Foto. Istimewa
Bongkar Post, Lampung Tengah
Nasib malang dialami Anuar Sutan Kagungan (58), warga Kampung Komering Agung, Kabupaten Lampung Tengah. Alih-alih mendapat keadilan setelah kebun sawitnya diduga dicuri oleh Andrian Fajri pada 21 Maret 2024 lalu, ia kini justru ditetapkan sebagai terlapor kasus dugaan penganiayaan.
Kasus bermula ketika terduga pelaku pencurian sawit berhasil diamankan oleh warga bersama aparatur kampung setempat.
Andrian disebut telah mengakui perbuatannya dan langsung diserahkan ke Polsek Gunung Sugih beserta barang bukti.

Namun proses hukum yang diharapkan menjerat pelaku justru mandek. Pihak Polsek Gunung Sugih tidak melanjutkan penyidikan dengan alasan nilai kerugian di bawah Rp2,5 juta.
“Pelaku sudah mengaku dan barang bukti ada. Tapi prosesnya tidak jalan karena alasannya kerugian di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah,” ujar Anuar kepada Tim Hukum LKBH PAN, Kamis (30/10/2025).
Yang makin mengejutkan, Anuar dan rekan-rekannya kini malah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polres Lampung Tengah karena dilaporkan dalam dugaan penganiayaan oleh Raston Nawawi kakak dari terduga pelaku pencurian sawit.
Raston diketahui berprofesi sebagai wartawan yang kerap meliput di wilayah hukum Polres Lampung Tengah.
Anuar menegaskan dirinya tidak pernah melakukan penganiayaan.
“Saya ini korban pencurian. Kok sekarang malah saya yang jadi terlapor. Saya tidak pernah menganiaya siapa pun,” tegasnya.
LKBH PAN: Bisa Jadi Preseden Buruk Penegakan Hukum
Ketua LKBH PAN Lampung, Ahmad Handoko, SH., MH., menilai peristiwa ini berpotensi menciderai rasa keadilan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Menurutnya, ketentuan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 seringkali disalahpahami aparat di lapangan.
“Perma itu bukan menghentikan penyidikan ketika kerugian kecil. Hukum tetap berjalan. Hanya saja tersangkanya tidak dilakukan penahanan,” tegas Handoko.
Ia meminta Polsek Gunung Sugih dan Polres Lampung Tengah agar menjalankan proses secara profesional dan objektif.
“Kami meminta penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara adil, berimbang, serta mengutamakan keadilan dan kemanfaatan. Jika memungkinkan, mediasi menjadi solusi terbaik agar persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan,” ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena korban justru berada dalam posisi terpojok secara hukum. Masyarakat kini menantikan komitmen aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan benar-benar berpihak pada yang dilanggar haknya. (*)







