Hari Tani Nasional 2025 – Lampung sebagai Lokomotif Hilirisasi Pangan untuk Indonesia Emas

Opini

 

Bacaan Lainnya

Hari Tani Nasional 2025 – Lampung sebagai Lokomotif Hilirisasi Pangan untuk Indonesia Emas

 

Oleh : Ahmad Giri Akbar, SE, MBA

(Ketua DPRD provinsi Lampung

Ketua DPD Pemuda Tani Indonesia Provinsi Lampung)

 

Setiap tanggal 24 September, bangsa Indonesia memperingati Hari Tani Nasional, momentum yang mengingatkan kembali pada lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria 1960. Peringatan ini tidak hanya bersifat historis, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagaimana petani tetap menjadi fondasi ketahanan pangan dan ekonomi bangsa. Tahun 2025 ini, Hari Tani Nasional terasa istimewa karena bertepatan dengan awal periode pemerintahan baru yang menempatkan kedaulatan pangan dan hilirisasi sebagai agenda strategis nasional.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan betapa kuatnya sektor pertanian sebagai penopang ekonomi. Di tingkat nasional, pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang sekitar 11,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di Provinsi Lampung, kontribusi sektor pertanian bahkan mencapai 27,34 persen dari PDRB Triwulan III-2024. Angka ini menegaskan bahwa hampir sepertiga denyut ekonomi Lampung digerakkan oleh petani dan hasil bumi. Lampung jelas bukan hanya penting bagi daerah, melainkan juga strategis bagi ketahanan pangan nasional.

Namun, kontribusi besar ini baru mencerminkan peran sebagai penghasil bahan mentah. Nilai tambah masih banyak tersimpan di sektor hilir yang belum optimal digarap. Inilah saatnya hilirisasi menjadi fokus bersama. Lampung punya modal kuat: kopi robusta sebagai salah satu yang terbesar di Indonesia, singkong yang menyokong kebutuhan nasional, jagung untuk industri pakan, serta lada yang telah lama dikenal di pasar dunia. Jika semua ini diolah menjadi produk siap konsumsi dengan standar mutu dan branding modern, nilainya akan berlipat ganda.

Agenda hilirisasi yang kini ditekankan pemerintah pusat menunjukkan arah pembangunan ekonomi yang lebih inklusif. Selama ini, hilirisasi identik dengan nikel, bauksit, dan komoditas tambang lainnya. Padahal, hilirisasi pangan tidak kalah strategis. Dengan mendorong produk pertanian masuk ke rantai nilai industri, Indonesia tidak hanya mengamankan ketahanan pangan, tetapi juga mengangkat kesejahteraan petani. Lampung, dengan kontribusi pertanian yang dominan, sangat layak dijadikan pilot project hilirisasi pangan nasional.

Hilirisasi berarti petani tidak lagi hanya menjual singkong mentah, tetapi memproduksi tepung mocaf dan turunannya. Kopi tidak lagi sebatas biji, tetapi diolah menjadi kopi premium siap seduh. Cabai dan bawang merah tidak lagi dijual segar dengan harga fluktuatif, melainkan diproses menjadi bubuk atau pasta dengan daya simpan tinggi. Semua itu membuka akses pasar lebih luas, dari lokal hingga ekspor.

Untuk mewujudkan hal tersebut, peningkatan sumber daya manusia (SDM) petani menjadi kebutuhan utama. Pelatihan teknologi pascapanen, penguasaan digital marketing, serta manajemen usaha tani harus diperluas. Generasi muda pertanian atau petani milenial di Lampung sudah mulai bergerak ke arah ini, memanfaatkan media sosial dan marketplace untuk memasarkan produk mereka. Jika gerakan ini diperkuat dengan kebijakan nasional dan dukungan infrastruktur pengolahan di desa, maka transformasi pertanian akan berjalan lebih cepat.

Selain itu, hilirisasi pangan sejalan dengan visi besar Indonesia Emas 2045. Di usia satu abad kemerdekaan, Indonesia ditargetkan menjadi negara maju, berdaulat, dan sejahtera. Pertanian tidak boleh tertinggal dalam narasi besar ini. Justru, sektor ini harus menjadi salah satu motor utama yang menegaskan kemandirian bangsa. Lampung, dengan segala potensinya, dapat menjadi miniatur dari transformasi pertanian Indonesia yang diharapkan.

Hari Tani Nasional tahun ini menjadi panggilan bukan hanya bagi petani, tetapi juga bagi seluruh elemen bangsa. Pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, dunia usaha, serta komunitas masyarakat perlu bergandeng tangan membangun ekosistem hilirisasi. Dengan semangat kolaborasi, hilirisasi pertanian tidak hanya menjadi jargon, melainkan kenyataan yang mendatangkan kesejahteraan nyata bagi petani dan masyarakat luas.

Pada akhirnya, peringatan ini harus mengingatkan kita bahwa petani bukan hanya penyedia bahan pangan, tetapi garda depan kedaulatan bangsa. Dari Lampung, kita belajar bahwa pertanian adalah kekuatan strategis yang bisa menopang Indonesia secara keseluruhan. Dengan hilirisasi, peningkatan kualitas SDM, dan pemasaran modern, petani Indonesia akan naik kelas.

Mari kita sambut Hari Tani Nasional 2025 ini dengan keyakinan dan optimisme. Inilah waktunya bergerak bersama: mendorong hilirisasi, memperkuat kapasitas petani, dan memastikan produk pertanian kita memiliki daya saing tinggi. Jika Lampung bisa menjadi lokomotif, maka Indonesia dapat melaju menuju cita-cita besar: kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan Indonesia Emas 2045. (*)

Pos terkait