APINDO Gagas D-8, Perkuat Kepemimpinan RI Lesatkan Pembangunan Berkelanjutan

Ketua Umum DPN APINDO, kini juga Co-Chair of GISD Alliance 2023-2025, Shinta Widjaja Kamdani. | dok. Fikra Azmy/Muzzamil

Bongkar Post

Bacaan Lainnya

BANDARLAMPUNG – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menggagas sekaligus mendorong pengampu kebijakan dan pemangku kepentingan ekonomi nasional untuk mendukung inisiatif perkuatan ekonomi regional kolaborasi kelompok negara D-8.

D-8 (Development-8), merujuk anatomi joint view strategis kelompok ekonomi 8 negara: Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turkiye. Mencakup lebih dari 1,1 miliar jiwa populasi, produk domestik bruto (PDB) gabungan 4 triliun dolar AS.

“Berpotensi jadi kekuatan ekonomi global,” bisik APINDO.

Sebagai kekuatan ekonomi terbesar di D-8, Indonesia berperan strategis mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

APINDO lantas menyebut UMKM. UMKM ujar APINDO, jadi tulang punggung ekonomi RI, menyumbang 61,1 persen PDB nasional, serap hampir 97 persen tenaga kerja.

“Digitalisasi UMKM menjadi kunci untuk memperkuat ekonomi dan mendorong pertumbuhan era global,” gembok APINDO.

Komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan? Dengan menilik komposisi kekinian, Indonesia berkomitmen untuk mencapai komposisi ideal daya produktivitas nasional olah sumber daya bara-migas: batu bara 22 persen, minyak bumi 25 persen, dan gas bumi 30 persen, serta energi terbarukan 23 persen pada 2025.

Dari itu, kolaborasi negara-negara dalam D-8 diharapkan mampu mempercepat transisi ini melalui teknologi, riset, dan pembangunan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim.

Dalam D-8 Business Forum 2024 di Jakarta, 11 Oktober lalu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APINDO, Shinta Widjaja Kamdani menekankan pentingnya kolaborasi antara negara-negara D-8 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Yakni, “dari peran strategis Indonesia dalam mendorong UMKM, hingga komitmen kita terhadap energi terbarukan, setiap langkah menuju keberlanjutan adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik,” besut Shinta.

Terkait, pembiayaan hijau sebagai kunci pertumbuhan berkelanjutan, pada 2023 lalu, Indonesia menerbitkan sukuk hijau senilai 1,46 miliar dolar AS untuk mendanai proyek energi terbarukan dan infrastruktur berkelanjutan.

“Survei APINDO, 65 persen bisnis melihat mekanisme pembiayaan hijau, seperti Obligasi SDGs dan Sukuk SDGs, sebagai kunci dalam mendanai inisiatif ESG mereka,” info ketua umum perempuan pertama organisasi profesi perekonomian nasional tertua dirian 31 Januari 1952 silam ini, Rabu 23 Oktober 2024, disitat dari Bandarlampung, Sabtu.

 

Obligasi SDGs

Obligasi SDGs atau SDGs Bond, ialah obligasi yang mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) tetapan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Disebutkan, Obligasi SDGs ialah aset investasi yang dapat menjadi alternatif investasi yang aman mudah terjangkau dan menguntungkan. Juga, bentuk komitmen pemerintah untuk mendorong pembiayaan berkelanjutan.

Contoh Obligasi SDGs ini misal ORI026-T6, SBN Retail pertama sebagai SDGs Bonds yang spesial lantaran jadi inovasi baru SDGs Bond Ritel yang diperkenalkan pemerintah sebagai obligasi pendukung pencapaian TPB/SDGs tetapan PBB.

Dan memiliki 3 sasaran utama: memberantas kelaparan menjadi nol (SDG 2), meningkatkan kesehatan masyarakat (SDG 3), memastikan tidak ada yang tertinggal untuk mencapai kesejahteraan melalui peningkatan kualitas pendidikan seluruh warga negara (SDG 4).

ORI026, Obligasi Negara Ritel (ORI) terbaru terbitan Pemerintah RI, 30 September 2024. Hadir dengan dua pilihan tenor: ORI026-T3 tenor 3 tahun dan ORI026-T6 tenor 6 tahun.

Seperti seri ORI sebelum, ORI026 disebutkan menawarkan kupon fixed rate atau tetap yang akan diumumkan segera. Pembayaran kupon dilakukan setiap tanggal 15 setiap bulannya, pembayaran pertama dijadwal 15 Desember 2024. ORI026 diklaim jadi pilihan investasi aman tak cuma menguntungkan, tapi juga berkontribusi pada pembangunan nasional.

