Eksekutif Wilayah LMND Lampung Menolak Usulan Soeharto Menjadi Pahlawan Nasional

Bongkarpost.co.id

Bandar Lampung,

Bacaan Lainnya

kepercayaan dan memori kolektif rakyat Indonesia dicederai kembali oleh usulan Kementrian Sosial yang mengusulkan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional. Selain Soeharto, beberapa nama lainnya seperti Marsinah yang merupakan aktivis buruh dan tokoh lainnya juga diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tidak etis melihat historis bangsa yang ternodai oleh darah dan ambisi kekuasaan selama tiga abad Soeharto menjadi pucuk pimpinan tertinggi Republik Indonesia.

Pada fakta historis yang lain, selama masa kepimpinan Soeharto juga melanggengkan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi akar kebusukan sistem politik di dalam tubuh birokrasi negara. Selain itu, kekuasaan yang dikomandoi “The Smilling General” selama 32 tahun ini juga telah melakukan monopoli penuh kekuasaan nya dengan berlumur darah dan nyawa, seperti yang dilaporkan oleh Transparency International (TI) pada 2004, Soeharto menempati urutan pertama sebagai diktator terkaya sekaligus terkorup di dunia.

Dimulai dari peristiwa yang 1965-1966 yang menjadi awal kekuasan Soeharto berjalan telah menghilangkan 500.000 hingga 1 juta orang tewas. Pada 1982-1985, kedikatoran Soeharto telah berhasil menghilangkan nyawa 1.000 orang tanpa pengadilan dengan dalih ‘keamanan dan stabilitas’ , peristiwa talangsari, peristiwa tanjung priok, serta peristiwa lainnya. Puncaknya pada peristiwa 98 ketika gelombang protes masa membesar, Soeharto semakin massif membredel pers dan menghilangkan aktivis pro demokrasi guna menjaga kekuasaan yang bengis dan rakus tetap berlangsung.

Meskipun secara retoris selalu mengedepankan “Pancasila” dalam kehidupan bernegara, realitas menunjukkan kebalikannya. Pada awal kekuasaan Soeharto di 1967, Undang-Undang Penanaman Modal Asing disahkan dan membentangkan karpet merah bagi negara imperialis. Undang-Undang Penanaman Modal Asing tersebut dibuat berdasarkan rekomendasi dari pemerintah Amerika Serikat dan para kapitalis penghisap tersebut. Selama masa kepemimpinan Soeharto dari Maret 1967 sampai Mei 1998, utang nasional membengkak hingga Rp 551,4 triliun, setara dengan 57,7 persen Produk Domestik Bruto.

Krisis moneter 1997-1998 menjadi titik terburuk, yang dipicu oleh beban utang, proyek-proyek besar, dan kapitalisme kroni yang ekstrem. Menurut pengakuan Bank Dunia, sebanyak 30 persen utang di masa Orba masuk ke kantong pribadi Soeharto. Mirisnya, beban utang warisan Orba masih kita tanggung hingga sekarang.

Melihat fakta historis ini, langkah yang dilakukan Kementrian Sosial (Kemensos) untuk mengusulkan Soeharto merupakan langkah yang inkonstitusional dan mengkhianati semangat reformasi 1998. ​Gelar pahlawan dalam esensinya bukan gelar yang diberikan dengan asas balas budi politik melainkan atas dedikasi dalam memperjuangkan kemanusiaan dan kehidupan berbangsa.

Ketua Eksekutif Wilayah Lampung, Dinda Boru Napitu menegaskan kepada seluruh masyarakat untuk menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan menyerukan Kementrian Sosial untuk melihat fakta historis secara objektif dan rasional .
“Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto ini adalah bentuk mencederai nalar kebangsaan dan memori kolektif bangsa. Pengusulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional menunjukkan bahwa Kementrian Sosial hanya mendahulukan oportunisme dibandingkan kepentingan rakyat banyak,” ujar Marco.

Lebih lanjut, Ketua Wilayah Lampung Dinda Boru Napitu juga mengajak agar mahasiswa sebagai garda penggerak untuk segera menyerukan bersama-sama usulan penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional karena apabila historikal luka berbangsa seperti ini hanya dijadikan komoditas politik oleh segelintir elit maka akan ada pembusukan sejarah yang lebih besar lagi akan terjadi secara berulang-ulang ke depan nya.

Oleh : Josua Sitorus (Departemen Kajian dan Bacaan EW Lampung)

Pos terkait