Dugaan Korupsi di SMA N 2 Pematangsiantar: DPP KOMPI B Desak APH dan BPK Audit Dana BOS
Bongkar Post, Pematangsiantar – Praktik dugaan penyalahgunaan kewenangan kembali mencuat di dunia pendidikan. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Pematangsiantar Edward Simarmata diduga melakukan pengutipan liar melalui komite sekolah, penjualan baju olahraga, serta dugaan markup biaya pengadaan buku perpustakaan pada tahun anggaran 2023–2024. Kasus ini memicu keresahan orang tua siswa dan masyarakat.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B), Henderson Silalahi kepada awak media ini Senin 29/9, dengan tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera turun tangan melakukan audit menyeluruh atas penggunaan dana di SMA N 2 Pematangsiantar. Menurutnya, praktik tersebut bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan keuangan negara dan mencoreng dunia pendidikan.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat mencerdaskan anak bangsa, bukan ladang mencari keuntungan. Kami mendesak aparat hukum, mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, hingga BPK agar serius mengaudit penggunaan anggaran sekolah, terutama dana BOS dan dana lainnya yang dikelola SMA N 2,” tegas Henderson.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa praktik pengutipan oleh komite sekolah yang dipaksakan kepada orang tua siswa jelas bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang komite melakukan pungutan. Begitu juga dengan penjualan baju olahraga oleh pihak sekolah yang diduga bermotif keuntungan pribadi.
Selain itu, dugaan markup biaya pengadaan buku perpustakaan pada tahun anggaran 2023–2024 yang diduga merugikan keuangan negara berjumlah ratusan juta rupiah dinilai sebagai bentuk tindak pidana korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 menyebutkan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Dengan dugaan markup pengadaan buku, kepala sekolah berpotensi dijerat pasal tersebut apabila terbukti. Selain itu, Pasal 12 huruf e UU Tipikor juga menegaskan larangan bagi penyelenggara negara menerima gratifikasi atau pungutan liar yang berhubungan dengan jabatannya.
Henderson menegaskan, pihaknya melalui DPP KOMPI B akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia meminta agar aparat tidak hanya berhenti pada audit, tetapi juga menindaklanjuti ke ranah hukum jika ditemukan kerugian negara.
“Jangan sampai kasus ini dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat butuh keadilan, dan uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk kepentingan pendidikan jangan dipermainkan. Kami siap mengawal kasus ini sampai ke meja hijau,” pungkasnya.
Henderson juga menghimbau kepada kepala dinas Pendidikan Sumut dan ombudsman agar mengevaluasi kinerja Edward Simarmata karena diduga telah mencoreng dunia pendidikan.
Saat dikonfirmasi kepada Amos Panggabean,yang menjabat sebagai PKS/Humas di sekolah tersebut beberapa hari yang lalu,Amos mengatakan bahwa pengutipan yang mereka lakukan disekolah sudah melalui prosedur dan merasa kalau pihaknya (sekolah)tidak ada melakukan pelanggaran apa pun terkait pengutipan dan penjualan baju olah raga tersebut.
Kasus ini kini tengah menjadi sorotan publik, terutama kalangan orang tua siswa SMA N 2 Pematangsiantar yang berharap pemerintah dan aparat hukum segera bertindak.
(S.Hadi Purba)