Dukung Pemerintah Tak Terapkan Pajak Baru dan Tak Naikkan Pajak 2026, APINDO Pinta Tahan Kenaikan Cukai

Shinta Widjaja Kamdani. | dok/Muzzamil

 

Bacaan Lainnya

BANDARLAMPUNG, BONGKARPOST.CO.ID — Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendukung taklimat pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang memastikan tidak ada kenaikan tarif pajak dan tidak ada penerapan pajak baru pada tahun 2026 mendatang, sekaligus meminta pemerintah menahan kenaikan tarif cukai yang jua bagian dari penerimaan perpajakan.

Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani awal pekan ini mengemukakan, APINDO mendukung afirmasi pemerintah yang memastikan takkan menaikkan tarif pajak pada tahun depan.

Kepastian ini jadi sinyal positif bagi dunia usaha untuk jaga stabilitas, perkuat iklim investasi, dorong pertumbuhan ekonomi.

APINDO percaya, optimalisasi penerimaan negara bisa dicapai melalui peningkatan kepatuhan dan penyempurnaan mekanisme perpajakan, tanpa menambah beban pelaku usaha maupun masyarakat.

“Dengan fokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan mekanisme yang ada, kami nilai langkah ini lebih tepat. Dibanding, menambah beban dunia usaha, masyarakat, melalui pajak baru atau kenaikan tarif pajak yang sudah berlaku,” ujar Shinta, disitat dari Bandarlampung, Sabtu (13/9/2025).

Bos Sintesa Group ini mengintensi, APINDO jua dukung perluasan basis pajak melalui pemetaan ‘shadow economy’, peningkatan kualitas administrasi, dan perbaikan layanan wajib pajak demi agar kepatuhan membayar pajak meningkat secara sukarela.

“Dunia usaha, prinsipnya siap berkolaborasi dengan pemerintah demi tercapainya target penerimaan negara, tanpa mengurangi daya saing dan keberlanjutan usaha,” tandas ia, mengintensi dengan konsistensi kebijakan, langkah aplikatif, serta implementasi yang efektif, diyakini optimalisasi penerimaan negara tersebut dapat beriringan dengan peningkatan iklim usaha, investasi, dan juga penciptaan lapangan kerja yang lebih luas, sekali lagi: ditengah iklim gonjang-ganjing ekonomi dunia yang serba rumit bin volatil.

 

Tarif Cukai: Tahan, Jangan Naik Dulu

Pada bagian lain, Shinta menyebut, ditengah kepastian tak adanya kenaikan pajak 2026, APINDO menekankan perlunya perhatian khusus terhadap dunia usaha dunia industri sektor padat karya alias DUDI pakar.

Shinta mencontohkan DUDI pakar seperti industri makanan minuman (manmin/F&B), dan industri hasil tembakau, kini hadapi tantangan serius akibat rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru yang berpotensi menekan daya saing sekaligus lapangan kerja.

Jika kebijakan kenaikan atau penerapan cukai baru dilakukan tanpa pertimbangkan kondisi riil DUDI pakar, tandas Shinta, “risiko penurunan daya saing dan berkurangnya kesempatan kerja akan semakin lebar.”

Padahal, “sektor ini justru selama ini menjadi penopang penerimaan negara sekaligus menyerap tenaga kerja,” sergah argumen ia.

Dari itu, “kebijakan tidak adanya kenaikan tarif pajak dan penerapan pajak baru 2026, sebaiknya juga mencakup cukai sebab cukai juga bagian dari penerimaan perpajakan,” lugas ia, tanpa pemastian itu DUDI pakar berisiko hadapi tekanan berlapis yang bisa berefek terganggunya keberlanjutan usaha.

Guna menjaga ketahanan DUDI pakar, dunia usaha juga mendorong pemberian insentif ketenagakerjaan, energi, dan logistik. Antara lain ada enam poin APINDO usulkan, yakni:

1. Percepatan restitusi PPN

Perbendaharaan istilah perpajakan merujuk, restitusi ialah pengembalian atas pajak yang lebih dibayarkan. Restitusi dapat dilakukan atas 2 kondisi: atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tak terutang (WP membayarkan pajak atas hal yang seharusnya tidak terutang pajak). Dan, atas pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN dan/atau PPnBM (WP membayar pajak lebih besar dari yang semestinya).

Dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN), restitusi dapat diajukan jika Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran yang mengakibatkan SPT PPN berstatus lebih bayar. Hak restitusi PPN diatur Pasal 9 ayat (4a) dan (4b) UU PPN.

Secara umum, restitusi PPN hanya diajukan di akhir tahun buku. Restitusi di setiap masa pajak dapat dilakukan terbatas oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak) tertentu, yakni PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud, BKP Tidak Berwujud, atau Jasa Kena Pajak (JKP); penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN; dan/atau penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPNnya tak dipungut.

Prosedur umum restitusi ini: usai Ditjen Pajak lakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) bila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak terutang. (Pasal 17 ayat 1 UU KUP)

Pasal 17B ayat (1) UU menyebut, Dirjen Pajak akan menerbitkan SKPLB dalam jangka 12 bulan sejak pengajuan permohonan restitusi.

Selain mekanisme restitusi secara umum, restitusi dipercepat merupakan mekanisme lain lakukan restitusi PPN: pengembalian pendahuluan atau restitusi dipercepat bagi PKP tertentu (PKP yang merupakan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, PKP Berisiko Rendah).

Pengembalian pendahuluan dapat dilakukan tanpa melalui pemeriksaan. Sebagaimana disebut dalam PMK 39/PMK.03/2018 s.t.d.t.d PMK 119/PMK.03/2024, Dirjen Pajak akan terbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), SK penentu jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk PKP tertentu.

Wajib Pajak Kriteria Tertentu (WPKT): salah satu WP yang diberi fasilitas pengembalian pendahuluan dan penerapan statusnya oleh Dirjen Pajak jika memenuhi kriteria seperti tepat waktu menyampaikan SPT, tak punyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, status audit laporan keuangan wajar tanpa pengecualian 3 tahun berturut-turut, dan tak pernah dipidana di bidang perpajakan.

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu (WPPT): Sesuai Pasal 17D UU KUP, PKP yang masuk WPPT diberi pengembalian pendahuluan. Bagi PKP, persyaratan tertentu dimaksud adalah SPT Masa PPN lebih bayar dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

PKP Berisiko Rendah: kegiatan usaha yang bisa peroleh status PKP Berisiko Rendah antara lain kategori perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek, BUMN dan BUMD, dan PKP Mitra Utama Kepabeanan. Usai ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, pengusaha tersebut dapat memperoleh fasilitas pengembalian pendahuluan.

Ketiga ini, mendapat fasilitas pengembalian pendahuluan PPN dalam jangka 1 bulan.

 

2. Skema diskon listrik LWBP

Skema merujuk program diskon tarif listrik 50 persen yang pernah sukses berlaku 2025 bagi pelanggan rumah tangga daya 450 VA hingga 2.200 VA (pascabayar: diterapkan otomatis pada tagihan bulanan) atau 1.300 VA (prabayar: diberikan saat pembelian token listrik) Januari-Februari dan Mei 2025.

Namun rencana program periode Juni-Juli 2025 tetiba saja dibatalkan pemerintah dan diganti dengan Bantuan Subsidi Upah (BSU).

 

3. Penurunan harga gas industri

Pengingat, penurunan harga gas industri di Indonesia yang telah ada sejak 2015 terakhir kali signifikan terjadi April 2020, ditetapkan menjadi maksimal 6 dolar AS per MMBtu (Million British Thermal Units atau Satu juta British Thermal Units, unit pengukuran standar untuk kontrak keuangan gas alam, setara 1 dekatherm) di tingkat konsumen (plant gate), berdasar hasil Ratas Kabinet 18 Maret 2020 diperkuat Permen ESDM 8/2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Peruntukannya bagi 7 golongan industri yakni baja, kaca, keramik, oleochemical, petrokimia, pupuk, dan sarung tangan karet; bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional terutama industri manufaktur usai menimbang ragam faktor ekonomi (dorong peningkatan produktivitas industri dan penciptaan lapangan kerja, diimbangi penghematan pengeluaran negara dari subsidi listrik dan konversi pembangkit listrik ke gas).

Selanjutnya, 4) insentif energi terbarukan; 5) dukungan pembiayaan kredit; 6) perluasan cakupan PPh 21 ditanggung pemerintah. (Muzzamil)

Pos terkait