Bongkar Post – Bank Lampung Dalam Pandangan Ketua DPRD Lampung dan Akademisi

 

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

Bandar Lampung,

Menurut laporan bisnis.com pada 4 Maret 2024  bahwa peran bank pembangunan daerah (BPD) menjadi salah satu kunci sumber pendapatan asli terus berjalan. Misal, dua emiten perbankan dari Jawa Barat dan Jawa Timur misalnya, rutin memberi ratusan miliar bagi APBD.

Bank Lampung diberitakan sebelumnya telah melakukan RUPS. Bank Lampung masuk dalam 12 BPD yang belum memenuhi ketentuan dimaksud, yaitu terkait masalah Modal Inti Minimum (MIM) yang belum mencapai Rp 3 Triliun. Akhirnya masuk opsi melakukan konsolidasi dalam bentuk kelompok usaha bank (KUB).

Rencananya Juni 2024 akan dilakukan penandatanganan KUB dimana Bank Lampung sebagai anak perusahaan Bank Jatim. Opsi yang terpaksa diambil karena terancam degradasi menjadi BPR.

Desakan agar segera mencari investor luar berasal dari POJK dan dorongan Kemendagri dalam rangka “penyelamatan” BPD daerah. Beberapa BPD di wilayah lain diberlakukan serupa, baik KUB maupun Syariah. Batas waktu maksimal adalah Desember 2024.

Kasus Bank Lampung akhirnya banyak menuai sorotan publik dan para pengamat. Baik pengamat perbankan, akademisi, maupun eks Direktur Bank Lampung.

Politisi PDIP sekaligus Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay ketika dimintai komentarnya mengatakan,

“Memang benar bahwa pendirian BUMD di daerah-daerah terkesan latah dan kejar prestise. Tidak dipikirkan dengan matang. Banyak BUMD tak bertahan lama. Bank Lampung bukan lagi kebanggaan bagi rakyat Lampung setelah KUB diberlakukan. Manajemen inti diambil alih Bank Jatim. Beberapa bank daerah lain dimerger, diakuisisi, digabung, dan seterusnya,” menurut dia kepada bongkarpost.co.id pada Kamis, 7 Maret lalu.

Hal senada pernah diungkapkan pengamat kebijakan publik dari FISIP Universitas Lampung (Unila), Dedy Hermawan pada 2 Maret 2024, menurut dia saat ini BPD (Bank Lampung) dinyatakan masuk zona degradasi alias bakal turun level dalam istilah sepak bola. Selain faktor manajemen, pemerintah daerah harus serius memperhatikan persoalan ini.

“Bisa jadi efek kalah bersaing dengan Bank DKI, BJB, dan Bank Banten yang telah eksis di Lampung. Suntikan permodalan mereka cukup memadai. Semua dikembalikan siapa kepala daerahnya selaku pemegang pemilik utama, tiap pemimpin beda-beda arah kebijakannya,” bebernya.

Diketahui bahwa POJK No. 12 Tahun 2020 Bab IV Pasal 8 ayat 1, 2, dan 5 mengatur tentang Modal Inti dan Cema Minimum, serta Pasal 9 huruf a, b, c, dan d terkait syarat dan teknis Penggabungan, Integrasi, dan Peleburan menjadi KUB bila ketentuan di pasal 8 tidak bisa dipenuhi oleh PSP (Pemegang Saham Pengendali).

“Semua harus ikut aturan OJK, baik permodalan inti minimum maupun manajemen yang sehat. Semua tergantung siapa kepala daerahnya sih, beda-beda kebijakannya,” tutup Mingrum Gumay. (Nop)

 

Pos terkait