Bongkar Post – Pemekaran Kabupaten, Dedy Sebut Penerapan Otda di Indonesia Setengah Hati

Foto. Dedy Hermawan, Ilustrasi Otda. Ist

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

Bandarlampung,

Ada 3 bakal calon pemekaran daerah di Provinsi Lampung berdasarkan Surpres Nomor R-21/Pres/06/2024, pada 3 Juni 2024 mengenai penunjukan wakil pemerintah untuk membahas 26 RUU usulan DPR RI.

Selain Natar Agung yang akan berpisah dengan Lampung Selatan, ada Sungkai Bunga Mayang dari Lampung Utara dan Seputih dari Lampung Tengah.

Yang paling mencuat adalah isu pemekaran Kabupaten Natar jelang pilkada 2024 di Lampung Selatan karena prosesnya sudah bergulir sejak tahun 2009 oleh sekelompok yang mengatasnamakan panitia pemekaran Kabupaten Natar Agung (DOB Natar Agung). Silaturahmi terakhir terjadi pada 27 April 2024 di Mesjid Airan Raya.

Menanggapi fenomena ini, Akademisi Fisip Unila cum Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kerjasama, FISIP Universitas Lampung Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., memberikan statemen bahwa penerapan otonomi daerah (otda) di Indonesia dilakukan setengah hati. Obyektifitasnya dipertanyakan.

“Dulu amanah reformasi 1998 adalah desentralisasi atau otonomi daerah. Ini diterapkan langsung oleh kabupaten dan kota dalam bentuk otoritas pemekaran daerah. Ini dilakukan agar beberapa indikator pencapaian berjalan dengan baik, misalnya perbaikan pelayanan pemerintah ke masyarakat, percepatan kesejahteraan rakyat, demokrasi yang ideal terwujud, dan ekonomi daerah menjadi kuat dari aspek PAD,” bebernya kepada bongkarpost.co.id pada Senin, 24 Juni 2024 via ponsel.

Menurut Dedy, esensi otonomi daerah tidak terwujud. Terbukti banyak keluhan dari hampir semua daerah pemekaran se Indonesia. Pihak pemerintah daerah merasa tidak leluasa dalam menjalankan roda pemerintahan. Anggaran diefisiensi oleh pusat dan diberi “merk” atau ditentukan oleh pemerintah pusat. Bentuk kontrol misalnya Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan sebagainya yang banyak merugikan daerah.

“Ini yang dinamakan Resentralisasi, ironis dan hasilnya kontraproduktif. Sarat dengan kepentingan subyektif atau individu sehingga derajat otonomi daerah semakin rendah. Polanya sama, target pemekaran dominan pada daerah dengan PAD tinggi. Coba lihat sekarang, beberapa kabupaten eks pemekaran menunjukkan penurunan minim prestasi disegala lini. Inilah yang harus dievaluasi,” tegasnya.

Dilanjutkannya, bila pemerintah pusat sudah memutuskan maka harus dijalankan. Kritik dan masukan dari rakyat seharusnya dilakukan sejak dini sebelum pemekaran daerah dilegalkan. Dikhawatirkan, dampak dari pemekaran 3 kabupaten ini bernasib sama dengan yang lainnya, terpuruk dan banyak negatifnya. (Nopri/red)

 

Pos terkait