Khusus ORI026-T6, dengan berinvestasi di situ, investornya digadang turut berkontribusi pada pembangunan yang berlinifokus pada peningkatan kualitas hidup dan keberlanjutan.

 

Sukuk SDGs

Adapun, terkait Sukuk SDGs, sukuk telah lama digadang untuk menjadi salah satu instrumen pendanaan proyek hijau dan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Hal ini, seiring sejalan -tetapi bukan seperti yang kerap dipelesetkan menjadi “yang satu ke siring, yang satu ke jalan”, bukan- dengan TPB/SDGs sebagai rencana aksi global untuk mencapai masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.

TPB/SDGs sebagai komitmen global hasil kesepakatan 193 negara anggota termasuk Indonesia, memiliki 17 tujuan dan 169 target terukur yang berlaku sejak 2016 hingga 2030.

Tujuan SDGs di antaranya tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, serta air bersih dan sanitasi layak.

SDGs bertujuan mengatasi tantangan global utama seperti kemiskinan, ketimpangan, perubahan iklim; memastikan akses lebih baik terhadap kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sumber daya energi yang berkelanjutan.

Disitat dari artikel Widyaiswara Ahli Madya Pusdiklat Keuangan Umum BPPK Eri Hariyanto di laman Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (17 Oktober 2018), sebelum isu pembangunan berkelanjutan mengedepan jadi isu global hingga ditetapkan PBB pada Sidang Umum 25 September 2015 di New York AS, dimana aksi global atas perubahan iklim jadi salah satu Agenda TPB/SDGs 2015-2030.

Sejatinya, Pemerintah RI telah menjadikannya bagian visi misi pembangunan bangsa seperti tertuang di Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJP-RPJM) Nasional.

Di RPJPN, salah satu arah pembangunan nasional: mewujudkan Indonesia yang asri, lestari, antara lain dengan mendayagunakan sumber daya alam (SDA) yang terbarukan dan mengelola SDA yang tidak terbarukan.

Di RPJMN, salah satu Agenda Pembangunan Paska 2015: pembangunan lingkungan yang tercermin pada fokus mitigasi atas perubahan iklim, konservasi habitat alam, perlindungan ekosistem, serta keanekaragaman hayati disertai rumusan adanya cara pencapaian/sarana pelaksanaan.

Wujud peran aktif Indonesia atasi dampak perubahan iklim, dengan jadi satu dari 30 negara anggota Open Working Group (OWG) on SDGs, juga masuk di Expert Forum (Forum Tenaga Ahli) penyusunan Konsep Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan, tim penyusun langkah pembiayaan pelaksanaan Agenda Pembangunan Paska 2015. Perpres 59/2017 soal Pelaksanaan Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan, juga akomodir 13 tujuan SDGs.

Merujuk info Third National Communication (TNC) tahun 2017, biaya diperlukan aneka kegiatan terkait penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan mitigasi perubahan iklim mencapai 81 miliar dolar AS kurun 2015-2020 atau 16,2 miliar dolar per tahun.

Masalahnya, kesanggupan dana yang mampu pemerintah alokasikan untuk aksi mitigasi dan adaptasi per Oktober 2018 itu cuma 55,1 miliar dolar AS, hingga kesenjangan pembiayaannya masih lah besar.

Putar otak, pemerintah lantas berinovasi lahirkan instrumen pembiayaan yang dapat bermanfaat bagi aksi-aksi pengurangan dampak perubahan iklim sekaligus bagi pembangunan ekonomi Indonesia.

Soal tren green financing, Menteri Keuangan Kabinet Kerja, Sri Mulyani Indrawati, dalam Seminar “Green Finance for Sustainable Development”, Nusa Dua Bali 9 Oktober 2018, tangkai pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia; mengintensi Indonesia sangat berkepentingan terlibat dalam pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah RI telah rapisusun ragam target agar dapat berperan dalam penyelamatan Bumi. Juga, disiapkan berbagai instrumen pembiayaan yang memungkinkan investor berperan dalam pembangunan berkelanjutan.

“Saat ini instrumen investasi berbasis lingkungan hidup sangat diminati,” tandas Menkeu kelahiran Bandarlampung ini kala itu.

Sebab itu, Pemerintah RI serius mendorong pertumbuhan ekonomi ramah lingkungan guna menarik investor masuk ke pasar keuangan RI. Daya tarik instrumen investasi dilecut lewat ragam pilihan proyek investasi.

