OPINI : Kebijakan Penyaluran Langsung Dana Desa oleh Pemerintah Pusat dan Dampaknya Terhadap Tindakan Pencegahan Korupsi dan Pengawasan Dana Desa oleh Pemerintah Daerah

Ferdi Ardiansyah, S., E.
Mahasiswa Pasca Sarjana
Magister Ilmu Hukum
Universitas Lampung

 

Bacaan Lainnya

Kewenangan desa yang begitu besar dalam mengatur keuangannya secara mandiri menimbulkan dampak yang positif bagi pembangunan desa dan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat desa. Pemerintah Desa dapat secara leluasa untuk melakukan pembangunan sesuai dengan yang diprioritaskan sesuai kebutuhan masyarakat.

Begitu besar peran yang diterima oleh pemerintah desa, tentunya harus disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 membawa angin segar bagi desa-desa di Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya keistimewaan dalam undang-undang ini, diantaranya sebagai berikut :
Besarnya dana yang mengalir ke Desa;
penghasilan kepala desa; dan
kewenangan Kepala Desa dalam mengelola keuangan desa. Selain berdampak positif dengan adanya percepatan pembangunan di desa, pemberian kewenangan penuh atas pengelolaan dana desa juga dapat berdampak negatif terhadap pengelolaan keuangan desa. Pemerintah Daerah tidak dapat mencampuri lebih dalam atas urusan rumah tangga Pemerintahan Desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang jumlahnya besar, apabila tidak dikelola dengan baik dan benar sesuai ketentuan, maka akan membuka peluang terjadinya kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan pengelolaan keuangan desa.

Dengan besarnya jumlah anggaran dana desa yang digelontorkan Pemerintah Pusat kepada desa namun tidak diimbangi dengan kualitas SDM perangkat desa yang memadai dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran desa, dan kurangnya integritas sebagian oknum aparat dan kepala desa dalam mengelola APBDes menjadi sebagian penyebab terjadinya korupsi pada pengelolaan Dana Desa disamping kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas pengelolaan Dana Desa.

Kepala Desa sebagai pimpinan dalam struktur organisasi pemerintahan desa memegang peranan paling sentral dalam penggunaan APBDes. Tidak sedikit oknum Kepala Desa yang terseret kasus pidana korupsi atas pengelolaan APBDes, yang sebagian besar disebabkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Berdasarkan Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW), menunjukkan bahwa terdapat 155 kasus korupsi yang terjadi di sektor desa di tahun 2022, dengan jumlah 252 tersangka. Jumlah tersebut setara dengan 26,77% dari total kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum di tahun 2022. Secara rinci terdapat 133 kasus korupsi yang berhubungan Dana Desa dan sebanyak 22 kasus lainnya berkaitan dengan penerimaan desa.

Sejak tahun 2020, pemerintah pusat telah menerapkan kebijakan yang mempermudah dalam penyaluran Dana Desa yang dituangkan melalui PMK Nomor 205/PMK.07/2019, 222/PMK.07/2020 dan PMK Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa. Pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa langsung dikucurkan melalui APBN Kas Negara, tanpa melalui Pemerintah Daerah atau Bendahara Umum Daerah (BUD).

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mentransfer Dana Desa langsung kepada rekening desa yang sudah ditetapkan. Kebijakan ini diterapkan dengan tujuan agar Dana Desa dapat langsung digunakan pemerintah desa tanpa adanya intervensi dari pemerintah daerah dalam proses penyalurannya yang dapat mengarah kepada perbuatan yang melanggar hukum, diantaranya pungutan liar oleh birokrasi pemerintah, pemotongan anggaran yang tidak semestinya dan Kick Back.

Namun, kebijakan pemerintah pusat tersebut disisi lain dapat memperlemah peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) pemerintah daerah dalam hal ini Inspektorat Daerah dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaan anggaran dana desa agar terbebas dari tindakan koruptif. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan intervensi dalam proses penyaluran Dana Desa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Keuangan yang memiliki kuasa terhadap proses penyaluran Dana Desa. Sehingga apabila dalam proses pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah ditemukan Red Flag ataupun temuan kecurangan yang dilakukan oleh oknum aparat desa atas APBDes, pemerintah daerah tidak dapat serta merta menahan penyaluran Dana Desa tersebut guna memitigasi atau mencegah aparat desa yang bersangkutan dalam melakukan korupsi atas APBDes dengan jumlah yang lebih besar lagi.

Sebelum diberlakukannya penyaluran langsung Dana Desa oleh pemerintah pusat di tahun 2020, pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi dari APIP daerah dalam hal ini Inspektorat Daerah dapat melakukan penundaan penyaluran Dana Desa apabila terdapat indikasi korupsi atau penyelewengan Dana Desa di suatu pemerintahan desa.

Tindakan penundaan penyaluran ini dilakukan sebagai salah satu tindakan pencegahan untuk memitigasi bertambah besarnya nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan korupsi yang dilakukan oknum aparat desa atau oknum kepala desa yang koruptif tersebut, dengan cara memutus rantai aliran Dana Desa periode berikutnya ke rekening desa. Dengan cara penundaan pencairan Dana Desa ini, anggaran Dana Desa periode berikutnya dapat terselamatkan dari perbuatan koruptif yang lebih besar lagi. Atas Dana Desa yang tertunda ini, penyaluran dapat dilaksanakan kembali setelah proses hukum atas kasus korupsinya terselesaikan.

Pada saat ini peran pengawasan Dana Desa melalui tindakan pencegahan oleh pemerintah daerah melalui Inspektorat Daerah dan kecamatan tidak dapat berjalan optimal sebagai akibat pemberlakuan kebijakan pemerintah pusat atas penyaluran Dana Desa langsung kepada pemerintah desa.

Kondisi ini harusnya menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk dapat mengkaji ulang atas kebijakan penyaluran langsung Dana Desa oleh Kementerian Keuangan dengan memberikan ruang peran kepada pemerintah daerah dalam melaksanakan tindakan pencegahan korupsi dan pengawasan atas Dana Desa di dalam proses penyaluran Dana Desa.

Bagaimanapun pemerintah daerah merupakan unsur pemerintahan yang terdekat dengan desa, yang dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dan seharusnya diberikan ruang yang lebih leluasa untuk melakukan tindakan pencegahan korupsi dan pengawasan Dana Desa di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga Dana Desa dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. (**)

Pos terkait