Foto. Istimewa
Bongkar Post
Bandarlampung,
RUU Penyiaran yang tengah disusun Badan Legislasi DPR RI menuai protes dan penolakan keras dari komunitas pers. Pasalnya ada hal-hal substantif yang dinilai bermasalah dalam RUU Penyiaran ini. Pertama, terkait larangan penayangan karya jurnalistik investigasi. Kedua, soal penyelesaian sengketa pers di lembaga penyiaran yang akan diambil alih oleh KPI, Komisi Penyiaran Indonesia.
Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers, menjelaskan, mandat penyelesaian etik karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers. Dan itu dituangkan dalam undang-undang.
Lebih tegas lagi, Ninik memperingatkan DPR terkait melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran untuk tidak bersikap arogan, menabrak amar putusan MK Nomor 91/PUU/XVIII/2020, yang mengamanatkan agar setiap penyusunan suatu regulasi harus ada keterlibatan publik.
“Seluruh komunitas pers menolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang sekarang disusun oleh Baleg DPR RI. Kalau diteruskan, DPR akan berhadapan dengan komunitas pers “, tegas Ninik dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Sementara itu, melansir dari laman media-sosial resmi milik DPR RI, Ketua Komisi I, Meutya Hafid menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah berniat mengecilkan peran pers. Menurut Meutya, hubungan Komisi I DPR dengan Dewan Pers selalu sinergis dan saling melengkapi. Bahkan, Meutya menyebut bahwa keberlangsungan media yang sehat adalah hal yang penting. Hal tersebut disampaikannya menyusul ramainya jagad media terkait sejumlah pasal dalam draf revisi UU Penyiaran.
“Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari komisi I untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh, dan (Alm) Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi termasuk dalam lahirnya Publisher Rights”, ujar Meutya, di Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Masih dari laman resmi DPR RI, Meutya menjelaskan bahwa saat ini belum ada naskah revisi UU Penyiaran yang resmi. Sehingga, yang saat ini beredar di masyarakat kemungkinan adalah draf RUU dalam beberapa versi. Maka dari itu Meutya menyebut, RUU ini masih sangat dinamis.
“Tahapan draf revisi RUU Penyiaran saat ini masih di Badan Legislasi, yang atinya belum ada pembahasan dengan pemerintah. Komisi I membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari masyarakat dan akan diumumkan ke publik secara resmi,” imbuhnya.
Pada kesempatan lain, mantan Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi soal RUU Penyiaran, hal ini disampaikannya pada saat di kota Solo.
Seperti diberitakan Kompas TV, Rabu (22/5/2024), Mahfud mengatakan dirinya cukup yakin bahwa ada pihak yang menyelundupkan pasal di RUU tersebut.
“Saya cukup yakin itu ada yang menyelundupkan. Pasti masuk lewat perantara. Makanya kita dengarkan nanti bagaimana RUU Penyiaran tersebut,” ujar Mahfud.
Senada dengan ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, ditempat terpisah, komunitas pers di Kota Bandarlampung, Jauhari, SH. MH, owner Bongkar Post Group, menyoroti RUU Penyiaran.
“Saya menilai ada upaya pembelengguan pers, kembali ke masa kelam zaman orde baru. lebih jauh, Jauhari mengingatkan, komunitas pers se-Indonesia harus tetap konsisten mengawal dan bersuara lantang, tolak keras draf pasal-pasal yang bermuatan membelenggu kemerdekaan pers, sebab peran pers sebagai pengawal demokrasi sudah diamanatkan dalam undang-undang,” kata Jauhari, yang juga Ketua DPD Lampung Kongres Advokat Indonesia (KAI), diruang kerjanya, Senin (3/5/2024). (Rusmin)