Penyelia, apa itu green financing, menurut Höhne, et al (2012): istilah yang luas yang dapat merujuk ke investasi keuangan yang mengalir ke proyek-proyek pembangunan berkelanjutan dan inisiatif, produk lingkungan, kebijakan yang mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan.

Dari studi penerapan Green Financing untuk perbankan di Cina, 2013, Pricewaterhouse Coopers Consultants (PWC) mendefinisikan Green Financing sebagai “produk dan jasa keuangan yang menggunakan pertimbangan faktor lingkungan dalam pengambilan keputusan kredit, merangsang lahirnya lingkungan investasi yang bertanggung jawab dan mendorong terciptanya teknologi ramah lingkungan bagi proyek industri dan bisnis.”

Green Financing di Indonesia: “dukungan menyeluruh dari industri jasa keuangan untuk pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.”

Green Financing ada 4 dimensi: terdepan pada industri, sosial dan ekonomi dalam rangka mengurangi pemanasan global dan pencegahan permasalahan lingkungan hidup dan sosial lainnya; memiliki tujuan terjadinya pergeseran target menuju ekonomi rendah karbon yang kompetitif; strategi menyeluruh mempromosikan investasi ramah lingkungan hidup di berbagai sektor usaha/ekonomi; dan, mendukung prinsip-prinsip pembangunan Indonesia seperti maktub RPJM (pro-growth, pro-jobs, pro-poor, pro-environment /4P).

Telusur, diksi Green Financing karib sejak munculnya gerakan mengurangi emisi dan polusi guna percepat pemulihan kondisi lingkungan, dan menggalakkan gaya hidup ramah lingkungan, circa 2008.

Dampak emisi gas karbon monoksida yang dihasilkan industri menimbulkan efek GRK. Dampak efek ini makin hari makin dirasakan penduduk Bumi. Tanpa pengurangan serius emisi dan polusi, Bumi diperkirakan kian tak seimbang beberapa dekade ke depan. Ini bahaya. Berpeluang berpinak dua bencana: bencana ekologi, juga bencana ekonomi.

Beberapa yang unjuk iktikad kurangi emisi dan polusi, kembangkan green financing, Jerman bertekad jadi pelopor penerap aturan ketat penggunaan kendaraan bermotor. Mobil yang dijual di sini harus bebas emisi per 2030.

Emoh ketinggalan, Tiongkok juga ingin jadi pelopor pembiayaan ramah lingkungan. Xi Jinping sang presiden memerintahkan bank di Negeri Tirai Bambu ikut mengembangkan pembiayaan ramah lingkungan, wujudkan cita-cita Tiongkok terdepan hal ekologi dunia.

Tiongkok bahkan merilis Pedoman Bangunan Sistem Pembiayaan Ramah Lingkungan, kebijakan kunci integrasikan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.

Balik ke Bendahara Negara Sri Mulyani, adanya kebutuhan Pemerintah RI untuk membiayai pembangunan yang dapat berdampak terhadap pengurangan dampak perubahan iklim, sebenarnya menjadi berkah bagi pengembangan Sukuk Negara.

Diskursus lama, pengembangan Sukuk Negara sejatinya telah keras membahas tantangan sulitnya menaja diversifikasi landasan penerbitan (underlying aset).

Inovasi Indonesia menerbitkan Green Sukuk misal, sebenarnya satu langkah diversifikasi ‘aset dasar’ dan basis investor.

Adanya keperluan pembangunan proyek infrastruktur pembangunan berkelanjutan jadi berkah bagi pengembangan Sukuk Negara. Pengembangan jenis aset dasar membesut kemungkinan Sukuk Negara berperan lebih banyak dalam membiayai APBN.

Penerbitan Green Sukuk bagi pembiayaan pembangunan berkelanjutan notabene juga mengokohkan Indonesia di pasar keuangan dunia sebagai penerbit Sovereign Sukuk tepercaya dan posisi yang terus berinovasi.

Penerbitan Green Sukuk di pasar keuangan internasional dijelenterehkan sebagai upaya memanfaatkan dinamika perkembangan “investor dengan preferensi khusus”.

Seiring meningkatnya kesadaran menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, ceruk investor baru yang concern berinvestasi pada instrumen keuangan yang direkomendasikan “green” , muncul.

Menggenapi artikelnya, Eri turut merekam, Indonesia saat itu tercatat sebagai pionir penerbitan obligasi hijau di kawasan Asia Tenggara lewat penerbitan Green Sukuk senilai 1,25 miliar dolar AS pada Maret 2018.

