Bongkarpost.co.id
Bandar Lampung,
Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) terus mendorong transformasi sektor pariwisata berbasis kolaborasi dan keberlanjutan.
Dalam pelaksanaan Krakatau Festival (K-Fest) 2025, strategi baru diperkenalkan dengan mengalihkan model subsidi menjadi sistem komersial yang melibatkan travel agent, masyarakat lokal, dan pelaku usaha kreatif.
Festival yang akan berlangsung pada 1–6 Juli 2025 ini menghadirkan Karnaval Budaya, Festival Kani’an (kuliner UMKM), dan Malam Kemilau, sementara kegiatan Trip Area Krakatau dijadwalkan digelar pada minggu keempat Agustus 2025.

Tahun ini, Trip Krakatau dikembangkan bersama operator lokal dari masyarakat setempat. Disparekraf hanya memfasilitasi peserta dari media massa, media sosial, dan influencer, sementara wisatawan umum bisa membeli paket wisata secara langsung kepada operator, dengan potongan harga khusus bagi pelajar dan mahasiswa.
Meski dikomersialkan, kegiatan trip tetap menjunjung tinggi prinsip keamanan, keselamatan, serta keberlanjutan lingkungan, dan jumlah peserta akan dibatasi secara ketat.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Bobby Irawan, pendekatan baru ini adalah cara cerdas untuk membangun ekosistem pariwisata yang kuat dan mandiri.
“Kami tidak lagi mengandalkan subsidi. Sekarang kami alihkan pengelolaan wisata Krakatau ke sektor swasta yang lebih profesional. Ini langkah strategis untuk mengurangi beban APBD dan sekaligus menjaga keberlanjutan kawasan,” ujar Bobby, saat Konferensi pers, di Bandar Lampung, pada 29/6/2025.
Ia menilai bahwa fasilitas gratis memang menarik wisatawan dalam jangka pendek, tetapi tidak mampu membangun fondasi ekonomi yang kokoh.
“Selama ini masyarakat dan pelaku usaha terbiasa dengan konsep wisata gratis. Padahal kalau dikelola sebagai peluang bisnis, pariwisata justru bisa memberi dampak ekonomi yang jauh lebih besar,” katanya.
Boby menambahkan, dengan melibatkan agen perjalanan secara langsung, kualitas layanan bisa meningkat, dan masyarakat lokal pun ikut merasakan manfaatnya.
“Kami ingin agar pelaku usaha pariwisata punya semangat untuk berdiri sendiri, tanpa terus bergantung pada bantuan pemerintah. Ini tentang membangun kemandirian dan daya saing,” jelasnya.
Ia menegaskan, langkah ini tidak hanya soal ekonomi, tapi juga menyentuh sisi edukasi dan konservasi lingkungan.
“Kami ingin pelaku wisata belajar bahwa bisnis pariwisata harus ikut menjaga alam. Karena itu, agen perjalanan yang terlibat juga kami dorong untuk mengikuti aturan konservasi dan menjaga kuota kunjungan,” kata Bobby.
Selain itu, dengan sistem komersial ini, anggaran pemerintah bisa dialihkan untuk hal yang lebih strategis, seperti promosi wisata di pasar global, peningkatan infrastruktur, dan pelatihan pelaku wisata.
“Lampung ini punya potensi besar. Kalau dikelola dengan baik, Krakatau bisa menjadi destinasi internasional, bukan hanya agenda tahunan yang selesai begitu saja,” tegasnya.
Menjawab tantangan ke depan, Bobby mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai langkah antisipatif, termasuk regulasi, sertifikasi agen perjalanan, promosi global, hingga sistem pemesanan digital berbasis transparansi.
“Kami ingin wisatawan bisa pesan paket trip Krakatau dengan mudah dan aman, melalui platform digital yang transparan dilengkapi ulasan dan rating. Jadi mereka tahu kualitasnya seperti apa sebelum berangkat,” terangnya.
Di akhir pernyataannya, Bobby menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor pariwisata Lampung.
“Krakatau harus jadi contoh sukses bagaimana pariwisata bisa tumbuh secara ekonomi tanpa merusak alam. Kami ingin pariwisata kita tumbuh mandiri, berkelanjutan, dan siap bersaing di tingkat dunia,” pungkasnya.(Jim)







