Bongkar Post – Miris, Dipensiunkan Perusahaan Eks Karyawan PT Wika Beton tak Dapat Haknya

Pesawaran, BP

Miris, eks karyawan PT Wika Beton, Tbk, yang berada di Jalan Raya Tegineneng, Desa Bumi Agung, Pesawaran, tidak mendapatkan hak-haknya selaku pekerja. PT Wika Beton diduga kuat “kangkangi” Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.

Bacaan Lainnya

Pasalnya, seorang eks karyawan Wika Beton, Subaniarto, dipensiunkan oleh pihak perusahaan tanpa dipenuhi hak-haknya sebagai pekerja.

Parahnya, sebagai salah satu anak perusahaan BUMN yakni PT Wijaya Karya (Persero), Tbk, PT Wika Beton juga tidak menerapkan upah sesuai Standar Internasional. Ditambah, mengabaikan hak normatif dan hak pensiun pekerjanya.

Subaniarto, yang telah bekerja sejak tahun 2012, hingga dipensiunkan di tahun 2019, di usia 56 tahun, harus menjual motor bahkan rumahnya guna memenuhi kebutuhan hidup lantaran tidak menerima hak-haknya, layaknya pensiunan seorang pekerja BUMN.

Saat dikonfirmasi, Pak Bani, panggilannya, menceritakan bahwa pada tanggal 28 Mei 2019, dirinya dipanggil oleh pihak perusahaan, guna diberitahukan dinyatakan pensiun, dan akan diberikan tali asih. Namun, Pak Bani menolak karena tidak sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku dalam UU Ketenagakerjaan.

Pada tanggal 20 Juni 2019, Pak Bani dipanggil kembali oleh perusahaan untuk diberikan tali asih itu.

“Mereka memberikan saya amplop yang diletakan di atas meja, mereka bilang tali asih dari mandor dan PPWB (Wika Beton), lalu ketika saya tanya surat keterangan pensiun untuk mengurus pengambilan BPJS Tenaga Kerja, mereka bilang nanti akan diurus, tapi sampai sekarang saya tidak pernah dipanggil oleh perusahaan, apalagi mendapat hak pensiun saya dari BPJS Ketenagakerjaan,” tutur Pak Bani, via ponsel.

Masih menurut Pak Bani, sebelum dirinya dipensiunkan, ada karyawan lain juga, yakni Karman, Ratio, Simon Darmono, Suratmin, dan Saman, yang juga tidak dibayarkan hak-haknya selaku pekerja.

“Saya sempat diajak berunding di rumah Pak Baharudin Sele (eks PNS Disnaker Lampung), bersama Pak Helmy (bidang Pengawas Disnaker Lampung), tapi mereka cuma menawarkan saya 10 – 15 bulan masa kerja sebagai uang pensiun saya, itu saya tolak,” ujar Pak Bani.

Menurut dia, apa yang dirundingkan tersebut tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam undang-undang.

“Saya yang penting sesuai dengan peraturan, hak pensiun saya dibayarkan, dan kekurangan upah saya selama saya bekerja di Wika Beton dibayarkan, selesai,” tegasnya.

Diketahui, berdasarkan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 167 ayat (5), menyatakan “Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”.

Jika disesuaikan dengan kondisi masa kerja Pak Bani, maka PT Wika Beton, Tbk, harus membayarkan hak pekerja sesuai Pasal 156 ayat (2) point (i) menyatakan “Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah”.

Pasal 156 ayat (3) point (b) menyatakan “Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah”

Pasal 156 ayat (4) menyatakan “Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15 persen dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. (tk)

Pos terkait