Eri juga ilustrasikan lahirnya Green Sukuk sebagai instrumen pembiayaan yang relatif baru, belum dikenal luas pemangku misal dalam pemahaman proses bisnisnya. Wajar.

Poin dia, kurang paham apa itu Green Sukuk bisa menghambat proses penyiapan proyek yang akan digunakan sebagai ‘aset dasar’, perumusan kategori khusus untuk proyek yang akan digunakan dalam publikasi, dan pelaporan tatalaksa plus manfaat lantaran dibutuhkan pula oleh reviewer misal CICERO.

Saran Eri kini jua ‘pecah di kaki’. Kebijakan pembangunan ekonomi pro-green per 2010 terus dilanjut, usai Bappenas merilis Prakarsa Strategis Pengembangan Ekonomi Hijau (2014), petunjuk pengembangan ekonomi berwawasan lingkungan bertarget awal “hijaukan” industri, transportasi, energi dan sektor berbasis lahan (pertanian, kehutanan).

Sisi fiskal, inovasi sumber pembiayaan sesuai rujukan Komite Nasional Keuangan Syariah pimpinan ex officio Presiden: penaikan distribusi Sukuk Negara sejalan kemampuan pasar keuangan, dan porsi publikasi sejalan penggunaan bagi pembiayaan infrastruktur yang direkomendasikan sebagai infrastruktur hijau, disiplin target juga lanjut.

Seturut, pelibatan BUMN-swasta, partisipasi masyarakat, juga lanjut. Progresif.

POJK 51/2017 juga mengatur peran ekonomi dan keuangan syariah dalam SDGs, untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan.

 

GISD Alliance

Cek kalender, kala Ketum Shinta menegaskan komitmen Indonesia dan sekaligus mengajak negara-negara D-8 untuk terus berkolaborasi menciptakan masa depan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan sejahtera bagi semua; itu, kebetulan nyaris genap setahun, usai ia resmi ditunjuk Sekjen PBB Antonio Guterres jadi Co-Chair of Global Investor for Sustainable Development (GISD) Alliance mendampingi Group Chairman of Standard Chartered, Jose Vinals, Chair of GISD Alliance 2023-2025, pada forum tahunan ke-5 GISD Alliance, 31 Oktober 2023 lalu.

Syahdan, penunjukan Shinta Kamdani menjadi orang nomor dua di aliansi investor finansial dan non finansial global bentukan PBB demi untuk menghasilkan solusi peningkatan aliran pendanaan yang bisa menutup kesenjangan pembiayaan guna mencapai TPB/SDGs itu, diyakini turut dilapisi pula pembuktian kiprah globalnyi sebelumnya.

Baik selaku duta swasta Indonesia, dimana Shinta jadi salah satu dari 30 CEO/pemimpin perusahaan global yang ditunjuk Sekjen PBB gabung jadi anggota GISD Alliance sejak 2019.

Pun dalam kapasitasnyi sebagai perempuan Indonesia pertama yang sekaligus tunai mandat jadi Ketua B20 Indonesia 2022, kelompok pelinifokus penjangkauan dan keterlibatan (business outreach and engagement) pada forum G20 Bali.

Terhadap keterpilihannyi kala itu, Shinta menandaskan untuk menyelesaikan masalah kesenjangan pendanaan dan investasi SDGs, memerlukan kolaborasi regional dan nasional.

“Selama ini GISD Alliance telah melakukan engagement dengan key policy makers seperti G20, G7 dan Uni Eropa yang mayoritas terdiri atas negara maju. Sudah saatnya hasil kerja Aliansi menjawab tantangan pendanaan proyek SDGs di level regional, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia,” lugas Shinta, itu ditaja dengan perluas engagement dengan sektor privat kawasan yang mewakili developing and under-developed countries.

Bertabur optimisme patriotik, CEO Sintesa Group, dan pendiri Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) ini berharap melalui posisi kepemimpinannyi itu, dapat menjembatani keterwakilan sektor privat Indonesia, lebih terhubung dengan sektor finansial, standard setter, sampai dengan multilateral development bank (MDB).

Juga, dapat memberikan porsi lebih banyak bagi kepentingan serta perspektif negara berkembang. Termasuk, rekomendasi bagi restrukturisasi arsitektur keuangan yang butuh skema dan taksonomi tepat demi mempercepat mobilisasi pendanaan sektor privat yang diperlukan oleh emerging and developing countries seperti Indonesia.

