Bongkar Post – Negara Punya Hutang Konstitusi Kepada Alzier Sebagai Gubernur Terpilih 2003

Foto. Alzier Dianis Thabrani

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

Bandar Lampung,

Momen politik adalah saat yang tepat untuk mengungkap sebuah peristiwa tertentu.

Masih kuat dalam ingatan ketika Pemilihan Gubernur Lampung akhir 2002 lalu dimana Alzier Dianis Thabranie terpilih lewat mekanisme Pemilihan DPRD Provinsi Lampung namun tidak dilantik karena dibatalkan oleh SK Menteri Dalam Negeri (alm. Hari Sabarno).

Seperti diketahui, Alzier menggugat dua SK Mendagri yaitu No.161.27-598 tertanggal 1 Desember 2003 tentang Pembatalan Keputusan DPRD Lampung yang menetapkan Alzier sebagai Gubernur Lampung periode 2003-2008. Dan, SK Mendagri kedua, No.121.27/1.989/SJ tertanggal 1 Desember 2003 tentang Pemilihan Ulang Gubernur dan Wagub Lampung.

Akibat adanya dua SK Mendagri itu, kemenangan Alzier yang berpasangan dengan Ansyori Yunus dibatalkan. Kemudian dilakukan pengocokan ulang pasangan calon yang dimenangkan oleh pasangan Sjachroedin ZP dan Syamsurya Ryacudu. Merasa dizalimi, Alzier lalu mengajukan gugatan ke PTUN.

Pada 13 Mei 2004, PTUN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan No.010/PEN.M/2004/PTUN-Jkt yang menyatakan dua SK tersebut tidak sah. PTUN juga memerintahkan Mendagri untuk mencabut keputusannya.

Merasa tidak puas, Mendagri lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta. Pada 19 Oktober 2004, keluar putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta No.156/B/2004/PT.TUN.Jkt yang juga dimenangkan oleh Alzier.

Merasa tidak puas kembali, Mendagri mengajukan kasasi ke MA. Kemudian, pada 17 Juni 2005, putusan kasasi kembali dimenangkan oleh Alzier dan menolak permohonan kasasi Mendagri.

Saat diwawancarai Lembaga Keadilan Masyarakat Lampung (LKML) beberapa waktu lalu, dengan lugas dan gamblang Alzier membeberkan kebobrokan sistem politik di era kepemimpinan Rezim Megawati waktu itu. Berikut petikan singkat wawancara tersebut.

“Zaman sekarang lebih baik dari zaman Megawati. Megawati memimpin jadi presiden lebih rusak lagi konstitusi, semua dirobah-robah, syarat-syarat presiden harus SMA, sederajat. Semua itu dilakukan demi kepentingan dia,” paparnya.

Dia menegaskan, saat itu tidak ada yang berani menentang presiden Megawati. Ironis, Alzier sebagai kader PDIP, Ketua DPC PDIP Lampung Selatan, Gubernur Terpilih, diistilahkan sebagai “anak banteng”, justru dicari-cari kesalahannya hingga hari ini tidak dilantik.

Lanjutnya, “Sudah ada keputusan Mahkamah Agung No. 437 tahun 2004. Inilah kesalahan Mega terbesar. Makanya di zaman Jokowi ini sangat bahagia. Bersyukur kepada Allah, bahwa inilah azabnya buat ibu Megawati ketua DPP PDIP yang telah menyengsarakan hasil konstitusi yang ada di Lampung tahun 2003 yang lalu, saat saya pemenang Gubernur Lampung.”

Paska keluarnya SK Pembatalan dari Mendagri, proses selanjutnya Mahkamah Agung RI membatalkan SK Mendagri tersebut dengan Surat No. 437/K/TUN/2004 dan sudah incrah. Namun sampai sekarang belum juga dilantik.

Sehingga negara memiliki hutang konstitusi terhadap warga (rakyat Lampung, red) yang menuntut keadilan agar merealisasikan dan mengimplementasikan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Bahkan DPRD Lampung melalui Rapat Paripurna 4 Januari 2003 telah mengesahkan gubernur terpilih dan pasangannya Ansory Yunus. Mereka tetap akan melakukan upaya politik agar Alzier segera dilantik, meski bekas Ketua Kamar Dagang dan Industri Lampung itu dikenakan berbagai tuduhan dan terancam hukuman hingga 20 tahun penjara. Anggota Dewan berpendapat, tuduhan kepada Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Lampung Selatan itu belum dapat dibuktikan.

“Megawati mengatakan kita harus patuh konstitusi dan hukum. Patuh apa? Zaman itu zaman amburadul. Tidak ada pertanggung jawabannya. Sampai hari ini saya merasa dirugikan hak-hak saya sebagai warga negara. Tidak bicara sebagai kaderlah, tidak bicara soal materi yang sudah banyak saya habiskan. Tapi begitulah sikap perilaku PDIP yang begitu jahat terhadap kadernya,” tukasnya.

Istilah yang tepat “mak makan anak”. Alzier juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas sikapnya dalam menghadapi Pilpres 2024.

Selanjutnya bang Alzier berharap, bahwa pemerintah harus mematuhi dan menjalankan hak konstitusi warganya. PDIP era Megawati di cap Alzier sebagai partai Amburadul karena tidak menghormati hukum dan konstitusi. Banyak persoalan-persoalan lainnya selama Megawati memimpin PDIP.

Sempat ada upaya dari Mensesneg (Yusril Ihza Mahendra, red) era presiden SBY untuk “mendamaikan” suasana politik paska Pilgub Langsung tahun 2008 dengan memberikan kompensasi jabatan sebagai win-win solution, yaitu  setingkat Dirjen. Namun Alzier tetap menolak dan konsisten memperjuangkan hak konstitusinya sebagai Gubernur.

“Walau solusi dari pak Yusril saya tolak tapi ini masih mending, masih ada win-win solution dibandingkan era bu Mega. Saya berharap pemerintahan ke depan ini harus menegakkan demokrasi, itu harapan saya kepada presiden terpilih. Kembalikan hak konstitusi saya. Dan saya juga berharap, pak Yusril selaku Profesor, ahli hukum tata negara, segera menyelesaikan hutang negara terhadap saya. Terima kasih,” tutupnya.

Sampai saat ini, pilpres dan pileg usai, pilkada serentak on proses. ADT nyalon Cagub, namun konsistensinya tetap terjaga untuk terus berjuang meminta hak politik dan hak konstitusinya. Hutang tetaplah hutang yang harus ditunaikan. (Nop/red)

Pos terkait