Kantor Bupati Tanggamus. | Kolase Grid Art/dok. Iqbal/Muzzamil
Bongkar Post
TANGGAMUS – Tiada hari tanpa masalah salah satunya disebabkan oleh kemudian, lemahnya posisi tawar rakyat desa sebagai pemilik sah atas kedaulatan -salah satunya adalah – ekonomi desa, kendati telah lahir dan telah pula berjalan satu dasawarsa terakhir.
Sebuah produk legislasi buah pencapaian perjuangan politik entitas desa se-Tanah Air, Undang-Undang (UU) sakti: UU Nomor 6/2014 tentang Desa (UU Desa) yang telah direvisi sebagaimana diubah pertama dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang mengubah sebagian dari.
Pertama, Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Kedua, UU Nomor 12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 8/2005 tentang Penetapan Perppu Nomor 3/2005 tentang Perubahan atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi UU.
Ketiga, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dimana Pasal 200-Pasal 216 UU ini sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Serta, sekaligus sebagai pengingat, telah pula pernah dilakukan upaya gugatan hukum uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diterima, dikabulkan, dan ditetapkan putusan pokok perkaranya melalui Putusan MK Nomor 128/PUU-XIII/2015, dimana Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c UU 6/2014 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dan, melanjutkan UU Desa tadi, sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 3/2024 tentang Perubahan Kedua UU Atas Nomor 6/2014 tentang Desa Menjadi UU, yang disetujui dan disahkan Rapat Paripurna DPR ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 28 Maret 2024 lalu.
Dimana, merujuk laporan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas, sembilan fraksi di Baleg DPR menyetujui RUU Desa dibawa ke Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna guna disetujui dan disahkan menjadi UU setelah Baleg kelar bahas 248 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam raker bersama pemerintah, 5 Februari 2024.
Walhasil berdasar absensi catatan Sekretariat Jenderal DPR dihadiri 69 anggota (fisik), 234 lainnya izin, hingga yang hadir 303 dari 575 anggota dan dihadiri anggota dari seluruh fraksi, sah sudah UU memuat 26 perubahan mulai dari masa jabatan kepala daerah; pemberian dana konservasi dan rehabilitasi; syarat jumlah calon kepala desa; pemberian tunjangan purnatugas bagi kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan perangkat desa sesuai kemampuan desa; hingga sumber pendapatan desa.
Salah satu perubahan pentingnya, ketentuan Pasal 39 terkait masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun dan dapat dipilih paling banyak dua kali masa jabatan, yang semula enam tahun maksimal tiga periode.
Poin lainnya, penyisipan Pasal 5A tentang pemberian dana konservasi dan/atau dana rehabilitasi; Pasal 26, Pasal 50A, Pasal 62 ditambah pengaturan terkait pemberian tunjangan purnatugas satu kali di akhir masa jabatan kepala desa, BPD, dan perangkat desa sesuai kemampuan desa.
Lalu, penyisipan Pasal 34A terkait syarat jumlah calon kades dalam pilkades; Pasal 72 soal sumber pendapatan desa; Pasal 118 soal ketentuan peralihan; dan, Pasal 121A terkait pemantauan dan peninjauan UU.
Masalah klasik sejak diundangkan di 2014, tak jauh-jauh dari yang namanya perkara rasuah. Malapraktik kejahatan purba, yang selain merupakan musuh negara, telah tegas pula dinyatakan sebagai kejahatan kemanusiaan internasional karena dahsyatnya dampak, imbas, efek berantai yang diakibatkannya: tindak pidana korupsi (tipikor), yang dalam perkembangannya kemudian lantas diberikuti dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bahkan sebagaimana tak lama sejak awal pemberlakuan UU Desa itu, terendus, ditemukenali dan dicegah sekuat tenaga oleh sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun faktanya semakin galak diperangi, semakin galak pula para oknum pelakunya di pelbagai tingkatan terutama kalangan pejabat publik penyelenggara negara dengan semakin banyaknya modus operandi yang sama sekali tak pernah dianjurkan di bangku sekolah itu.
Entah, lembaga publik mana yang punya data resmi total jumlah pelaku tipikor Dana Desa di Indonesia terhitung sejak hari pertama UU 6/2014 itu ditetapkan pada dan dinyatakan berlaku efektif sejak tanggal diundangkan, di hari bersejarah, 15 September 2014 silam itu. Saking ketulungan banyaknya.
Dan bikin sakit hati rakyat desa yang seolah bak “sudah jatuh” (berdasar sejumlah literatur cenderung melulu hanya dijadikan sebatas sebagai obyek bukan subyek pembangunan desa) “ketimpa godam pula” (Dana Desa di desanya habis dimaling dikorupsi), dengan total jumlah kerugian tak kalah banyaknya.
Akan halnya studi kasus satu ini, barulah di taraf dugaan, yakni kuat dugaan atau tengara telah terjadinya tindakan pengabaian yang berpotensi mengarah pada pelanggaran terhadap ketentuan UU Desa berikut seluruh beleid pengatur turunannya.