Sadar strategis, program APINDO selaku representasi jejaring bisnis Indonesia di antaranya meningkatkan investasi dalam negeri, ia berharap lewat keterlibatannyi, GISD Alliance kian fokus melakukan advokasi, meningkatkan engagement pengusaha nasional dan regional, serta meningkatkan awareness penggunaan instrumen keuangan dan pendanaan sebagai solusi kesenjangan investasi berkelanjutan.

Misal, terkait pemanfaatan blended finance sebagai instrumen keuangan inovatif untuk pembiayaan proyek SDGs yang menjadi salah satu tantangan kuat negara berkembang.

“Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman memadai pelaku usaha sektor riil soal skema, project viability, minimnya bankable project, hingga regulasi dan kebijakan yang tumpang tindih,” ulas Shinta membeberkan.

Merujuk Peta Jalan SDGs menuju 2030, kebutuhan pendanaan SDGs Indonesia sekitar Rp67 ribu triliun, dengan selisih kebutuhan pendanaan sekitar Rp14 ribu triliun.

Sektor privat Indonesia perlu bersinergi melalui outreach and engagement lewat joint innovative mechanism yang mampu percepat mobilisasi investasi berkelanjutan, sekaligus bersinergi dengan jejaring bisnis global dan regional sebagai ecosystem enabler.

Kemitraan dan aliansi regional yang akan didorong GISD Alliance periode kedepan, diyakini bisa menjembatani pilot initiatives, mengumpulkan data guna validasi skema dan instrumen pendanaan yang dihasilkan GISD Alliance, menggunakannya jadi business case nan bisa diadopsi swasta kala berinvestasi.

Dari Lampung, elemen masyarakat sipil dan entitas dunia usaha dunia industri (DUDI) setempat turut mereaksi positif terpilihnya Shinta, medio Oktober tahun lalu itu.

Ketua Badan Pekerja Center for Democracy and Participative Policy Initiatives Studies (CeDPPIS) Muzzamil, dalam keterangannya, Minggu (5/11/2023), menitip harapan melalui kepemimpinannyi di APINDO sekaligus GISD Alliance, Shinta bisa beri sentuhan penajaman fokus percepatan pemenuhan kebutuhan kolektif pengurangan risiko kesenjangan linimasa pencapaian SDGs di negara maju vs negara berkembang melalui skim investasi tersusun.

Sementara, Ketua APINDO Lampung Ary Meizari Alfian berharap, Shinta bisa perluas aksesibilitas investor domestik dan unsur maju dalamnya bisa menjangkau kemitraan dengan jejaring inti, terutama dari negara tujuan utama eksportasi produk olahan, negara dengan skema kumulatif portofolio kerja sama G2B dan B2B (terutama UMKM) terbesar, serta negara dengan kesamaan platform keberpihakan program pengentasan kemiskinan ekstrem terkuat.

“Bu Shinta diplomat bisnis ulung. Kami harap lewat tangan dingin beliau, Aliansi dapat berbuat lebih agar mobilisasi arah outreach and engagement pendanaan dan investasi SDGs ini bisa makin dekat dengan rentang kendali keadilan substantif dalam redistribusi programnya bagi rerata negara berkembang. Saya kira itu,” harap Ary, pemrakarsa program tematik APINDO Lampung UMKM Merdeka, yang diadopsi jadi program nasional APINDO era kepemimpinan Shinta, 2023 hingga 2028.

Sekiranya ‘dinding’ Istana Kepresidenan nun terketuk, publik turut menantikan APINDO menjadi salah satu multipihak strategis yang turut hadir ‘membersamai’ salah satu halnya terkait prakarsa D-8 ini yang dapat disebut semacam new energing forces poros ekonomi baru alternatif ditengah situasi pergejolakan (volatility), ketidakpastian (uncertaincy), kompleksitas (complexity), dan ambiguitas (ambiguity) atau VUCA, istilah ciptaan pakar bisnis dan kepemimpinan asal AS, Warren Bennis dan Burt Nanus, merujuk situasi serba anomali dalam tata ekonomi dunia per hari ini.

Sekiranya, betul kejadian, ‘dinding’ Istana Kepresidenan nun terketuk nantinya, publik turut pula menantikan APINDO antara lain berbekal Roadmap Perekonomian Indonesia 2023-2028, menjadi multipihak strategis yang turut hadir ‘membersamai’, sedikitnya dalam kesempatan kepemimpinan 100 hari pertama Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto. Disitulah cercah itu. Harapan. (Muzzamil)

Pos terkait