Dugaan Pungutan SPP di SMK Negeri 1 Pematangsiantar, Rp100 Ribu per Siswa Tiap Bulan Tuai Kontroversi

Dugaan Pungutan SPP di SMK Negeri 1 Pematangsiantar, Rp100 Ribu per Siswa Tiap Bulan Tuai Kontroversi

 

Bacaan Lainnya

Bongkar Post, Pematangsiantar — Dugaan praktik pungutan kembali mencuat di lingkungan sekolah negeri. Kali ini, SMK Negeri 1 Pematangsiantar disebut melakukan pengutipan uang SPP sebesar Rp100 ribu per bulan dari setiap siswa. Informasi yang diterima dari sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, jumlah siswa di sekolah tersebut mencapai sekitar 1.250 orang.

Berdasarkan keterangan, pungutan ini sudah berjalan sejak lama,namun yang jadi permasalahan saat ini ,sejak Juli hingga September 2025. Bahkan, untuk siswa kelas XII, pembayaran sudah dilunasi hingga Desember mendatang. Jika dihitung, total dana yang terkumpul dari pungutan tersebut mencapai sekitar Rp375 juta hanya dalam kurun waktu tiga bulan.

Sumber yang sama juga menyebutkan, meskipun pungutan sudah dilakukan dan uang telah terkumpul, insentif maupun tunjangan jabatan para guru di sekolah tersebut belum juga direalisasikan. Hal ini menimbulkan tanda tanya di kalangan pendidik maupun wali murid terkait transparansi dan penggunaan dana pungutan tersebut.

Saat dikonfirmasi kepada beberapa siswa, mereka membenarkan adanya pungutan Rp100 ribu per bulan. “Iya, kami diminta membayar setiap bulan. Untuk yang kelas XII sudah dilunaskan sampai bulan Desember,” ujar salah satu siswa yang tidak ingin disebut namanya.

Sementara itu, Plt Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Pematangsiantar, Ika Febriani, S.Pd., M.Pd., ketika dikonfirmasi wartawan pada Kamis 2 Oktober 2025;membenarkan adanya pengutipan tersebut. Ia menyebut bahwa kebijakan itu sudah sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ia juga beralasan bahwa dana BOS yang diterima sekolah tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kebutuhan operasional terkait kegiatan belajar mengajar.

“Kami melakukan pengutipan itu tidak melanggar. Semua sudah sesuai aturan yang ada. Insentif guru itu sifatnya tidak wajib, sedangkan pungutan SPP kepada siswa wajib karena sudah diatur dalam Permendikbud apabila dana bos tidak mencukupi.artinya dengan dilakukannya pungutan ini berarti dana BOS yang terima oleh SMK N 1 tidak mencukupi untuk menutupi semua biaya operasional,coba bapa baca peraturan Permendikbud,” ungkapnya kepada awak media.

Namun, pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dengan jelas menyebutkan bahwa sekolah negeri dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik maupun orang tua/wali murid. Pungutan hanya dapat dilakukan oleh Komite Sekolah secara sukarela, bukan wajib.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (Kompi B), Henderson Silalahi, menegaskan pihaknya menolak keras adanya pungutan tersebut. Ia menyebut tidak menemukan satu pun aturan atau pasal dalam Permendikbud yang membolehkan pihak sekolah melakukan pengutipan langsung kepada siswa maupun orang tua.

“Ini jelas menyalahi aturan. Permendikbud tidak pernah memberi kewenangan kepada sekolah negeri untuk melakukan pungutan wajib. Kalau memang dana BOS tidak cukup, seharusnya pihak sekolah melapor dan berkoordinasi dengan pemerintah, bukan membebankan langsung kepada orang tua siswa,” tegas Henderson.

Jika benar pungutan tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Sesuai Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik berhak memperoleh pembiayaan pendidikan sesuai peraturan yang berlaku. Selain itu, praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah juga dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus dugaan pungutan ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua siswa dan masyarakat. Banyak pihak mendesak agar Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum segera melakukan investigasi untuk memastikan legalitas serta transparansi penggunaan dana yang sudah terkumpul dalam jumlah besar tersebut.

(S.Hadi Purba)

Pos terkait