Kasusnya, terkuak yakni bermula dari hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) Triwulan II Tahun 2024 (April-Juni) oleh tim Pemerintah Kecamatan setempat dipimpin Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), di lokus monev: Pekon Sumanda, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, medio Mei 2024 lalu.
Diketahui, Pekon adalah nama sebutan lain untuk Desa sesuai asas subsidiaritas UU Desa di wilayah administratif Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Adalah Camat Pugung, Ahmad Yani, yang mengungkapkan adanya keterlambatan proses realisasi penyaluran anggaran dana BLT-DD Triwulan II Tahun 2024 (April-Juni) di desa tersebut yang menjadi hak dari 25 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setempat.
Ahmad Yani, alumnus terbaik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) angkatan 1992 ini, mengkonfirmasi gamblang persoalan tersebut kepada wartawan yang menemukenali adanya temuan kasus itu, Jum’at (5/7/2024).
Usai, pihak Pemerintah Pekon Sumanda baik sang Kepala Pekon berinisial MH, mau pun jajarannya, bungkam seribu bahasa dan terkesan kompak enggan saat dikonfirmasi.
Terhadap temuan tersebut, usut punya usut, “Kami selaku Camat melalui Kasi PMD Pemerintah Kecamatan Pugung melayangkan surat peringatan Mei lalu, agar Pemerintah Pekon Sumanda segera realisasikan anggaran BLT-DD tersebut. Direspon, Kepala Pekon MH berjanji menyelesaikannya paling lambat akhir Juni. Saat ini belum juga, terakhir beralasan usai pengukuhan 4 Juli kemarin. Kita lihat perkembangannya,” ujar Ahmad Yani.
Diketahui, Kepala Pekon Sumanda dimaksud termasuk dalam barisan 293 Kepala Pekon se-kabupaten yang dikukuhkan kembali dengan masa jabatan baru 8 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 118 huruf “b” UU Nomor 3/2024.
Oleh, Pejabat (Pj) Bupati Tanggamus Mulyadi Irsan berdasar Keputusan Bupati Tanggamus Nomor B/233/34/08/2024 tentang Penetapan Perubahan Masa Jabatan Kepala Pekon Dalam Wilayah Kabupaten Tanggamus Berdasarkan UU Nomor 3/2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 6/2014 tentang Desa.
Pengukuhan bersama, di Islamic Center Kabupaten Tanggamus di Kota Agung, Kamis (4/7/2024) lusa kemarin.
Perinci, hanya 293 dari total 299 Kepala Pekon se-kabupaten yang dikukuhkan, terdiri 287 Kepala Pekon hasil Pemilihan Kepala Pekon (Pilkakon) Serentak, 6 Kepala Pekon hasil Pemilihan Pergantian Antar Waktu (PAW); sisanya 5 Kepala Pekon berstatus Pj Kepala Pekon, dan ada 1 Kepala Pekon berstatus Plt.
Lantas, periodisasi masa jabatannya? Dari yang semula 2021-2027 menjadi 2021-2029, semula 2022-2028 menjadi 2022-2030, dan semula 2023-2029 menjadi 2023-2031.
“Sesuai Pasal 118 huruf b UU Nomor 3 Tahun 2024 tersebut, berbunyi bahwa Kepala Desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan ketentuan UU ini dan dapat mencalonkan diri satu periode lagi,” petikan pidato pengukuhan, Mulyadi Irsan, Pj Bupati Tanggamus sejak dilantik 27 September 2023 berdasar SK Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3-3961/2023; yang juga Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Lampung ini.
Media massa, pilar keempat demokrasi, dalam rangka menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana diatur dan dijamin konstitusi, salah satunya dengan memedomani bunyi Pasal 3 ayat (1) Bab II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers, UU Nomor 40/1999 tentang Pers atau UU Pers; bahwa “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.”
Dari itu, sejumlah wartawan di Lampung, ikut menitipkan harapan, “nyolek” sang Pj Bupati, please monitor kinerja aparatur bawahannya: Kepala Pekon Sumanda Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, yang terhitung hingga hari tanggal pelantikan/pengukuhan kembali dirinya sesuai masa jabatan baru, 4 Juli 2024, berdasar keterangan Camat Pugung, belum merealisasikan BLT-DD Triwulan II-2024 (April-Juni) kepada 25 KPM setempat.
Menjunjung tinggi nilai budaya pengharapan, semoga persoalan ini dapat diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Penutup, satu rupiah dan satu miliar rupiah, jika terbukti secara sah dan meyakinkan secara melawan hukum didapat dari hasil colong, curi, gangsir, maling, palak, rampok, tilap, dari kas negara kas daerah tanpa alas hak, apa pun bagaimana pun itu ialah korupsi.
Ingat, korupsi kini telah merupakan musuh negara, musuh rakyat, musuh agama, musuh linimasa peradaban manusia. (Muzzamil)







