Pesawaran, BP
Pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL) sebagai bentuk implementasi Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 7 tahun 2024, kini dilirik dan menjadi “pemasukan” bagi kas daerah Provinsi Lampung.
Sebelumnya, penangkapan Baby Lobster yang dianggap sebagai pelanggaran, sekarang menjadi kegiatan yang “berpacu” dengan waktu agar dapat menghasilkan. Bahkan seringkali jadi bahan diskusi, termasuk FGD di Aula Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Pesawaran, pada Rabu (2/10/2024) kemarin.
Sayangnya, tidak semua kabupaten di Provinsi Lampung memiliki potensi di Benih Bening Lobster (BBL) ini, hanya Kabupaten Pesisir Barat, Tanggamus dan Pesawaran. Langka memang.
Pemerintah Provinsi Lampung memiliki potensi penangkapan/kuota BBL sebanyak 8 juta ekor per tahun dan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah dilakukan tata kelola pengelolaan BBL sebagai tindak lanjut implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 7 Tahun 2024.
Hadir di FGD, Pj. Gubernur Samsudin mengajak seluruh stakeholder untuk melakukan tata kelola dan pengawasan kegiatan penangkapan dan pengeluaran Benih Bening Lobster sehingga sumberdaya Benih Bening Lobster yang besar ini memberikan dampak kesejahteraan bagi nelayan, pelaku usaha dan terhadap pendapatan daerah.
“Semoga FGD ini menghasilkan pemikiran-pemikiran strategis untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga pengelolaan sumberdaya laut, khususnya benih bening lobster ini bisa berjalan dengan sebaik-baiknya,” harap Samsudin.
Orang nomor satu di Pemerintahan Provinsi Lampung saat ini, mengimbau Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung untuk terus meningkatkan kolaborasi bersama stakeholder terkait, dalam menghadirkan tata kelola sumberdaya Benih Bening Lobster di Lampung.
“Riset juga harus terus dilakukan bekerjasama dengan BBPBL Lampung dan perguruan tinggi,” tandasnya.
Bahkan, DKP Lampung mencatat, jumlah BBL yang telah diselamatkan dari penyelundupan selama 4 tahun terakhir, senilai Rp 800 miliar. Sangat fantastis kan. Sebuah harapan bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bahkan, Pj. Gubernur Samsudin mengakui, pengelolaan BBL di Lampung, saat ini tengah berpacu dengan waktu untuk meningkatkan PAD, lantaran potensinya sangat besar. Hingga mencapai sekitar 8 juta ekor/tahun.
Sementara, dari 19 Kelompok Usaha Bersama (KUB) atau 2.079 nelayan, baru 10 KUB atau 1.266 nelayan, yang mendapat kuota penangkapan BBL
“Tentunya dengan jumlah yang besar ini kita harus betul-betul bisa melakukan sosialisasi yang maksimal terkait dengan tata kelola benih-benih lobster ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan,” tandasnya.
Sementara, Kepala DKP Lampung Liza Derni berharap, dalam FGD ada masukan yang diberikan stakeholder terkait agar tata kelola BBL bisa lebih baik lagi.
“Akademisi, asosiasi pelaku usaha, nelayan kecil, pemerintah daerah, Civil Society Organizations, merumuskan strategi pelaksanaan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang tidak hanya berbicara terkait dengan pemanfaatan semata, tetapi juga meliputi hal tentang pengawasan yang berorientasi penuh pada aspek keberlanjutan ekosistem dan optimalisasi pendapatan daerah,” papar Liza.
Upaya yang telah dilakukan, adanya Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang terdata dalam sistem aplikasi Siloker, yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Sementara, Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Mulyanto menyampaikan, bahwa Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung ini merupakan unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian kelautan dan Perikanan.
“Lokus kami terkait pengembangan dan informatif produksi benih, kemudian calon induk komunitas-komunitas laut yang memang mempunyai nilai ekonomis tinggi, disamping mengembangkan pakan mandiri untuk mendukung kegiatan budidaya,” jelas Mul.
Dia pun berharap, ada kolaborasi dengan seluruh stakeholder terkait.
“Semakin pererat kolaborasi dalam membangun daerah, khususnya Provinsi Lampung,” harap Mul lagi. (tk)