedangkan masyarakat hanya menerima janji-janji kosong tanpa realisasi.
Selain itu, program tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan pun tidak pernah dirasakan masyarakat. Tidak ada transparansi, tidak ada partisipasi publik, dan tidak ada manfaat nyata.
Mahasiswa juga menyoroti dugaan pembuangan limbah cair ke sungai oleh perusahaan perkebunan, yang telah mencemari sumber air warga.
ini menunjukkan ketidak pedulian korporasi terhadap aspek lingkungan hidup dan kelalaian pemerintah daerah dalam melakukan penegakan hukum lingkungan.
“Ketika sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat diracuni limbah, itu bukan lagi kesalahan teknis — itu kejahatan ekologis,” tegas aji Pangestu sekjend Ima Madina Pekanbaru.
Di lapangan, konflik antara masyarakat dan perusahaan terus meningkat.
Kasus PT Rendi di wilayah Singkuang 1 yang memicu pertentangan antara masyarakat dan koperasi (KSB dan SPI) adalah contoh nyata bagaimana ketidak jelasan pengelolaan plasma menyebabkan perpecahan di tengah rakyat.
Mahasiswa menilai konflik ini muncul akibat kebijakan pemerintah yang kurang tegas sehingga Masyarakat menjadi korban.
“Kami mahasiswa tidak akan diam melihat rakyat dizalimi dan lingkungan dirusak. Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat, bukan menjadi perisai bagi korporasi!” — tegas Aji Pangestu putra aslu Pantai Barat. (S.Hadi P/SN)
 
									
 
											





