Bandar Lampung, BP
Pengambilalihan Bank Lampung oleh Bank Jatim lantaran ketidakmampuan Bank milik Pemprov Lampung menyertakan Modal Inti Minimum (MIM) Rp3 Triliun, membuat salah seorang mantan Dirut Bank Lampung, Eria Desomsoni angkat bicara.
Menurut Eria, konsekuensi dari tidak memenuhi persyaratan modal akan membuat Bank Lampung turun “kasta” menjadi BPR, atau mengajukan permohonan pencabutan izin usaha atas permintaan sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai Bank Umum.
“Jika turun kasta, maka akan membuat kemunduran bagi Bank Lampung karena kapasitas bisnis jadi lebih kecil dan akan mengancam PAD, serta tidak bisa menjadi pemegang kas daerah,” ujar Dirut Bank Lampung periode 2017-2020, kepada media ini.
Dikatakan, jika terjadi pencabutan izin usaha atau Bank Lampung turun “kasta” maka ada kemungkinan PSP, direksi, dewan komisaris, dan/atau pejabat eksekutif Bank Lampung dikenai sanksi larangan sebagai pihak utama Bank sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) mengenai penilaian kembali bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
“Skema pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) karena pengambilalihan oleh Bank Jatim adalah jalan terbaik bagi Bank Lampung?
Begini penjelasan Eria Desomsoni, mantan Dirut Bank Lampung.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 12 /POJK.03/2020 tentang
Konsolidasi Bank Umum bahwa Bank wajib memenuhi Modal Inti Minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan paling sedikit Rp3T.
Pemenuhan Modal Inti Minimum dilakukan dengan tahapan:
a. Rp1T paling lambat tanggal 31 Desember 2020;
b. Rp2T paling lambat tanggal 31 Desember 2021; dan
c. Rp3T paling lambat tanggal 31 Desember 2022.
Tapi bagi Bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal Inti minimum paling sedikit Rp3T paling lambat tanggal 31 Desember 2024.
Posisi modal inti Bank Lampung per 31 Desember 2019 sebesar Rp.696 M, diperlukan strategi untuk penguatan struktur permodalan dalam rangka memenuhi regulasi OJK tsb.
Penguatan Struktur Modal
Penambahan modal inti Bank Lampung dilakukan melalui : penambahan setoran _fresh money_ oleh _Shareholder_, Reinvestasi Dividen, Reklasifikasi Cadangan Bertujuan menjadi Cadangan Umum, Laba ditahan dan Revaluasi Asset tetap (tanah dan bangunan);
Berdasarkan strategi di atas, Bank Lampung bisa memenuhi modal inti pada 31 Desember 2020 yaitu meningkat menjadi sebesar Rp1,10 triliun dan tahapan berikutnya seharusnya per 31 Desember 2021 modal inti Bank Lampung minimal sebesar Rp2T tidak tercapai dan bahkan per 31 Desember 2023 baru mencapai Rp1,3 T.
Sampai saat ini Bank Lampung yang modalnya belum memenuhi persyaratan dan berharap dari pemerintah daerah provinsi Lampung selaku PSP – agar Bank Lampung bisa memenuhi modal minimum Rp3 triliun pada akhir 2024 – sepertinya sulit untuk dipenuhi.
Seandainya pihak PSP, pemegang saham lainnya atau penyertaan saham dari masyarakat dapat memenuhi setoran modal sehingga modal inti Bank Lampung per 31 Desember 2024 bisa melebihi Rp.3 T, bukan berarti persoalan selesai, tapi dengan penambahan modal Bank Lampung juga harus meningkat kinerjanya terutama untuk peningkatan aktiva produktif antara lain berupa ekspansi Kredit dan juga peningkatan dana pihak ketiga baik Giro, Deposito maupun Tabungan.
Ada beberapa Indikator untuk melihat kinerja perbankan antara lain dari kecukupan modal dan likuiditas.
Kecukupan modal bank atau kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian dalam perkreditan atau perdagangan surat-surat berharga dengan menggunakan rumus Capital Adequacy Ratio (CAR).
Menurut Rumus CAR adalah sebagai berikut.
CAR = (Modal / Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) x 100%
Modal sendiri meliputi laba ditahan, ekuitas pemegang saham, dan lainnya. Sementara aktiva tertimbang menurut risiko adalah jumlah aset bank yang ditimbang menurut risikonya antara lain pemberian kredit oleh Bank. Kecukupan modal Bank dengan klasifikasi sangat sehat apabila memiliki rasio CAR 12%.
Sedangkan untuk kecukupan likuiditas menggunakan Loan to deposit ratio (LDR) adalah rasio yang mengukur pinjaman terhadap simpanan. LDR menunjukkan kemampuan suatu bank dalam membayar kembali kewajibannya terhadap nasabah. Rasio ini biasanya diukur dalam bentuk persentase antara total simpanan dan total pinjaman bank dalam satu periode yang sama.
Idealnya, LDR bank berkisar pada persentase 80% sampai 90%. Apabila rasio perbandingan menunjukkan angka terlalu tinggi, maka artinya tingkat likuiditas bank rendah.
Berdasarkan alat ukur diatas maka dengan penambahan modal menjadi Rp3T berarti agar tetap terjaga kinerjanya Bank Lampung harus meningkatkan asetnya antara lain dari pemberian kredit menjadi sekitar Rp25 T begitu juga Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa simpanan harus meningkat menjadi Rp30T mengingat posisi 31 Desember 2023 outstanding Kredit Bank Lampung sebesar Rp.6,96 T dan Dana Pihak Ketiga sebesar Rp.7,74 T. Apakah Bank Lampung mampu mencapai kinerja dimaksud dengan kondisi Sumber Daya Manusia dan infrastruktur serta kondisi eksternal yang ada??
Berdasarkan kondisi yang ada dan regulasi yang memungkinkan mempertahankan Bank Lampung tetap sebagai Bank Umum, maka pihak pemegang saham dan manajemen Bank Lampung melakukan langkah strategis yaitu melakukan Konsolidasi Bank melalui skema Pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) melalui Pengambilalihan oleh Bank Jatim.
Kelompok Usaha Bank (KUB) adalah Bank yang berada dalam satu kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau Pengendalian yang terdiri dari 2 Bank atau lebih.
Dengan membentuk kelompok usaha bank (KUB) adalah langkah yang cepat dan baik untuk mengatasi masalah permodalan Bank Lampung.
Namun ada beberapa hal mengapa KUB ini akan menjaga kelangsungan Bank Lampung ke depan. Langkah KUB ini akan membuat Bank Lampung tetap diakui keberadaannya sebagai Bank Umum, meski dengan perubahan pemegang saham, bahkan bisa jadi tingkat deviden akan makin besar meski kepemilikan saham mengecil karena kegiatan usaha Bank yang telah memenuhi skema konsolidasi Bank dengan tergabung dalam KUB dengan persetujuan OJK dapat menjalankan kegiatan usaha yang sama dengan kegiatan usaha Bank yang menjadi Perusahaan Induk. (tk)