Diamnya Polres Pematangsiantar dan BNN Terkait Jaringan Narkoba Bangsal, Bukti Ada yang Ditutupi?
Bongkar Post, Pematangsiantar – Publik kembali diguncang isu serius: peredaran narkoba yang diduga dikendalikan Umar Harahap di kawasan Bangsal, Siantar Utara, berjalan mulus tanpa hambatan. Nama Lolok disebut sebagai koordinator dan puluhan kenjiro sebagai mata-mata. Informasi ini sudah lama beredar, namun hingga kini BNN maupun Polres Pematangsiantar belum juga mengambil langkah tegas. Pertanyaannya: ada apa sebenarnya?
Dalam teori penegakan hukum, peredaran narkoba skala besar tidak mungkin berjalan tanpa perlindungan. Fakta di lapangan mengindikasikan adanya “stabil” yang diduga mengalir ke oknum aparat maupun oknum media. Aliran uang kotor ini ditengarai menjadi perisai kuat bagi Umar Harahap dan kroninya. Di titik inilah publik mulai curiga, jangan-jangan pembiaran ini bukan karena keterbatasan aparat, melainkan karena adanya permainan di dalam tubuh institusi itu sendiri.
BNN sebagai lembaga khusus negara seharusnya berdiri paling depan. Namun, hingga kini publik tidak melihat adanya langkah konkret membongkar jaringan Umar Harahap. Mengapa BNN seolah-olah tidak berdaya? Apakah mereka benar-benar tidak tahu, atau justru memilih menutup mata karena ada kepentingan yang harus dijaga? Sikap diam ini menjadi tamparan keras bagi kredibilitas lembaga yang digadang-gadang sebagai garda terdepan perang melawan narkoba.
Hal yang sama juga terjadi di Polres Pematangsiantar. Kasat Narkoba, AKP Irwanta Sembiring, yang baru saja menjabat, sampai hari ini bungkam. Padahal sebelumnya ia terkenal tegas dan lantang dalam mendukung astacita Presiden Prabowo: sapu rata semua bandar narkoba. Publik pun bertanya-tanya: apakah ketegasan itu hanya slogan manis di atas podium, sementara di lapangan tunduk pada uang stabil?
Ironisnya, masyarakat sekitar Bangsal justru ikut terlibat dengan menerima upeti berupa uang dan beras. Dengan dalih kebutuhan hidup, sebagian warga rela menutup mata, seakan melupakan bahwa narkoba sedang menghancurkan masa depan generasi muda. Inilah gambaran telanjang betapa bobroknya moral kolektif ketika narkoba sudah membeli kesadaran sosial.
Jika aparat penegak hukum dan BNN pusat tidak segera turun tangan, maka Siantar berpotensi menjadi contoh nyata bagaimana sebuah kota bisa ditaklukkan oleh bandar narkoba dengan sistematis. Lebih parah lagi, kasus ini bisa menjadi preseden buruk: bahwa bandar narkoba tidak perlu takut hukum, selama punya uang untuk membeli “diamnya” aparat.
Sebagai sosial kontrol, kami tidak bermaksud menghakimi. Namun publik berhak menuntut jawaban: mengapa BNN dan Polres Pematangsiantar seakan lumpuh di hadapan Umar Harahap? Jika aparat benar-benar bersih, seharusnya tidak sulit membongkar jaringan yang sudah terang-benderang ini.
Diamnya BNN dan Polres bukan hanya mencurigakan, tapi juga memalukan. Dan selama mereka tetap bungkam, publik akan percaya satu hal: ada yang ditutupi di balik gelapnya peredaran narkoba di Pematangsiantar.
(S.Hadi Purba)